Sabtu, 12 November 2011

Kerja Part Time


"Kerja paruh waktu dari rumah saja.”
Untuk lebih detail klik disini :
http://www.penasaran.net/?ref=cafzik

daftar 160.000 bonus Rp 200.000,- (NYATA), 
Inilah Kerja Paruh Waktu Yang Harus Anda Lakukan :

1. Daftarkan diri Anda.
2. Login ke akun Anda.
3. Isilah data online yang ada sesuai yang diperlukan lalu kirimkan isian tadi kepada kami.
4. Ulangi langkah 2 dan 3.
5. Selesai, Anda akan menerima pembayaran atas pekerjaan Anda yang kami bayarkan setiap akhir bulan.
lebih lengkapny:
http://www.penasaran.net/?ref=cafzik

Senin, 17 Oktober 2011

Tutorial IPD Blok Kardiovaskular


1.    Patofisiologi dari Dispnea atau Sesak Nafas
Merupakan gejala utama dari penyakit kardiopulmonar. Seseorang yang mengalami dispnea sering mengeluh nafasnya menjadi pendek atau merasa tercekik. Gejala objektif sesak nafas termasuk juga penggunaan otot-otot pernafasan tambahan < sternokleidomastoideus, scalenus, trapezius, pectoralis mayor>, pernafasan cuping hidung, tachypnea, dan hiperventilasi. Sesak nafas tidak selalu menunjukkan adanya penyakit; orang normal akan mengalami hal yang sama setelah melakukan kegiatan fisik dalam tingkat-tingkat yang berbeda.
Membedakan dispnea dari gejala dan tanda yang memiliki perbedaan klinis
Takipnea adalah frekuensi pernafasan yang cepat lebih dari normal, yang dapat muncul dengan atau tanpa dispnea.
Hiperventilasi adalah ventilasi yang lebih besar dari jumlah yang dibutuhkan untuk mempertahankan pengeluaran CO2 normal,hal ini dapat diidentifikasi dengan memantau tekanan parsial CO2 arteri, yaitu lebih rendah dari angka normal ( 40 mmHg ).
Dispnea sering dikeluhkan pada sindrom hiperventilasi yang sebenarnya orang yang sehat dengan stress emosional.
Gejala lelah yang berlebih harus dibedakan dari dispnea.

Sumber penyebab dispnea termasuk :
1.      Reseptor-reseptor mekanik pada otot-otot pernafasan, paru dan dinding dada; dalam teori tegangan-panjang, elemen-elemen sensoris, gelondong otot pada khususnya, berperan penting dalam membandingkan tegangan dalam otot dengan derajat elastisitasnya; dispnea terjadi bila tegangan yang ada tidak cukup besar untuk satu panjang otot ( volume nafas tercapai );
2.      Kemoreseptor untuk tegangan CO2 dan O2 ( teori utang – oksigen );
3.      Peningkatan kerja pernafasan yang mengakibatkan sangat meningkatnya rasa sesak nafas;
4.      Ketidakseimbangan antara kerja pernafasan dengan kapasitas ventilasi.
Besarnya tenaga fisik yang dikeluarkan untuk menimbulkan dispnea bergantung pada usia, jenis kelamin, ketinggian tempat, jenis latihan fisik, dan terlibatnya emosi dalam melakukan kegiatan itu.
Pasien dengan gejala utama dispnea biasanya memiliki satu dari keadaan ini yaitu:
1.      Penyakit kardiovaskuler
2.      Emboli paru
3.      Penyakit paru interstitial atau alveolar
4.      Gangguan dinding dada atau otot-otot
5.      Penyakit obstruktif paru, atau
6.      Kecemasan
Dispnea adalah gejala utama edema paru, gagal jantung kongestif, dan penyakit katup jantung.
Emboli paru ditandai oleh dispnea mendadak. Dispnea gejala paling nyata pada penyakit yang menyerang percabangan trakeobronkial, parenkim paru dan rongga pleura.
Dispnea biasanya dikaitkan dengan penyakit restriktif yaitu terdapat peningkatan kerja pernafasan akibat meningkatnya resistensi elastik paru ( pneumonia, atelektasis, kongesti ) atau dinding dada (obesitas, kifoskoliosis ) atau pada penyakit jalan nafas obstruktif dengan meningkatnya resistensi nonelastik bronkial ( emfisema, bronkitis, asma ).
Dispnea juga dapat terjadi jika otot pernafasan lemah (mis: miastenia gravis), lumpuh (mis: poliomielitis, sindrom Guillain-Barre), letih akibat meningkatnya kerja pernafasan, atau otot pernafasan kurang mampu melakukan kerja mekanis (mis: emfisema yang berat atau obesitas).
Dispnea sebagai Gejala Penyakit Jantung.
Dispnea nokturnal paroksismal ( PND ) terjadi dimalam hari atau bila pasien terlentang.  Posisi ini meningkatkan volume darah intratorakal, dan jantung yang lemah mungkin tidak dapat mengatasi peningkatan beban ini; sebagai akibatnya dapat timbul gagal jantung kongestif.
Gejal PND sering berkaitan dengan gejala ortopnea. Ortopnea adalah keadaan dimana pasien memerlukan lebih banyak bantal untuk tidur.
Dispnea aktivitas fisik ( DOE ) biasanya disebabkan oleh gagal jantung kongestif kronis atau penyakit paru berat.
Trepopnea adalah bentuk jarang dispnea posisional dimana pasien dispnea berkurang sesaknya bila berbaring pada sisi kiri atau kanan. Patofisiologi trepopnea tidak diketahui dengan baik.
Sebab-sebab umum dispnea
Sistem Organ atau
Keadaan
Penyebab
Jantung
Gagal ventrikel kiri
Stenosis mitral
Paru-paru
Penyakit paru obstruktif
Asma
Penyakit paru restriktif
Emboli paru
Hipertensi pulmonal
Emosional
Ansietas
Pemaparan tempat tinggi
Berkurangnya tekanan oksigen
Anemia
Berkurangnya kapasitas pengangkut oksigen

2.    Patofisiologi Edema
Edema merupakan penumpukan cairan interstitial yang berlebih. Edema dapat terlokalisir (setempat) atau generalisata (seluruh tubuh).
Edema dapat disebabkan oleh tekanan hidrostatik kapiler yang meningkat, atau obstruktif aliran limfatik.
Tiga jenis penyakit yang paling sering menyebabkan terjadinya edema generalisata adalah gagal jantung kongestif, sirosis hati, dan sindrom nefrotik. Masing – masing gangguan ini dicirikan oleh adanya kelainan pada setidaknya salah satu dari daya kapiler Starling serta retensi natrium dan air oleh ginjal. Retensi natrium oleh ginjal yang menyebabkan terjadinya edema  terjadi melalui satu atau dua mekanisme dasar: respon terhadap berkurangnya volume sirkulasi efektif atau disfungsi ginjal primer.
Volume sirkulasi efektif adalah istilah yang mengacu pada cairan intravaskuler yang secara efektif berfusi ke jaringan dan pada umumnya besar volume ini berbanding lurus secara langsung dengan curah jantung.
Oleh karena itu, jika curah jantung menurun, ginjal akan menahan natrium dan air sebagai usaha untuk memulihkan volume sirkulasi.
Definis Pitting Edema Dan Perbedaan Dari Non-Pitting Edema
Pitting edema dapat ditunjukan dengan menggunakan tekanan pada area yang membengkak dengan menekan kulit dengan jari tangan. Jika tekanan menyebabkan lekukan ang bertahan untuk beberapa waktu setelah pelepasan dari tekanan, edema dirujuk sebagai pitting edema. Segala bentuk dari tekanan, seperti dari karet kaos kaki, dapat menginduksi pitting (lekukan) dengan tipe edema ini.
Pada non-pitting edema, yang biasanya mempengaruhi tungkai-tungkai (legs) atau lengan-lengan, tekanan yang digunakan pada kulit tidak berakibat pada lekukan yang gigih. Non-pitting edema dapat terjadi pada penyakit-penyakit tertentu dari sistim lymphatic seperti lymphedema, dimana gangguan dari sirkulasi lymphatic yang mungkin terjadi setelah operasi mastectomy, lymph node, atau congenitally. Penyebab lain dari non-pitting edema dari legs disebut pretibial myxedema, yang adalah pembengkakan diatas tulang kering pada beberapa pasien-pasien dengan hyperthyroidism. Non-pitting edema dari legs adalah sulit untuk dirawat. Obat-obat diuretic umumnya tidak efektif, meskipun menaikan legs secara periodik sepanjang hari dan alat-alat penekan mungkin mengurangi pembengkakan.
Fokus dari sisa artikel ini adalah pada pitting edema, karena ia betul-betul adalah bentuk yang paling umum dari edema.
Penyebab Pitting Edema
Edema disebabkan oleh penyakit-penyakit systemic, yaitu, penyakit-penyakit yang mempengaruhi beragam sistim-sistim organ dari tubuh, atau oleh kondisi-kondisi lokal yang melibatkan hanya anggota-anggota tubuh yang dipengaruhi. Penyakit-penyakit systemic yang paling umum yang berhubungan dengan edema melibatkan jantung, hati, dan ginjal-ginjal. Pada penyakit-penyakit ini, edema terjadi terutama karena penahanan garam tubuh (sodium chloride) yang terlalu banyak. Garam yang berlebihan menyebabkan tubuh menahan air. Air ini kemudian bocor kedalam ruang-ruang jaringan interstitial, dimana ia nampak sebagai edema.
Kondisi-kondisi lokal yang paling umum yang menyebabkan edema adalah varicose veins dan thrombophlebitis (peradangan dari vena-vena) dari vena-vena dalam dari kaki-kaki (legs). Kondisi-kondisi ini dapat menyebabkan pemompaan darah yang tidak cukup oleh vena-vena (venous insufficiency). Tekanan balik yang meningkat yang diakibatkannya pada vena-vena memaksa cairan berdiam pada kaki-kaki dan tangan-tangan (terutama pergelangan-pergelangan kaki dan kaki-kaki). Cairan yang berlebihan kemudian bocor kedalam ruang-ruang jaringan interstitial, menyebabkan edema.
Pemasukan Garam Mempengaruhi Edema
Keseimbangan garam tubuh biasanya diatur dengan baik. Orang yang normal dapat mengkonsumsi jumlah-jumlah garam yang kecil atau besar pada makanan tanpa keprihatinan untuk mengembangkan penipisan atau penahanan garam. Pemasukan garam ditentukan oleh pola-pola makanan dan pengeluaran garam dari tubuh dilaksanakn oleh ginjal-ginjal. Ginjal-ginjal mempunyai kapasitas yang besar untuk mengontrol jumlah garam dalam tubuh dengan merubah jumlah garam yang dieliminasi (dikeluarkan) dalam urin. Jumlah garam yang dikeluarkan oleh ginjal-ginjal diatur oleh faktor-faktor hormon dan fisik yang memberi sinyal apakah penahanan atau pengeluaran dari garam oleh ginjal-ginjal adalah perlu.
Jika aliran darah ke ginjal-ginjal berkurang oleh kondisi yang mendasarinya seperti gagal jantung, ginjal-ginjal bereaksi dengan menahan garam. Penahanan garam ini terjadi karena ginjal-ginjal merasa bahwa tubuh memerlukan lebih banyak cairan untuk mengkompensasi aliran darah yang berkurang. Jika pasien mempunyai penyakit ginjal yang mengganggu fungsi ginjal-ginjal, kemampuan untuk mengeluarkan garam dalam urin adalah terbatas. Pada kedua kondisi-kondisi, jumlah garam dalam tubuh meningkat, yang menyebabkan pasien untuk menahan air dan mengembangkan edema.
Pasien-pasien yang mengalami gangguan dalam kemampuannya untuk secara normal mengeluarkan garam mungkin perlu ditempatkan pada diet yang dibatasi garamnya dan/atau diberikan obat-obat diuretic (pil-pil air). Dahulu, pasien-pasien dengan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan edema ditempatkan pada diet-diet dengan pemasukan garam yang sangat dibatasi. Dengan perkembangan dari agent-agent diuretic yang baru dan sangat kuat, pembatasan yang dicatat ini pada pemasukan garam diet umumnya tidak lagi perlu. Diuretics ini bekerja dengan menghalangi reabsorpsi dan penahanan garam oleh ginjal-ginjal, dengan demikian meningkatkan jumlah garam dan air yang dieliminasi dalam urin.

3.    Jenis dan Tingkatan Sesak Nafas

Tingkat
Derajat
Kriteria
0
Normal
Tidak ada kesulitan bernapas kecuali dengan aktivitas berat.
1
Ringan
Terdapat kesulitan bernapas,  napas pendek-pendek ketika terburu-buru atau ketika berjalan menuju puncak landai.
2
Sedang
Berjalan lebih lambat daripada kebanyakan orang berusia sama karena sulit bernapas atau harus berhenti berjalan untuk bernapas.
3
Berat
Berhenti berjalan setelah 90 meter untuk bernapas atau setelah berjalan beberapa menit.
4
Sangat berat
Terlalu sulit bernapas bila meninggalkan rumah atau sulit bernapas ketika memakai baju atau membuka baju.

4.    Perbedaan Oedema karena Penyakit Jantung dan Ginjal
A.     Oedema karena Penyakit Jantung
Gagal jantung adalah akibat dari fungsi jantung yang buruk dan dicerminkan oleh berkurangnya volume darah yang dipompa keluar oleh jantung, yang disebut cardiac output. Gagal jantung dapat disebabkan oleh kelemahan dari otot jantung, yang memompa darah keluar melalui arteri-arteri ke selurh tubuh, atau oleh disfungsi dari klep-klep jantung, yang mengatur aliran darah antara kamar-kamar (bilik-bilik) jantung. Volume yang berkurang dari darah yang dipompa keluar oleh jantung (cardiac output yang berkurang) bertanggung jawab untuk aliran darah yang berkurang ke ginjal-ginjal. Sebagai akibatnya, ginjal-ginjal merasakan bahwa ada pengurangan dari volume darah dalam tubuh. Untuk melawan nampaknya kehilangan cairan, ginjal-ginjal menahan garam dan air. Pada kejadian ini, ginjal-ginjal dibohongi kedalam pemikiran bahwa tubuh perlu untuk menahan lebih banyak volume cairan ketika, kenyataannya, tubuh telah menahan terlalu banyak cairan.
Peningkatan cairan ini akhirnya berakibat pada penumpukan cairan didalam paru-paru, yang menyebabkan sesak napas. Karena berkurangnya volume darah yang dipompa keluar oleh jantung (cardiac output yang berkurang), volume darah dalam arteri-arteri juga berkurang, meskipun ada peningkatan yang nyata dalam total volume cairan tubuh. Peningkatan yang berhubungan dalam jumlah cairan dalam pembuluh-pembuluh darah dari paru-paru menyebabkan sesak napas karena cairan yang berlebihan dari pembuluh-pembuluh darah paru-paru bocor kedalam ruang-ruang udara (alveoli) dan interstitium pada paru-paru. Akumulasi cairan dalam paru-paru ini disebut pulmonary edema. Pada saat yang bersamaan, akumulasi cairan pada kaki-kaki (legs) menyebabkan pitting edema. Edema ini terjadi karena penumpukan dari darah pada vena-vena dari kaki-kaki (legs) menyebabkan kebocoran cairan dari kapialer-kapiler kaki-kaki (pembuluh-pembuluh darah kecil) kedalam ruang-ruang interstitial.
Pengertian dari bagaimana jantung dan paru-paru berinteraksi akan membantu anda memahami lebih baik bagaimana penahanan cairan bekerja pada gagal jantung. Jantung mempunyai empat kamar-kamar; auricle dan ventricle pada sisi kiri jantung dan auricle dan ventricle pada sisi kanan. Auricle kiri menerima darah yang beroksigen dari paru-paru dan mengirimnya ke ventricle kiri, yang kemudian memompanya melalui arteri-arteri ke seluruh tubuh. Darah kemudian diangkut balik ke jantung oleh vena-vena kedalam auricle kanan dan dikirim ke ventricle kanan, yang kemudian memompanya ke paru-paru untuk diberi oksigen kembali.
Gagal jantung sisi kiri, yang disebabkan terutama oleh ventricle kiri yang lemah, biasanya disebabkan oleh penyakit jantung koroner, hipertensi, atau penyakit klep-klep jantung. Secara khas, ketika pasien-pasien ini awalnya datang pada dokter mereka disulitkan oleh sesak napas dengan pengerahan tenaga dan ketika berbaring pada malam hari (orthopnea). Gejala-gejala ini disebabkan oleh pulmonary edema yang disebabkan oleh berkumpulnya darah pada pembuluh-pembuluh dari paru-paru.
Berlawanan dengannya, gagal jantung sisi kanan, yang seringkali disebabkan oleh penyakit paru yang kronis seperti emphysema, awalnya menyebakan penahanan garam dan edema. Penahanan garam yang gigih pada pasien-pasien ini, bagaimanapun, mungkin menjurus pada volume darah yang membesar dalam pembuluh-pembuluh darah, dengan demikian menyebabkan akumulasi cairan pada paru-paru (pulmonary congestion) dan sesak napas.
Pada pasien-pasien dengan gagal jantung yang disebabkan oleh otot jantng yang lemah (cardiomyopathy), keduanya ventricle-ventricle kiri dan kanan jantung biasanya terpengaruh. Pasien-pasien ini, oleh karenanya, dapat awalnya menderita dari pembengkakan kedua-duanya pada paru-paru (pulmonary edema) dan pada legs (kaki-kaki) dan tungkai-tungkai/feet (peripheral edema). Dokter yang memeriksa pasien yang mempunyai gagal jantung congestif dengan penahanan cairan mencari tanda-tanda tertentu. Ini termasuk:
  • pitting edema dari legs (kaki-kaki) dan feet (tungkai-tungkai),
  • rales pada paru-paru (suara-suara gemercik yang lembab dari cairan yang berlebihan yang dapat didengar dengan stethoscope),
  • gallop rhythm (suara-suara tiga jantung sebagai gantinya dari dua yang normal yang disebabkan oleh kelemahan otot), dan
  • vena-vena leher yang menggelembung. Vena-vena leher yang menggelembung mencerminkan akumulasi dari darah pada vena-vena yang mengembalikan darah ke jantung.

B.      Oedema karena Penyakit Ginjal

Edema terbentuk pada pasien-pasien dengan penyakit ginjal untuk dua sebab-sebab:
  1. kehilangan protein yang berat dalam urin, atau
  2. fungsi ginjal (renal) yang terganggu.

Kehilangan protein yang berat dalam urin

Pada situasi ini, pasien mempunyai fungsi ginjal yang normal atau cukup normal. Kehilangan protein yang berat dalam urin (lebih 3.0 gram per hari) dengan edema yang menyertainya diistilahkan nephrotic syndrome. Nephrotic syndrome berakibat pada pengurangan pada konsentrasi dari albumin dalam darah (hypoalbuminemia). Karena albumin membantu mempertahankan volume darah pada pembuluh-pembuluh darah, pengurangan cairan pada pembuluh-pembuluh darah terjadi. Ginjal-ginjal kemudian mencatat bahwa ada penipisan atau pengurangan volume darah dan, oleh karenanya, mencoba untuk menahan garam. Dengan konsekwensi, cairan bergerak kedalam ruang-ruang interstitial, dengan demikian menyebabkan pitting edema.
Perawatan dari penahanan cairan pada pasien-pasien ini adalah untuk mengurangi kehilangan protein kedalam urin dan membatasi garam dalam diet. Kehilangan protein dalam urin mungkin dikurangi dengan penggunaan ACE inhibitors dan angiotensin receptor blockers (ARB's). Kedua kategori-kategori dari obat-obat, yang biasanya digunakan untuk menurunkan tekanan darah, mendorong ginjal-ginjal untuk mengurangi kehilangan protein kedalam urin.
Obat-obat ACE inhibitor termasuk enalapril (Vasotec), quinapril (Accupril), captopril (Capoten), benazepril (Lotensin),trandolapril (Mavik),lisinopril (Zestril atau Prinivil), dan ramipril (Altace).
Angiotensin receptor blockers termasuk losartan (Cozaar), valsartan (Diovan), candesartan (Atacand), dan irbesartan (Avapro).
Penyakit-penyakit ginjal tertentu mungkin berkontribusi pada kehilangan protein dalam urin dan perkembangan edema. Biopsi dari ginjal mungkin diperlukan ubntuk membuat diagnosis dari tipe penyakit ginjal, sehingga perawatan mungkin diberikan.

Fungsi ginjal (renal) yang terganggu

Pada situasi ini, pasien-pasien yang mempunyai penyakit-penyakit ginjal yang mengganggu fungsi renal mengembangkan edema karena kemampuan ginjal yang terbatas untuk mengeluarkan sodium kedalam urin. Jadi, pasien-pasien dengan gagal ginjal dari penyakit apa saja akan mengembangkan edema jika pemasukan sodium mereka melebihi kemampuan ginjal-ginjal mereka untuk mengeluarkan sodium. Lebih lanjut gagal ginjalnya, lebih besar persoalan dari penahanan garam kemungkinan terjadi. Situasi yang paling parah adalah pasien degann gagal ginjal stadium akhir yang memerlukan terapi dialysis. Keseimbangan garam pasien ini secara total diatur oleh dialysis, yang dapat mengeluarkan garam sewaktu perawatan. Dialysis adalah metode pembersihan tubuh dari kotoran-kotoran yang berakumulasi ketika ginjal gagal. Dialysis dilaksanakan dengan mensirkulasikan darah pasien melalui membran (selaput) buatan (hemodialysis) atau dengan menggunakan membran rongga perut pasien sendiri (peritoneal membrane) sebagai permukaan pembersi. Individu-individu yang fungsi ginjalnya menurun pada kurang dari 5% sampai 10% dari normal mungkin memerlukan dialysis.

Rabu, 12 Oktober 2011

Tutorial IKA " Penyakit Jantung Rematik "


Hasil Learning Objectif
Tutorial Ilmu Kesehatan Anak


1.    Mengetahui Gejala dan Tanda Infeksi Tenggorokan
Faringitis (Radang Tenggorokan)

DEFINISI
Faringitis adalah suatu peradangan pada tenggorokan (faring).

PENYEBAB
Faringitis bisa disebabkan oleh virus maupun bakteri.  Kebanyakan disebabkan oleh virus, termasuk virus penyebab common cold, flu, adenovirus, mononukleosis atau HIV.
Bakteri yang menyebabkan faringitis adalah streptokokus grup A, korinebakterium, arkanobakterium, Neisseria gonorrhoeae atau Chlamydia pneumoniae.
GEJALA
Kenali gejala umum radang tenggorokan akibat infeksi virus sebagai berikut:
  • rasa pedih atau gatal dan kering.
  • batuk dan bersin.
  • sedikit demam atau tanpa demam.
  • suara serak atau parau.
  • hidung meler dan adanya cairan di belakang hidung.
Infeksi bakteri memang tidak sesering infeksi virus, tetapi dampaknya bisa lebih serius. Umumnya, radang tenggorokan diakibatkan oleh bakteri jenis streptokokus sehingga disebut radang streptokokus. Seringkali seseorang menderita infeksi streptokokus karena tertular orang lain yang telah menderita radang 2-7 hari sebelumnya. Radang ini ditularkan melalui sekresi hidung atau tenggorokan.
Kenali gejala umum radang streptokokus berikut:
  • tonsil dan kelenjar leher membengkak
  • bagian belakang tenggorokan berwarana merah cerah dengan bercak-bercak putih.
  • demam seringkali lebih tinggi dari 38 derajat celsius dan sering disertai rasa menggigil
  • sakit waktu menelan.
Radang streptokokus memerlukan bantuan dokter karena bila penyebabnya adalah kuman streptokokus dan tidak mendapat antibiotik yang memadai maka penyakit akan bertambah parah dan kuman dapat menyerang katup jantung sehingga menimbulkan penyakit Demam Rhematik.




Faringitis Virus
Faringitis Bakteri
Biasanya tidak ditemukan nanah di tenggorokan
Sering ditemukan nanah di tenggorokan
Demam ringan atau tanpa demam
Demam ringan sampai sedang
Jumlah sel darah putih normal atau agak meningkat
Jumlah sel darah putih meningkat ringan sampai sedang
Kelenjar getah bening normal atau sedikit membesar
Pembengkakan ringan sampai sedang pada kelenjar getah bening
Tes apus tenggorokan memberikan hasil negatif
Tes apus tenggorokan memberikan hasil positif untuk strep throat
Pada biakan di laboratorium tidak tumbuh bakteri
Bakteri tumbuh pada biakan di laboratorium


2.    Menjelaskan bagaimana bahwa radang tenggorokan oleh bakteri Streptococccus β hemolitikus grup A cenderung kambuh dan dapat meninggalkan gejala sisa pada katup jantung.

Mekanisme patogenesis yang menimbulkan perkembangan demam rematik akut belum diketahui secara pasti namun ada dua teori dasar yang berupaya menjelaskan perkembangan sekuele faringitis streptokokusus grup A ini, yakni pengaruh toksis yang dihasilkan oleh toksin ekstra seluler streptococcus grupa A pada organ sasaran seperti miokardium, katup, sinovium dan otak, dan kelainan respon imun oleh hospes manusia.4,5
Terjadi reaksi imun yang abnormal oleh tubuh terhadap antigen Streptococcus Beta Hemoliticus Grup A. Strept, tdk bermigrasi dari pharynx ke jantung atau sendi-sendi. Tidak ada penyebaran kuman diseluruh tubuh. Terdapat immunological cross reaction antara membrane sel streptococcus dan sarcolemma miokard.
Diperkirakan terdapat suatu kemiripan antara antigen bakteri dengan sel jantung pada manusia (antigenic mimicry). Pada penyelidikan ditemukan dua hal 2:
1.      Adanya persamaan antara kabohidrat dari streptococcus grup A dengan glycoprotein dari katup jantung.
2.      Terdapat persamaan molekuler yaitu: streptococcal M.Protein dengan sarcolema* sel miocard pada manusia.


Dua teori dasar lainnya untuk menjelaskan terjadinya ARF dan jaringan parut di target organ terdiri dari 1:
1.      Efek toksik yang dihasilkan oleh ektrasellular toksin dari Strep. Grup A di target organ seperti myocardium, valves, synovium, and brain.
2.      Respon imunitas yang abnormal untuk komponen strep. Grup A. Molecular mimicry dimana respon imun gagal membedakan epitop (gen) dari strep. Grup A dengan jaringan tertentu dari penderita (jaringan ikat).
Seseorang yang mengalami demam rematik apabila tidak ditangani secara adekuat, Maka sangat mungkin sekali mengalami serangan penyakit jantung rematik. Infeksi oleh kuman Streptococcus Beta Hemolyticus group A yang menyebabkan seseorang mengalami demam rematik dimana diawali terjadinya peradangan pada saluran tenggorokan, dikarenakan penatalaksanaan dan pengobatannya yang kurah terarah menyebabkan racun/toxin dari kuman ini menyebar melalui sirkulasi darah dan mengakibatkan peradangan katup jantung. Akibatnya daun-daun katup mengalami perlengketan sehingga menyempit, atau menebal dan mengkerut sehingga kalau menutup tidak sempurna lagi dan terjadi kebocoran.

3. Jelaskan apa itu demam rematik dan DD – nya !
Demam Rematik
Demam reumatik adalah suatu penyakit peradangan autoimun yang mengenai jaringan konektif jantung, tulang, jaringan subkutan dan pembuluh darah pada pusat sistem persarafan, sebagai akibat dari infeksi Streptococcus-β hemolyticus grup A.
Demam reumatik (DR) adalah suatu sindrom klinik akibat infeksi Streptococcus-β hemolyticus golongan A, dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu poliartritis migrans akut, karditis, korea minor, nodul subkutan dan eritema marginatum (Ngastiyah, 2005).
Penyakit jantung reumatik merupakan gejala sisa dari Demam Rematik (DR) akut yang juga merupakan penyakit peradangan akut yang dapat menyertai faringitis yang disebabkan oleh Streptococcus beta-hemolyticus grup A. Penyakit ini cenderung berulang dan dipandang sebagai penyebab penyakit jantung didapat pada anak dan dewasa muda di seluruh dunia.
Penyakit jantung reumatik adalah sebuah kondisi dimana terjadi kerusakan permanen dari katup-katup jantung yang disebabkan oleh demam reumatik. Penyakit jantung reumatik (PJR) merupakan komplikasi yang membahayakan dari demam reumatik. Katup-katup jantung tersebut rusak karena proses perjalanan penyakit yang dimulai dengan infeksi tenggorokan yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus β hemoliticus tipe A (contoh: Streptococcus pyogenes), yang bisa menyebabkan demam reumatik.

Diagnosis Differensial
§  Arthritis Rheumatoid
Poliartritis pada anak-anak dibawah 3 tahun atau lebih sering pada artritis reumatoid, biasanya terjadi secara bersamaan pada sendi-sendi, simetris, tidak bermigrasi, kurang berespon terhadap preparat salisil dibandingkan dengan artritis pada DR. Apabila sakit bertahan lebih dari 1 minggu meskipun sudah diberi salisil + reumatoid faktor (+) à diagnosis ke arah artritis reumatoid.
§  Sickel cell Anemia/ leukemia
Terjadi pada anak dibawah 6 bulan. Adanya penurunan Hb yang significant (< 7 g/dL). Leukositosis tanpa adanya tanda-tanda radang. Peradangan pada metatarsal dan metakarpal. Splenomegali. Pada perjalanan yang kronis à kardiomegali. Diperlukan pemeriksaan pada sumsum tulang.
§  Artritis et causa infeksi
Memerlukan kultur dan gram dari cairan sendi.
§  Karditis et causa virus
Terutama disebabkan oleh coxakie B dengan arbovirus dapat menyebabkan miokarditis dengan tanda-tanda kardiomegali, aritmia dan gagal jantung. Kardiomegali à bising sistolik (MI). Tidak terdapat murmur. Perikarditis akibat virus harus dibedakan dengan DR karena pada virus disertai dengan valvulitis.
§  Keadaan mirip chorea
Multiple tics à merupakan kebiasaan, berupa gerakan-gerakan repetitif.
Cerbral palsy à gerakannya lebih pelan dan lebih ritmik. Anamnesa: kelumpuhan motorik yang sudah dapat terlihat semenjak awal bulan. Keterlambatan perkembangan.
Post ensefalitis à perlu pemeriksaan lab lebih lanjut, etiologi yang bermacam-macam. Gejala klinis berupa: kaku kuduk, letargi, sakit kepala, muntah-muntah, photofobia, gangguan bicara, kejang, dll.
§  Kelainan kongenital
Kelaninan kongenital yang tersering pada anak-anak ialah VSD (ventrikel septum defect) dan ASD (atrium septum defect).
Gambaran klinis yang mendasari:
-          Adanya kesamaan pada pemeriksaan fisik dimana didapatkan bising pansistolik murmur dengan punctum maksimum disela iga III-IV parasternal kiri.
-          Adanya keluhan sesak napas ß akibat gagal jantung
Untuk menyingkirkan diagnosis banding ini diperlukan anamnesis yang teliti terhadap tumbuh kembang anak. Biasanya berat badan anak menurun (pada kasus berat) dan terdeteksi dini anak lebih kecil ( < 1 thn).



Demam reumatik
Artritis reumatoid
Lupus eritomatosus sistemik
Umur
5-15 tahun
5 tahun
10 tahun
Rasio kelamin
sama
Wanita 1,5:1
Wanita 5:1
Kelainan sendi
Sakit
Bengkak
Kelainan Ro

Hebat
Non spesifik
Tidak ada

sedang
Non spesifik
Sering (lanjut)

Biasanya ringan
Non spesifik
Kadang-kadang
Kelainan kulit
Eritema marginatum
Makular
Lesi kupu-kupu
Karditis
ya
Jarang
Lanjut
Laboratorium
Lateks
Aglutinasi sel domba
Sediaa sel LE


-
-

± 10%
± 10%
± 5%
Kadang-kadang
Respon terhadap salisilat
cepat
Biasanya lambat
Lambat  / -


4. Buatkan Struktur Jantung !
Anatomi jantung [8] :
Jantung terletak dalam ruang mediastinum inferius rongga dada, yaitu di antara paru. Perikardium yang meliputi jantung terdiri dari dua lapisan yaitu : lapisan dalam (perikardium visceralis) dan lapisan luar (perikardium paritetalis). Kedua lapisan perikardium ini dipisahkan oleh sedikit cairan pelumas, yang mengurangi gesekan antara gerakan pemompaan jantung. Perikardium parietalis melekat ke depan pada strenum, ke belakang pada kolumna vertebralis, dan ke bawah pada diafragma. Perlekatan ini menyebabkan jantung terletak stabil tempatnya. Perikardium visceralis melekat secara langsung pada permukaan jantung. Perikardium juga melindungi terhadap penyebaran infeksi atau neoplasma dari organ-organ sekitarnya ke jantung.
Jantung terdiri dari 3 lapisan. Lapisan terluar (epikardium), lapisan tengah yang merupakan lapisan otot yang disebut miokardium, sedangkan lapisan terdalam adalah lapisan endotel yang disebut endokardium.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj_CbDMdJxA0WlvUcWycFmWZrNTOIaf_0nnFUvBdo8lbwQ5ooDErrL6LUk1U8HGrHy4M8VdiWYu_YFIhjkKT-VuV-nyWNXrGRQRRFR6PSpBVUTlDJ945yHWhEnkRIcAUFBdYfIyn5quEnY/s320/Slide1.JPG
Jantung Aspectus Anterior [9]
Ruangan jantung bagian atas (atrium) dan pembuluh darah besar (arteri pulmonalis dan aorta) membentuk dasar jantung (basis cordis). Atrium secara anatomi terpisah dari ruangan jantung sebelah bawah (ventrikel) oleh suatu anulus fibrosus (tempat terletaknya keempat katup jantung dan tempat melekatnya katup maupun otot). Secara fungsional, jantung dibagi menjadi pompa sisi kanan dan sisi kiri, yang memompa darah vena ke sirkulasi paru, dan darah bersih ke peredaran sistemik. Pembagian fungsi ini mempermudah konseptualisasi urutan aliran darah secara anatomi : vena kava, atrium kanan, ventrikel kanan, arteria plmonalis, vena pulmonalis, atrium kiri, ventrikel kiri, aorta, arteria, arteriola, kapiler, venula, vena, vena kava.
 
Katup Mitral [10]
Jantung memutar ke kiri dengan apeks terangkat ke depan. Rotasi ini menempatkan bagian kanan jantung ke anterior, di bawah sternum, dan bagian kiri jantung relatif ke posterior. Apeks jantung dapat dipalpasi di garis midklavikula pada ruang interkostal keempat atau kelima.

Fisiologi Jantung :
      Setiap siklus jantung terdiri dari urutan peristiwa listrik dan mekanik yang saling terkait. Gelombang rangsangan listrik yang tersebar dari nodus SA melalui sistem konduksi menuju miokardium untuk merangsang kontraksi otot. Rangsangan listrik ini disebut depolarisasi, dan diikuti pemulihan kembali disebut repolarisasi. Respon mekaniknya adalah sistolik dan diastolik. Sistolik merupakan sepertiga dari siklus jantung. Aktivitas listrik sel yang dicatat melalui elektrode intrasel memperlihatkan bentuk khas yang disebut potensial aksi. [11]
       Kontraksi miokardium yang berirama dan sinkron menyebabkan darah dipompa masuk ke dalam sirkulasi paru dan sistemik. Volume darah yang dipompa oleh tiap ventrikel per menit disebut curah jantung. Curah jantung rata-rata adalah 5 L/menit. Tetapi, curah jantung bervariasi untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi bagi jaringan perifer sesuai ukuran tubuh, yang diindikatori oleh index jantung (diperoleh dengan membagi curah jantung dengan luas permukaan tubuh, yaitu sekitar 3 L/menit/m2 permukaan tubuh. [12]

Histologi Jantung : [13]
      Secara mikroskopis, dinding jantung terdiri atas 3 lapisan, yaitu endocardium, miokardium dan lapisan terakhir epicardium.
Endokardium : Terdapat perbedaan ketebalan antara lapisan endokardium atrium dan ventrikel, pada atrium endokardiumnya tipis sedang pada ventrikel tipis. Dari dalam ke luar, lapisan ini terdiri atas lapisan endotel, subendotel, elastikomuskuler dan subendokardial.
*    Lapisan endotel berhubungan dengan endotel pembuluh darah yang masuk keluar jantung, sel endotel ini adalah sel squamosa berbentuk agak bulat, dapat juga poligonal.
*    Lapisan subendotel merupakan lapisan tipis anyaman penyambung jarang yang mengandung serat kolagen, elastis dan fibroblas.
*    Lapisan elastikomuskular terdiri dari anyaman penyambung elastis yang lebih padat dan otot polos.
*    Lapisan endokardial berhubungan dengan miokardium yang terdiri dari anyaman penyambung jarang yang mengandung vena, saraf dan sel purkinye yang merupakan bagian dari sistem impuls konduksi jantung. Serat purkinye ini merupakan modifikasi dari serat otot jantung, memiliki diskus interkalaris, diameternya lebih besar dari otot jantung, memiliki sedikit miofibril yang letaknya di perifer, sitoplasma memiliki butir glikogen.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhRpE3dqO_KWT7v_TMB8p4PGAA_9HfDcd25bVUsy4HoHeykHfTL92_QBL3i5HxkvU9LRRbV5IdBcfGPRwZ_JNsczEfULJ1_VEjvPkXqDQrlB1aq-pRg-K8SSSkB2ju6tsXJ-nz-zYUhPS8/s320/Slide2.JPG
Mikroskopik Endokardium Ventrikel [14]
Endokardium ini meliputi juga permukaan bagian lain selain atrium dan ventrikel, yaitu :
-          Katup atrioventrikuler
-          M. papillaris, yang meliputi tonjolan dari apeks otot jantung
-          Korda tendinae, terdiri dari serat-serat kolagen yang menghubungkan m. papillaris dengan katup jantung sehingga katup-katup ini tidak terdorong ke atrium pada saat ventrikel berkontraksi, hal ini untuk mencegah darah mengalir kembali ke atrium.

Miokardium : Miokardium merupakan bagian paling tebal dari dinding jantung yang terdiri dari lapisan otot jantung. Atrium tipis dan ventrikel tebal. Ventrikel kanan << ventrikel kiri. Terdapat diskus interkalaris (glanz streinfen) : Fascia adheren dan Gap junction.
Epikardium   : Merupakan lapisan luar jantung yang terdiri dari jaringan ikat fibroelastis dan mesotel. Epikardium terdiri dari perikardium, kavum perikard, perikardium viseralis, dan perikardium parietalis.

5. Jelaskan patofisiologi demam rematik, gejala klinis, dan cara mendiagnosis demam rematik akut menurut Jhones !

A. Patofisiologi demam rematik
Patogenesis
            Meskipun pengetahuan serta penelitian sudah berkembang pesat, namun mekanisme terjadinya demam reumatik yang pasti belum diketahui. Pada umumnya para ahli sependapat bahwa demam reumatik termasuk dalam penyakit autoimun3,4,5.
            Streptococcus diketahui dapat menghasilkan tidak kurang dari 20 produk ekstrasel; yang terpenting diantaranya ialah streptolisin O, streptolisin S, hialuronidase, streptokinase, disfosforidin nukleotidase, deoksiribonuklease serta streptococcal erythrogenic toxin. Produk-produk tersebut merangsang timbulnya antibodi3.
            Demam reumatik diduga merupakan akibat kepekaan tubuh yang berlebihan terhadap beberapa produk ini. Kaplan mengemukakan hipotesis tentang adanya reaksi silang antibodi terhadap Streptococcus dengan otot jantung yang mempunyai susunan antigen mirip antigen streptococcus, hal inilah yang menyebabkan reaksi autoimun1,3.
ASTO (anti streptolisin O) merupakan antibodi yang paling dikenal dan paling sering digunakan untuk indikator terdapatnya infeksi streptococcus. Lebih kurang 80% penderita demam reumatik/penyakit jantung reumatik akut menunjukkan kenaikan titer ASTO ini; bila dilakukan pemeriksaan atas 3 antibodi terhadap Streptococcus, maka pada 95% kasus demam reumatik/penyakit jantung reumatik didapatkan peninggian atau lebih antibodi terhadap Streptococcus3.
Penelitian menunjukkan bahwa komponen streptokokus yang lain memiliki reaktivitas bersama dengan jaringan lain. Ini meliputi reaksi silang imunologik di antara karbohidrat streptokokus dan glikoprotein katup, di antara membran protoplasma streptokokus dan jaringan saraf subtalamus serta nuklei kaudatus dan antara hialuronat kapsul dan kartilago artikular. Reaktivitas silang imunologik multiple tersebut dapat menjelaskan keterlibatan organ multiple pada demam reumatik1.
            Peran antibodi sebagai mediator cedera jaringan belum sepenuhnya diterima. Adanya antibodi bereaksi silang yang serupa pada serum pasien tanpa demam reumatik mendorong penelitian mediator imun lain. Data muthakir menunjukkan pada sitotoksitas yang ditengahi oleh sel sebagai mekanisme alternatife untuk cedera jaringan. Penelitian menunjukkan bahwa limfosit darah perifer pasien dengan karditis reumatik akut adalah sitotoksik terhadap sel miokardium yang dibiak in vitro, dan bahwa serum penderita demam reumatik menghapuskan pengaruh sitotoksik tersebut. Ini memberi kesan bahwa antibodi yang bereaksi silang dapat mempunyai pengaruh protektif dalam pejamu tersebut. Sekarang hipotesis yang paling banyak dipercaya adalah bahwa mekanisme imunologik, humoral atau selular, menyebabkan cedera jaringan pada demam reumatik1.

Patologi
            Dasar kelainan patologi demam reumatik ialah reaksi inflamasi eksudatif dan proliferatif jaringan mesenkim. Kelainan yang menetap hanya terjadi pada jantung; organ lain seperti sendi, kulit, pembuluh darah, jaringan otak dan lain-lain dapat terkena tetapi selalu reversibel3. Proses patologis pada demam reumatik melibatkan jaringan ikat atau jaringan kolagen. Meskipun proses penyakit adalah difus dan dapat mempengaruhi kebanyakan jaringan tubuh, manifestasi klinis penyakit terutama terkait dengan keterlibatan jantung, sendi, dan otak.1.
Jantung
Keterlibatan jantung pada demam reumatik dapat mengenai setiap komponen jaringannya. Proses radang selama karditis akut paling sering terbatas pada endokardium dan miokardium, namun pada pasien dengan miokarditis berat, perikardium dapat juga terlibat. Beberapa dengan pada penyakit kolagen lain seperti lupus eritematosus sistematik atau artristis reumatoid juvenil (pada kedua penyakit ini serositas biasanya ditunjukkan oleh perikarditis), pada demam reumatik jarang ditemukan perikaditis tanpa endokarditis atau miokarditis. Perikaditis pada pasien reumatik bisanya menyatakan adanya pankarditis atau perluasan proses radang1.
Penemuan histologis pada karditis reumatik akut tidak selalu spesifik. Tingkat perubahan histologis tidak perlu berkolerasi dengan derajat klinis. Pada stadium awal, bila ada dilatasi jantung, perubahan histologis dapat minimal, walaupun gangguan fungsi jantung mungkin mencolok1.
            Dengan berlanjutnya radang, perubahan eksudatif dan proliferatif menjadi lebih jelas. Stadium ini ditandai dengan perubahan edematosa jaringan, disertai oleh infiltrasi selular yang terdiri dari limfosit dan sel plasma dengan beberapa granulosit. Fibrinoid, bahan granular eusinofil ditemukan tersebar di seluruh jaringan dasar. Bahan ini meliputi serabut kolagen ditambah bahan granular yang berasal dari kolagen yang sedang berdegenerasi dalam campuran fibrin, globulin, dan bahan-bahan lain. Jaringan lain yang terkena oleh proses penyakit, seperti jaringan sendi, dapat menunjukkan fibrinoid; hal ini dapat juga terjadi dalam jaringan yang sembuh pada pasien penyakit kolagen lain1.
            Pembentukan sel Aschoff atau benda Aschoff diuraikan oleh Aschoff pada tahun 1940, menyertai stadium di atas. Lesi patognomonis ini terdiri dari infiltrat perivaskular sel besar dengan inti polimorf dan sitoplasma basofil tersusun dalam roset sekeliling pusat fibrinoid yang avaskular. Beberapa sel mempunyai inti banyak, atau mempunyai ’inti mata burung hantu’ dengan titik-titik dan fibril eksentrik yang menyebar ke membran inti, atau mempunyai susunan kromatin batang dengan tepi gigi gergaji dan nukleus kisi-kisi atau lingkaran yang melilit. Sel-sel yang khas ini disebut monosit Anitschkow1.
            Benda Aschoff dapat ditemukan pada setiap daerah miokardium tetapi paling sering ditemukan dalam jaringan aurikular kiri. Benda Aschoff ditemukan paling sering dalam jaringan miokardium pasien yang sembuh dari miokarditis reumatik subakut atau kronik. Sel Aschoff dapat tampak dalam fase akut; mungkin pasien ini menderita karditis kronik dengan kumat demam reumatik. Jarang sel Aschoff ditemukan dalam jaringan jantung pasien tanpa riwayat demam reumatik1.
            Reaksi radang juga mengenai lapisan endokardium yang mengakibatkan endokarditis. Proses endokarditis tersebut mengenai jaringan katup serta dinding endokardium. Radang jaringan katup menyebabkan manifestasi klinis yang mirip karditis reumatik. Yang paling sering terlibat adalah katup mitral, disusul katup aorta. Katup trikuspid jarang terlibat, dan katup pulmonal jarang sekali terlibat1.    
            Tinjauan etiologi penyakit katup oleh Roberts menunjukkan bahwa etiologi reumatik 70% dari kasus dapat berasal dari penyakit katup mitral murni (isolated) dan hanya 13% dari kasus yang berasal dari penyakit katup aorta murni. Pada pasien yang kedua katupnya (mitral dan aorta) terlibat, kemungkinan etiologi reumatik adalah 97%1.
            Radang awal pada endokarditis dapat menyebabkan terjadinya insufisiensi katup. Penemuan histologis dalam endokarditis terdiri dari edema dan linfiltrasi selular jaringan katup dan korda tendine. Lesi yang khas endokarditis reumatik adalah ’tambalan (patch) MacCallum’, daerah jaringan menebal yang ditemukan dalam atrium kiri, yakni di atas dasar daun katup mitral posterior. Degenerasi hialin pada katup yang terkena akan menyebabkan pembentukan veruka pada tepinya, yang akan menghalangi pendekatan daun-daun katup secara total dan menghalangi penutupan ostium katup. Dengan radang yang menetap, terjadilah fibrosis dan klasifikasi katup. Klasifikasi mikroskopik dapat terjadi pada pasien muda dengan penyakit katup reumatik. Jikalau tidak ada pembalikan proses dan penyembuhan, proses ini akhirnya akan menyebabkan stenosis dan perubahan pengapuran yang kasar, yang terjadi beberapa tahun pascaserangan1.
            Pasien dengan pankarditis, di samping menderita miokarditis juga menderita perikarditis. Eksudat fibrin menutupi permukaan viseral maupun sisi permukaan serosa (serositis), dan cairan serohemoragis yang bervariasi volumenya berada dalam rongga perikardium1.

Organ-organ lain
Ruam kulit mencerminkan terdapatnya vaskulitis yang mendasari, yang mungkin ada pada setiap bagian tubuh dan yang paling sering mengenai pembuluh darah yang lebih kecil. Pembuluh darah ini menunjukkan proliferasi sel endotel. Nodul subkutan jarang ditemukan pada pasien demam reumatik akut; kalaupun ada, nodul ini cenderung ditemukan pada pasien dengan penyakit katup kronik, terutama stenosis mitral. Histologi nodul subkutan terdiri dari nekrosis fibrinoid sentral yang dikelilingi oleh sel-sel epitel dan mononuklear. Lesi histologis tersebut serupa dengan lesi pada benda Ascoff, suatu tanda patologis karditis reumatik1.
Seperti pada perikarditis, patologi artritis pada dasarnya sama, yaitu serositis. Pada artritis reumatik jaringan tulang rawan (kartilago) tidak terlibat, akan tetapi lapisan sinovia menunjukkan terjadinya degenerasi fibrinoid. Patologi nodulus subkutan, yang membentuk penonjolan di atas tonjolan tulang dan permukaan tendo ekstensor, telah diuraikan di atas1.
Vaskulitis, yang merupakan dasar proses patologis eritema marginatum, juga menyebabkan lesi ekstrakardial lain seperti keterlibatan paru dan ginjal yang kadang ditemukan pada demam reumatik akut. Demikian pula, vaskulitis dapat merupakan proses patologis yang berhubungan dengan korea Sydenham (St. Vitus dance). Ganglia basalis dan serebellum adalah tempat perubahan patologis yang sering ditemukan pada pasien dengan gejala korea Sydenham. Perubahan ini terdiri dari perubahan selular dengan infiltrasi perivaskular oleh sel limfosit1. Pada literatur lain menyebutkan kelainan-kelainan pada susunan saraf pusat ini (korteks, ganglia basalis, serebellum) tidak dapat menerangkan terjadinya korea, kelainan tersebut dapat ditemukan pada penderita demam reumatik yang meninggal dan diautopsi tetapi sebelumnya tidak pernah menunjukkan gejala korea3.
B. Gejala Klinis
Demam reumatik merupakan kumpulan sejumlah gejala dan tanda klinik. Demam reumatik merupakan penyakit pada banyak sistem, mengenai terutama jantung, sendi, otak dan jaringan kulit. Tanda dan gejala akut demam reumatik bervariasi tergantung organ yang terlibat dan derajat keterlibatannya. Biasanya gejala-gejala ini berlangsung satu sampai enam minggu setelah infeksi oleh Streptococcus. Gejala klinis pada penyakit jantung reumatik bisa berupa gejala kardiak (jantung) dan non kardiak. Gejalanya antara lain:
  • Manifestasi kardiak dari demam reumatik
    • (infeksi dan peradangan jantung) adalah komplikasi paling serius dan kedua paling umum dari demam reumatik (sekitar 50 %). Pada kasus-kasus yang lebih lanjut, pasien dapat mengeluh sesak nafas, dada terasa tidak nyaman, nyeri dada, edema (bengkak), batuk atau ortopneu (sesak saat berbaring)
    • Pada pemeriksaan fisik, karditis (peradangan pada jantung) umumnya dideteksi dengan ditemukannya bising jantung (gangguan bunyi jantung) atau takikardia (jantung berdetak > 100x/menit) diluar terjadinya demam
    • Manifestasi kardiak lain adalah gagal jantung kongestif dan perikarditis (radang selaput jantung)
    • Pasien dengan diagnosis demam reumatik akut harus dikontrol sesering mungkin karena progresifitas penyakitnya
  • Murmur (bising jantung) baru atau perubahan bunyi murmur. Murmur yang didengar pada demam reumatik akut biasanya disebabkan oleh insufisiensi katup (gangguan katup).
  • Gagal jantung kongestif
    • Gagal jantung dapat terjadi sekunder akibat insufisiensi katup yang berat atau miokarditis (radang pada sel otot jantung)
  • Perikarditis
  • Gejala umum non kardiak dan manifestasi lain dari demam rematik akut antara lain:
    • Poliartritis (peradangan pada banyak sendi) adalah gejala umum dan merupakan manifestasi awal dari demam reumatik (70 – 75 %). Umumnya artritis (radang sendi) dimulai pada sendi-sendi besar di ekstremitas bawah (lutut dan engkel) lalu bermigrasi ke sendi-sendi besar lain di ekstremitas atas atau bawah (siku dan pergelangan tangan). Sendi yang terkena akan terasa sakit, bengkak, terasa hangat, eritem dan pergerakan terbatas. Gejala artritis mencapai puncaknya pada waktu 12 – 24 jam dan bertahan dalam waktu 2 – 6 hari (jarang terjadi lebih dari 3 minggu) dan berespon sangat baik dengan pemberian aspirin. Poliartritis lebih umum dijumpai pada remaja dan orang dewasa muda dibandingkan pada anak-anak.
    • Khorea Sydenham, khorea minor atau St. Vance, dance mengenai hampir 15% penderita demam reumatik. Manifestasi ini mencerminkan keterlibatan sistem syaraf sentral pada proses radang. Penderita dengan khorea ini datang dengan gerakan-gerakan yang tidak terkoordinasi dan tidak bertujuan dan emosi labil. Manifestasi ini lebih nyata bila penderita bangun dan dalam keadaan stres. Penderita tampak selalu gugup dan seringkali menyeringai. Bicaranya tertahan-tahan dan meledak-ledak. Koordinasi otot-otot halus sukar. Tulisan tangannya jelek dan ditandai oleh coretan ke atas yang tidak mantap dengan garis yang ragu-ragu. Pada saat puncak gejalanya tulisannya tidak dapat dibaca sama sekali.
    • Erithema marginatum merupakan ruam yang khas untuk demam reumatik dan jarang ditemukan pada penyakit lain. Karena kekhasannya tanda ini dimasukkan dalam manifestasi minor. Kelainan ini berupa ruam tidak gatal, makuler dengan tepi erithema (kemerahan) yang menjalar dari bagian satu ke bagian lain mengelilingi kulit yang tampak normal, terjadi pada 5% penderita. Gangguan ini berdiameter 2,5 cm dan paling sering ditemukan pada batang tubuh dan tungkai bagian atas, tidak melibatkan muka. Erithema ini timbul sewaktu-waktu selama sakit, meskipun yang tersering adalah pada stadium awal, dan biasanya terjadi hanya pada penderita demam reumatik dengan karditis.
    • Nodul subkutan. Frekuensi manifestasi ini menurun sejak beberapa dekade terakhir, dan kini hanya ditemukan pada penderita penyakit jantung reumatik khronik. Frekuensinya kurang dari 5%, namun pada penjangkitan di Utah nodulus subkutan ditemukan pada sampai 10% penderita. Nodulus (benjolan) ini biasanya terletak pada permukaan sendi, terutama ruas jari, lutut, dan persendian kaki. Kadang-kadangg nodulus ini ditemukan pada kulit kepala dan di atas tulang belakang. Ukurannya bervariasi dari 0,5 sampai dengan 2 cm serta tidak nyeri dan dapat digerakkan secara bebas; biasanya kecil dan menghilang lebih cepat. Kulit yang menutupi tidak pucat atau meradang. Nodulus ini muncul hanya sesudah beberapa minggu sakit dan kebanyakan hanya ditemukan pada penderita dengan karditis.
    • Manifestasi lain dari demam reumatik antara lain nyeri perut, epistaksis (mimisan), demam dengan suhu di atas 39 °C dengan pola yang tidak karakteristik, pneumonia reumatik yang gejalanya mirip dengan pneumonia karena infeksi.
  • Tromboemboli (sumbatan di pembuluh darah) bisa terjadi sebagai komplikasi dari stenosis mitral (gangguan katup).
  • Anemia hemolitik kardiak bisa terjadi akibat pecahnya sel darah merah karena bergesekan dengan katup yang terinfeksi. Peningkatan penghancuran trombosit bisa juga terjadi.
  • Aritmia atrium (gangguan irama jantung) biasanya terjadi karena pembesaran atrium kiri karena gangguan pada katup mitral.


C. Cara mendiagnosis demam rematik akut menurut Jhones
Diagnosis
Didahului dengan faringitis akut sekitar 20 hari sebelumnya, yang merupakan periode laten (asimtomatik), rata-rata onset sekitar 3 minggu sebelum
timbul gejala.
Diagnosis berdasarkan Kriteria Jones (Revisi 1992). Ditegakkan bila ditemukan 2 kriteria mayor, atau 1 kriteria mayor + 2 kriteria minor, ditambah dengan bukti infeksi streptokokus Grup A tenggorok positif + peningkatan titer antibodi streptokokus.

Kriteria Jones (1965) digunakan untuk membuat diagnosis demam reumatik.
Kriteria Mayor*
Kriteria Minor
Karditis
Poliartritis migrans
Eritema marginatum
Khorea
Nodulus Subkutan
Demam
Artralgia
Kenaikan reaktan fase akut (LED, PCR)
Interval P-R memanjang pada EKG
Plus
Bukti adanya infeksi streptococcus grup A sebelumnya
* Dua kriteria mayor atau satu criteria mayor dan dua kriteria minor plus bukti adanya infeksi streptococcus sebelumnya, dan sangat mungkin menunjukkan demam reumatik.

Klasifikasi derajat penyakit (berhubungan dengan tatalaksana)
1. Artritis tanpa karditis
2. Artritis + karditis, tanpa kardiomegali
3. Artritis + kardiomegali
4. Artritis + kardiomegali + gagal jantung

a. Kriteria Mayor
1. Karditis
Karditis adalah satu-satunya sisa demam reumatik akut yang mengakibatkan perubahan kronik. Karditis berupa peradangan aktif endokardium, miokardium, dan perikardium. Bila mengenai ketiga-tiganya disebut pankarditis. Gejala dini karditis adalah pucat, lesu, dan cepat lelah. Karditis merupakan gejala mayor terpenting karena karditis akan meninggalkan gejala sisa berupa kerusakan katup jantung (dapat sembuh sempurna tetapi meninggalkan kelainan katup yang menetap). Karditis demam reumatik mungkin ringan atau amat berat, menyebabkan gagal jantung yang berlarut-larut. Penderita ini biasanya mengalami keterlibatan miokardium dan insufisiensi katup yang berarti. Karditis terjadi pada 40-80% penderita demam reumatik.
Gejala Karditis :
a) Bunyi jantung pertama yang melemah dan terdengar irama derap
b) Terdengarnya bising sistolik apikal, bising mid-diastolik (keduanya disebut bising Carey Coombs).
c) Kardiomegali yang diketahui dari pemeriksaan fisik maupun foto polos dada.
d) Perikarditis dengan keluhan nyeri dada, didapatkannya friction rub. Ada efusi perikardium dapat diketahui dari EKG, foto dada dan ekokardiogram.
e) Adanya gagal jantung kongestif tanpa sebab lain.
f) Gambaran EKG pada DR/PJR dapat menunjukkan berbagai kelainan sesuai dengan kelainan jantungnya. Tetapi tidak jarang mula-mula EKG normal, baru terlihat kelainan setelah diulang, Pemeriksaan foto rontgen dada membantu dalam menegakkan diagnosis.
2. Poliartritis migrans
Berupa peradangan sendi lebih dari satu, bersama-sama atau berganti-gantian dan berpindah-pindah. Terutama menyerang sendi besar; siku, lutut, pergelangan kaki, dan pergelangan tangan dengan tanda-tanda radang (bengkak, merah, panas sekitar sendi, nyeri dan terjadi gangguan fungsi). Rasa nyeri begitu hebat sampai jika tersentuh sedikit, pasien tidak tahan. Poliartritis tidak menyebabkan penyakit sendi kronis. Sesudah diberikan antiradang, artritis mungkin hilang dalam 12-24 jam. Jika tidak diobati, artritis dapat menetap selama seminggu atau lebih. Derajat artritis tidak ada hubungan dengan beratnya karditis.
3. Khorea Sydenham
Khorea sydenham atau korea minor atau St Vitus` dance suatu bagian unik sindrom demam reumatik, terjadi jauh lebih lambat daripada manifestasi lain. Periode laten pasca-faringitis streptococcus dapat selama beberapa bulan, dan gerakan sering amat sukar utnuk dideteksi pada permulaannya. Khorea merupakan gerakan cepat, bilateral, tidak terkendali, dan tanpa tujuan. Sering disertai kelemahan otot. Hal ini sering dijumpai pada anak wanita sebelum masa pubertas. Korea dapat terjadi pada stadium aktif maupun stadium inaktif dan 5% kasus DR merupakan gejala tunggal. Dapat ditemukan berkali-kali pada satu anak tanpa manifestasi lainnya.
Gambaran klinis khorea :
a) Gerakan-gerakan tidak terkendali pada ekstrimitas, muka dan kerangka tubuh. Gerakan hanya dapat diatasi sementara, dapat dibangkitkan atau diperhebat oleh emosi dan menghilang pada waktu tidur. Indikasi pertama anak sering menjatuhkan barang atau tulisan mendadak menjadi buruk. Gerakan terasa khas jika berjabatan tangan. Dapat terjadi gangguan bicara atau gerakan-gerakan otot muka yang disebut society smile. Jika lidah dijulurkan akan terlihat tremor. Terdapat kelainan refleks patela, jika diketuk dan terjadi pada saat bersamaan dengan gerakan khorea, tungkai perlahan-lahan kembali ke posisi semula.
b) Hipotonia akibat kelemahan otot
Terlihat khas dengan tangan yang lurus sedangkan pergelangan tangan sedikit fleksi dan sendi metakarpofalangeal dalam hiperekstensi. Jika hipotonia hebat anak tidak dapat berdiri.
c) Inkoordinasi gerakan dapat terlihat jelas atau samar-samar, dapat dilihat jika anak disuruh mengambil uang logam yang dijatuhkan, maka akan mengalami kesulitan.
d) Gangguan emosi hampir selalu ada bahkan merupakan gejala dini. Anak menjadi murung,mudah tersinggung, kelihatan bingung.
4. Eritema Marginatum
Ruam unik yang ditemukan pada penderita demam reumatik merupakan manifestasi mayor lain yang sukar didiagnosis. Eritema ini sangat jarang terjadi. Walaupun pada awal penyakit eritema ini mungkin nampak sebagai makula merah muda non-spesifik yang biasanya ditemukan pada badan, berbentuk cincin pucat di tengahnya, pinggirnya berbatas tegas, tidak gatal tanpa indurasi, berpindah-pindah terutama di dada dan ekstrimitas (tidak pernah dimuka). Sering terjadi pada wanita dengan karditis kronis.
5. Nodulus Subkutan
Berupa benjolan kecil yang terletak di bawah kulit, tidak keras dan tidak terasa sakit, mudah digerakkan, berukuran 3-10 mm. Umumnya terdapat pada daerah ekstensor persendian terutam di siku, lutut, pergelangan tangan dan kaki, daerah oksipital dan di atas prosesus spinosus vertebra torakilis dan lumbalis. Nodul ini timbul beberapa minggu setelah serangan akut demam reumatik. Dengan steroid nodul subkutan cepat menghilangkan. Nodul subkutan sering dianggap sebagai tanda prognosis yang buruk karena sering disertai karditis berat.
b. Kriteria Minor
Manifestasi minor jauh kurang spesifik tetapi diperlukan untuk memperkuat diagnosis demam reumatik. Kriteria minor ini meliputi :
1. Demam
Demam mungkin ada, biasanya tidak lebih tinggi dari 101° F atau 102°F. Demam yang tinggi memerlukan evaluasi ulang yang teliti dan pertimbangan lain.
2. Artralgia
Artralgia muncul jika penderita merasa tidak enak pada sendi ketika tidak ada tanda-tanda objektif (misalnya nyeri, merah, hangat) pada pemeriksaan fisik.
3. Reaktan fase akut seperti LED atau protein C-Reaktif
LED dan Protein C-Reaktif mungkin naik. Uji ini mungkin naik untuk masa waktu yang lama (berbulan-bulan) dan digunakan sebagai pedoman untuk mengubah dosis obat-obat antiinflamasi.
4. Pemajangan interval P-R pada EKG
Ini juga termasuk pada kriteria minor, dan merupakan tanda non spesifik


6. Apa akibat dari demam rematik jantung
Komplikasi 
Komplikasi yang sering terjadi pada Penyakit Jantung Reumatik (PJR) diantaranya adalah gagal jantung, pankarditis (infeksi dan peradangan di seluruh bagian jantung), pneumonitis reumatik (infeksi paru), emboli atau sumbatan pada paru, kelainan katup jantung, dan infark (kematian sel jantung).

Gagal jantung
-          miokard kehilangan fungsinya sehingga terjadi penurunan cardiac output.
-          pada keadaan mitral stenosis, darah sedikit dapat melewati katup yang sempit dari atrium kiri ke ventrikel kiri(restriksi&obstruksi pengisisan ventrikel)àdarah banyak terkumpul di atrium menyebabkan atrium dilatasi dan hipertrofi. Tekanan di atrium meningkat sehingga ia bergerak pasif menyebabkan tekanan di pulmo meningkatàedema pulmonalàdispnea,orthopnea dan PND
-          apabila terjadi regurgitasi mitral, darah yang mengalir ke ventrikel kiri balik lagi ke atrium kiri. Pada masa yang sama, atrium kiri turut menerima darah dari v.pulmonalisà banyak darah dari atrium akan masuk ke ventrikel kiriàkerja ventrikel bertambahàhipertrofi ventrikel kiri.
-          oleh karena ventrikel gagal berfungsi dengan baik untuk memompa darah ke aorta, darah kurang melewati aorta untuk ke seluruh tubuhàperfusi ke jaringan berkurangà darah ke organ berkurang, fungsi organ berkurang (otakàilang keseimbangan, ginjalàanemia)
-          EKG:  QRS melebar dan meninggi (hipertrofi ventrikel kiri)
-          foto toraks: CTR meningkat(normal < 50%), jantung bergeser ke lateral kaudal(gagal jantung kiri), aorta mengecil (darah <lewat), cornus pulmo melebar(A.pulmonalis dilatasi)

7. Perbedaan bising jantung yaitu desah sistol dan diastol
Bising Jantung (cardiac murmur)
Disebabkan :
- aliran darah bertambah cepat
- penyempitan di daerah katup atau pembuluh darah
- getaran dalam aliran darah oleh pembuluh yang tidak rata
- aliran darah dari ruangan yang sempit ke ruangan yang besar
- aliran darah dari ruangan yang besar ke ruangan yang sempit.

Hal-hal yang harus diperhatikan bila terdengar bising ;
1. Lokalisasi Bising
Tiap-tiap bising mempunyai lokalisasi tertentu, dimana bising itu terdengar paling keras (punctum maximum). Dengan menetukan punctum maximum dan penyebaran bising, maka dapat diduga asal bising itu :
- punctum maximum di apeks cordis, berasal dari katup mitral
- punctum maximum di sela iga 2 kiri, berasal dari katup pulmonal
- punctum maximum di sela iga 2 kanan, berasal dari katup aorta
- punctum maximum pada batas sternum kiri, berasal dari ASD atau VSD.

2. Penjalaran Bising
Bising jantung masih terdengar di daerah yang berdekatan dengan lokasi dimana bising itu terdengar maksimal, ke suatu arah tertentu, misalnya :
- Bising dari stenosa aorta menjalar ke daerah carotis
- Bising insufiensi aorta menjalar ke daerah batas sternum kiri.
- Bising dari insufisiensi mitral menjalar ke aksilia, punggung dan ke seluruh precordium.
- Bising dari stenosis mitral tidak menjalar atau hanya terbatas kesekitarnya.

3. Intensitas Bising
Levine membagi intensitas bising jantung dalam 6 tingkatan :
Tingkat I : bising yang sangat lemah, hanya terdengar dengan
konsentrasi.
Tingkat II : bising lemah, namun dapat terdengar segera waktu
auskultasi.
Tingkat III : sedang, intensitasnya antara tingkat II dan tingkat IV.
Tingkat IV : bising sangat keras, sehingga terdengar meskipun stetoskp
belum menempel di dinding dada.

4. Jenis dari Bising
Jenis bising tergantung pada dase bising timbul :
Bising Sistole, terdengar dalam fase sistole (antara bunyi jantung 1 dan bunyi jantung 2)
Dikenal 2 macam bising sistole :
- Bising sistole tipe ejection, timbul akibat aliran darah yang dipompakan melalui bagian yang menyempit dan mengisi sebagian fase sistole. Didapatkanpada stenosis aorta, punctum maximum di daerah aorta.
- Bising sistole tipe pansistole, timbul sebagai akibat aliran balik yang melalui bagian jantung yang masih terbuka dan mengisi seluruh fase systole. Misalnya pada insufisiensi mitral.

Bising Diastole, terdengar dalam fase diastole (antara bunyi jantung 2 dan bunyi jantung 1), dikenal antara lain :
- Mid-diastole, terdengar pada pertengahan fase diastole misalnya pada stenosis mitral.
- Early diastole, terdengar segara setelah bunyi jantung ke 2. misalnya pada insufisiensi sorta.
- Pre-sistole, yang terdengar pada akhir fase diastole, tepat sebelum bunyi jantung 1, misalnya pada stenosis mitral. Bising sistole dan diastole, terdengar secara kontinyu baik waktu sistole maupun diastole. Misalnya pda PDA

5. Apakah Bising Fisiologis atau Patologis
Bising fisiologis (fungsionil), perlu dibedakan dengan bising patalogis.
Beberapa sifat bising fungsionil :
- Jenis bising selalu sistole
- Intensitas bising lemah, tingkat I-II dan pendek,
- Pada umumnya terdengar paling keras pada daerah pulmonal, terutama pada psisi telungkup dan ekspirasi penuh.
- Dipengaruhi oleh perubahan posisi.
Dengan demikian bising diastole, selalu merupakan bising patalogis, sedang bising sistole, dapat merupakan merupakan bising patalogis atau hanya fungsionil.

Bising fungsionil dijumpai pada beberapa keadaan :
- demam
- anemia
- kehamilan
- kecemasan
- hipertiroidi
- beri-beri
- atherosclerosis.

6. Kualitas dari BIsing
Apakah bising yang terdengar itu bertambahkeras (crescendo) atau bertambah lemah (descrescendo). Apakah bersifat meniup (blowing) atau menggenderang (rumbling).

Gerakan Pericard
Gesekan pericard merupakan gesekan yang timbul akibat gesekan antara pericard visceral dan parietal yang keduanya menebal atau permukaannya kasar akibat proses peradangan (pericarditis fibrinosa). Gesekan ini terdengar pada waktu sistole dan diastole dari jantung, namun kadang-kadang hanya terdengar waktu sistole saja. Gesekan pericard kadang-kadang hanya terdengar pada satu saat saja (beberapa jam) dan kemudian menghllang.
Gesekan pericard sering terdengar pada sela iga 4-5 kiri, di tepi daerah sternum. Sering dikacaukan dengan bising jantung.


8. Kapan pasien dirujuk
Pelayanan Rujukan         :
Untuk pasien yang tidak mampu ditangani di Puskasmas diberikan surat rujukan ke RSU dengan menggunakan blangko surat rujukan yang tersedia sesuai jenis pasien ( pasien umum, ASKES, JPK-MM ).
Petugas / dokter melakukan rujukan pasien ( bila ada indikasi ) ke            :
1.       Laboratorium
2.       Ruang Pelayanan Gilut
3.       KIA
4.       KB
5.       RSU.


9. Apa tindakan Profilaksis pada pasien yang pernah menderita demam rematik
Pencegahan DR berulang, memerlukan antibiotik profilaksis secara terus ± menerus. Antibiotik profilaksis direkomendasikan untuk diberikan pada pasien dengan riwayat DR (termasuk yang memiliki manifestasi chorea Sydenhaim) maupun yang terbukti menderita penyakit jantung rematik. Antibiotik profilaksis harus dimulai segera setelah pasien terdiagnosa demam rematik akut maupun penyakit jantung rematik .

Durasi profilaksis tergantung pada apakah sisa kerusakan jantung (penyakit katup) hadir atau tidak ada.  Pasien yang telah karditis rematik, dengan atau tanpa penyakit katup, berada pada risiko yang relatif tinggi untuk kambuh dari karditis dan kemungkinan untuk mempertahankan keterlibatan jantung semakin parah dengan kekambuhan masing-masing. Oleh karena itu, pasien yang memiliki karditis rematik harus menerima profilaksis jangka panjang antibiotik juga menjadi dewasa dan mungkin untuk kehidupan (Kelas I, LOE C).  Untuk pasien dengan penyakit katup persisten, komite merekomendasikan profilaksis selama 10 tahun setelah episode terakhir dari demam rematik akut atau sampai 40 tahun (mana yang lebih lama). Setelah itu, tingkat keparahan penyakit katup dan potensi pemaparan terhadap GAS harus didiskusikan, dan profilaksis terus (berpotensi seumur hidup) harus dipertimbangkan untuk pasien berisiko tinggi. Profilaksis harus dilanjutkan bahkan setelah operasi katup, termasuk penggantian katup prostetik. Untuk pasien tanpa penyakit katup persisten, profilaksis harus dilanjutkan selama 10 tahun atau sampai pasien adalah 21 tahun, mana yang lebih panjang (Kelas I, LOE C).

10. Klarifikasi Istilah
            1. Compos Mentis
Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang terhadap rangsangan dari lingkungan, tingkat kesadaran dibedakan menjadi :
  1. Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya..
  2. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
  3. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
  4. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.
  5. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri.
  6. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya).
Perubahan tingkat kesadaran dapat diakibatkan dari berbagai faktor, termasuk perubahan dalam lingkungan kimia otak seperti keracunan, kekurangan oksigen karena berkurangnya aliran darah ke otak, dan tekanan berlebihan di dalam rongga tulang kepala.
Adanya defisit tingkat kesadaran memberi kesan adanya hemiparese serebral atau sistem aktivitas reticular mengalami injuri. Penurunan tingkat kesadaran berhubungan dengan peningkatan angka morbiditas (kecacatan) dan mortalitas (kematian).
Jadi sangat penting dalam mengukur status neurologikal dan medis pasien. Tingkat kesadaran ini bisa dijadikan salah satu bagian dari vital sign.
Penyebab Penurunan Kesadaran
Penurunan tingkat kesadaran mengindikasikan difisit fungsi otak. Tingkat kesadaran dapat menurun ketika otak mengalami kekurangan oksigen (hipoksia); kekurangan aliran darah (seperti pada keadaan syok); penyakit metabolic seperti diabetes mellitus (koma ketoasidosis) ; pada keadaan hipo atau hipernatremia ; dehidrasi; asidosis, alkalosis; pengaruh obat-obatan, alkohol, keracunan: hipertermia, hipotermia; peningkatan tekanan intrakranial (karena perdarahan, stroke, tomor otak); infeksi (encephalitis); epilepsi.
Mengukur Tingkat Kesadaran
Salah satu cara untuk mengukur tingkat kesadaran dengan hasil seobjektif mungkin adalah menggunakan GCS (Glasgow Coma Scale). GCS dipakai untuk menentukan derajat cidera kepala. Reflek membuka mata, respon verbal, dan motorik diukur dan hasil pengukuran dijumlahkan jika kurang dari 13, makan dikatakan seseorang mengalami cidera kepala, yang menunjukan adanya penurunan kesadaran.
Metoda lain adalah menggunakan sistem AVPU, dimana pasien diperiksa apakah sadar baik (alert), berespon dengan kata-kata (verbal), hanya berespon jika dirangsang nyeri (pain), atau pasien tidak sadar sehingga tidak berespon baik verbal maupun diberi rangsang nyeri (unresponsive).
Ada metoda lain yang lebih sederhana dan lebih mudah dari GCS dengan hasil yang kurang lebih sama akuratnya, yaitu skala ACDU, pasien diperiksa kesadarannya apakah baik (alertness), bingung / kacau (confusion), mudah tertidur (drowsiness), dan tidak ada respon (unresponsiveness).
            2. Hyperemis
Hiperemis : agak kemerahan
            3. Tonsil T II / TII Hiperemis
Tonsil T II / T II hiperemis yaitu tonsil kiri dan kanan agak membesar dan merah.
T I        : ukuran tonsil normal
TIII       : besar
TIV       : sangat besar mencapai uvula ( anak lidah )
            4. Visiculer
Suara napas adalah suara yang dihasilkan aliran udara yang masuk dan keluar paru pada waktu bernapas. Pada proses pernapasan terjadi pusaran/ eddies dan benturan/ turbulensi pada bronkus dan percabangannya. Getaran dihantarkan melalui lumen dan dinding bronkus. Pusaran dan benturan lebih banyak pada waktu inspirasi/ menarik napas dibanding ekspirasi/ mengeluarkan napas, hal inilah yang menyebabkan perbedaan suara antara inspirasi dan ekspirasi. Suara napas ada 3 macam yaitu suara napas normal/ vesikuler, suara napas campuran/ bronkovesikuler dan suara napas bronkial.  Suara napas vesikuler bernada rendah, terdengar lebih panjang pada fase inspirasi daripada ekspirasi dan kedua fase bersambung/ tidak ada silent gaps. Suara napas bronkial bernada tinggi dengan fase ekspirasi lebih lama daripada inspirasi dan terputus/ silent gaps. Sedangkan kombinasi suara nada tinggi dengan inspirasi dan ekspirasi yang jelas dan tidak ada silent gaps disebut bronkovesikuler/ vesikobronkial.Suara napas vesikuler pada kedua paru normal dapat meningkat pada anak, orang kurus dan latihan jasmani,. Bila salah satu meningkat berarti ada kelainan pada salah satu paru. Suara vesikuler melemah kemungkinan adanya cairan, udara, jaringan padat pada rongga pleura dan keadaan patologi paru. Suara napas bronkial  tidak terdengar pada paru normal, baru terdengar bila paru menjadi padat, misalkan konsolidasi.
           
5. Interphalanx
Falang ( phalanx ) adalah setiap tulang jari tangan atau jari kaki.
Interphalanx : antar ruas dari falang.
6. Desah sistolik grade 3 Mitral
Desah yang terdengar dalam fase sistole (antara bunyi jantung 1 dan bunyi jantung 2) pada ICS % midclavikular kiri ( letak v. Mitral ) dengan intensitas sedang tanpa thrill.
I               :               Intensitas terendah, sering tidak terdengar oleh pemeriksa yang belum berpengalaman
II             :               Intensitas rendah, biasanya dapat didengar oleh pemeriksa yang belum berpengalaman
III            :               Intensitas sedang tanpa thrill
IV            :                Intensitas sedang dengan thrill
V             :                Bising terkuat yang dapat didengar bila stetoskop diletakkan didada. Berkaitan dengan thrill.
VI            :               Intensitas terkuat : dapat didengar sewaktu stetoskop diangkat dari dada. Berkaitan dengan thrill.