Hasil
Learning Objectif
Tutorial
Ilmu Kesehatan Anak
1.
Mengetahui
Gejala dan Tanda Infeksi Tenggorokan
Faringitis
(Radang Tenggorokan)
|
|
DEFINISI
Faringitis adalah suatu peradangan pada tenggorokan
(faring).
|
PENYEBAB
Faringitis bisa disebabkan oleh virus maupun bakteri. Kebanyakan disebabkan oleh virus, termasuk
virus penyebab common cold, flu, adenovirus, mononukleosis atau
HIV.
Bakteri yang menyebabkan faringitis adalah streptokokus grup A,
korinebakterium, arkanobakterium, Neisseria gonorrhoeae atau Chlamydia
pneumoniae.
|
GEJALA
Kenali gejala umum
radang tenggorokan akibat infeksi virus sebagai berikut:
- rasa pedih atau gatal dan kering.
- batuk dan bersin.
- sedikit demam atau tanpa demam.
- suara serak atau parau.
- hidung meler dan adanya cairan di belakang
hidung.
Infeksi bakteri
memang tidak sesering infeksi virus, tetapi dampaknya bisa lebih serius.
Umumnya, radang tenggorokan diakibatkan oleh bakteri jenis streptokokus
sehingga disebut radang streptokokus. Seringkali seseorang menderita infeksi
streptokokus karena tertular orang lain yang telah menderita radang 2-7 hari
sebelumnya. Radang ini ditularkan melalui sekresi hidung atau tenggorokan.
Kenali gejala umum
radang streptokokus berikut:
- tonsil dan kelenjar leher membengkak
- bagian belakang tenggorokan berwarana merah
cerah dengan bercak-bercak putih.
- demam seringkali lebih tinggi dari 38 derajat
celsius dan sering disertai rasa menggigil
- sakit waktu menelan.
Radang streptokokus
memerlukan bantuan dokter karena bila penyebabnya adalah kuman streptokokus
dan tidak mendapat antibiotik yang memadai maka penyakit akan bertambah parah
dan kuman dapat menyerang katup jantung sehingga menimbulkan penyakit Demam
Rhematik.
Faringitis Virus
|
Faringitis Bakteri
|
Biasanya tidak
ditemukan nanah di tenggorokan
|
Sering ditemukan
nanah di tenggorokan
|
Demam ringan atau
tanpa demam
|
Demam ringan
sampai sedang
|
Jumlah sel darah
putih normal atau agak meningkat
|
Jumlah sel darah
putih meningkat ringan sampai sedang
|
Kelenjar getah
bening normal atau sedikit membesar
|
Pembengkakan
ringan sampai sedang pada kelenjar getah bening
|
Tes apus
tenggorokan memberikan hasil negatif
|
Tes apus
tenggorokan memberikan hasil positif untuk strep throat
|
Pada biakan di
laboratorium tidak tumbuh bakteri
|
Bakteri tumbuh
pada biakan di laboratorium
|
|
2.
Menjelaskan
bagaimana bahwa radang tenggorokan oleh bakteri Streptococccus β hemolitikus
grup A cenderung kambuh dan dapat meninggalkan gejala sisa pada katup jantung.
Mekanisme patogenesis yang menimbulkan
perkembangan demam rematik akut belum diketahui secara pasti namun ada dua
teori dasar yang berupaya menjelaskan perkembangan sekuele faringitis
streptokokusus grup A ini, yakni pengaruh toksis yang dihasilkan oleh toksin
ekstra seluler streptococcus grupa A pada organ sasaran seperti miokardium,
katup, sinovium dan otak, dan kelainan respon imun oleh hospes manusia.4,5
Terjadi reaksi imun yang abnormal oleh tubuh
terhadap antigen Streptococcus Beta Hemoliticus Grup A. Strept, tdk bermigrasi dari pharynx ke jantung atau sendi-sendi. Tidak
ada penyebaran kuman diseluruh tubuh. Terdapat immunological cross reaction antara membrane sel streptococcus
dan sarcolemma miokard.
Diperkirakan
terdapat suatu kemiripan antara antigen bakteri dengan sel jantung pada manusia
(antigenic mimicry). Pada penyelidikan ditemukan dua hal 2:
1.
Adanya persamaan
antara kabohidrat dari streptococcus grup A dengan glycoprotein dari katup
jantung.
2.
Terdapat
persamaan molekuler yaitu: streptococcal M.Protein dengan sarcolema* sel
miocard pada manusia.
Dua
teori dasar lainnya untuk menjelaskan terjadinya ARF dan jaringan parut di
target organ terdiri dari 1:
1.
Efek toksik yang
dihasilkan oleh ektrasellular toksin dari Strep. Grup A di target organ seperti
myocardium, valves, synovium, and brain.
2.
Respon imunitas
yang abnormal untuk komponen strep. Grup A. Molecular mimicry dimana respon
imun gagal membedakan epitop (gen) dari strep. Grup A dengan jaringan tertentu
dari penderita (jaringan ikat).
Seseorang yang mengalami demam rematik apabila
tidak ditangani secara adekuat, Maka sangat mungkin sekali mengalami serangan
penyakit jantung rematik. Infeksi oleh kuman Streptococcus Beta Hemolyticus
group A yang menyebabkan seseorang mengalami demam rematik dimana diawali
terjadinya peradangan pada saluran tenggorokan, dikarenakan penatalaksanaan dan
pengobatannya yang kurah terarah menyebabkan racun/toxin dari kuman ini
menyebar melalui sirkulasi darah dan mengakibatkan peradangan katup jantung.
Akibatnya daun-daun katup mengalami perlengketan sehingga menyempit, atau
menebal dan mengkerut sehingga kalau menutup tidak sempurna lagi dan terjadi
kebocoran.
3.
Jelaskan apa itu demam rematik dan DD – nya !
Demam Rematik
Demam reumatik adalah suatu penyakit peradangan autoimun yang mengenai
jaringan konektif jantung, tulang, jaringan subkutan dan pembuluh darah pada
pusat sistem persarafan, sebagai akibat dari infeksi Streptococcus-β
hemolyticus grup A.
Demam reumatik (DR) adalah suatu sindrom klinik akibat infeksi Streptococcus-β
hemolyticus golongan A, dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu
poliartritis migrans akut, karditis, korea minor, nodul subkutan dan eritema
marginatum (Ngastiyah, 2005).
Penyakit jantung reumatik merupakan gejala sisa dari Demam Rematik (DR)
akut yang juga merupakan penyakit peradangan akut yang dapat menyertai
faringitis yang disebabkan oleh Streptococcus beta-hemolyticus grup A.
Penyakit ini cenderung berulang dan dipandang sebagai penyebab penyakit jantung
didapat pada anak dan dewasa muda di seluruh dunia.
Penyakit jantung reumatik adalah sebuah kondisi dimana terjadi kerusakan
permanen dari katup-katup jantung yang disebabkan oleh demam reumatik. Penyakit
jantung reumatik (PJR) merupakan komplikasi yang membahayakan dari demam
reumatik. Katup-katup jantung tersebut rusak karena proses perjalanan penyakit
yang dimulai dengan infeksi tenggorokan yang disebabkan oleh bakteri
Streptococcus β hemoliticus tipe A (contoh: Streptococcus pyogenes), yang bisa
menyebabkan demam reumatik.
Diagnosis
Differensial
§ Arthritis
Rheumatoid
Poliartritis
pada anak-anak dibawah 3 tahun atau lebih sering pada artritis reumatoid,
biasanya terjadi secara bersamaan pada sendi-sendi, simetris, tidak bermigrasi,
kurang berespon terhadap preparat salisil dibandingkan dengan artritis pada DR.
Apabila sakit bertahan lebih dari 1 minggu meskipun sudah diberi salisil +
reumatoid faktor (+) à diagnosis
ke arah artritis reumatoid.
§ Sickel
cell Anemia/ leukemia
Terjadi
pada anak dibawah 6 bulan. Adanya penurunan Hb yang significant (< 7 g/dL).
Leukositosis tanpa adanya tanda-tanda radang. Peradangan pada metatarsal dan
metakarpal. Splenomegali. Pada perjalanan yang kronis à kardiomegali. Diperlukan pemeriksaan
pada sumsum tulang.
§ Artritis
et causa infeksi
Memerlukan
kultur dan gram dari cairan sendi.
§ Karditis
et causa virus
Terutama
disebabkan oleh coxakie B dengan arbovirus dapat menyebabkan miokarditis dengan
tanda-tanda kardiomegali, aritmia dan gagal jantung. Kardiomegali à bising sistolik (MI). Tidak terdapat
murmur. Perikarditis akibat virus harus dibedakan dengan DR karena pada virus
disertai dengan valvulitis.
§ Keadaan
mirip chorea
Multiple
tics à merupakan kebiasaan, berupa
gerakan-gerakan repetitif.
Cerbral
palsy à gerakannya lebih pelan dan lebih
ritmik. Anamnesa: kelumpuhan motorik yang sudah dapat terlihat semenjak awal
bulan. Keterlambatan perkembangan.
Post
ensefalitis à perlu
pemeriksaan lab lebih lanjut, etiologi yang bermacam-macam. Gejala klinis
berupa: kaku kuduk, letargi, sakit kepala, muntah-muntah, photofobia, gangguan
bicara, kejang, dll.
§ Kelainan
kongenital
Kelaninan
kongenital yang tersering pada anak-anak ialah VSD (ventrikel septum defect)
dan ASD (atrium septum defect).
Gambaran
klinis yang mendasari:
-
Adanya kesamaan pada pemeriksaan fisik dimana
didapatkan bising pansistolik murmur dengan punctum maksimum disela iga III-IV
parasternal kiri.
-
Adanya keluhan sesak napas ß akibat gagal jantung
Untuk
menyingkirkan diagnosis banding ini diperlukan anamnesis yang teliti terhadap
tumbuh kembang anak. Biasanya berat badan anak menurun (pada kasus berat) dan
terdeteksi dini anak lebih kecil ( < 1 thn).
|
Demam reumatik
|
Artritis reumatoid
|
Lupus eritomatosus sistemik
|
Umur
|
5-15 tahun
|
5 tahun
|
10 tahun
|
Rasio kelamin
|
sama
|
Wanita 1,5:1
|
Wanita 5:1
|
Kelainan sendi
Sakit
Bengkak
Kelainan Ro
|
Hebat
Non spesifik
Tidak ada
|
sedang
Non spesifik
Sering (lanjut)
|
Biasanya ringan
Non spesifik
Kadang-kadang
|
Kelainan kulit
|
Eritema marginatum
|
Makular
|
Lesi kupu-kupu
|
Karditis
|
ya
|
Jarang
|
Lanjut
|
Laboratorium
Lateks
Aglutinasi sel domba
Sediaa sel LE
|
-
-
|
± 10%
± 10%
± 5%
|
Kadang-kadang
|
Respon terhadap
salisilat
|
cepat
|
Biasanya lambat
|
Lambat / -
|
4. Buatkan Struktur Jantung !
Jantung terletak dalam ruang mediastinum inferius rongga dada, yaitu di
antara paru. Perikardium yang meliputi jantung terdiri dari dua lapisan yaitu :
lapisan dalam (perikardium visceralis) dan lapisan luar (perikardium
paritetalis). Kedua lapisan perikardium ini dipisahkan oleh sedikit cairan
pelumas, yang mengurangi gesekan antara gerakan pemompaan jantung. Perikardium
parietalis melekat ke depan pada strenum, ke belakang pada kolumna vertebralis,
dan ke bawah pada diafragma. Perlekatan ini menyebabkan jantung terletak stabil
tempatnya. Perikardium visceralis melekat secara langsung pada permukaan
jantung. Perikardium
juga melindungi terhadap penyebaran infeksi atau neoplasma dari organ-organ
sekitarnya ke jantung.
Jantung
terdiri dari 3 lapisan. Lapisan terluar (epikardium), lapisan tengah yang
merupakan lapisan otot yang disebut miokardium, sedangkan lapisan terdalam
adalah lapisan endotel yang disebut endokardium.
Jantung Aspectus Anterior [9]
Ruangan jantung bagian atas (atrium) dan pembuluh darah besar (arteri
pulmonalis dan aorta) membentuk dasar jantung (basis cordis). Atrium secara
anatomi terpisah dari ruangan jantung sebelah bawah (ventrikel) oleh suatu
anulus fibrosus (tempat terletaknya keempat katup jantung dan tempat melekatnya
katup maupun otot). Secara fungsional, jantung dibagi menjadi pompa sisi kanan
dan sisi kiri, yang memompa darah vena ke sirkulasi paru, dan darah bersih ke
peredaran sistemik. Pembagian fungsi ini mempermudah konseptualisasi urutan
aliran darah secara anatomi : vena kava, atrium kanan, ventrikel kanan, arteria
plmonalis, vena pulmonalis, atrium kiri, ventrikel kiri, aorta, arteria,
arteriola, kapiler, venula, vena, vena kava.
Jantung memutar ke kiri dengan apeks terangkat ke
depan. Rotasi ini menempatkan bagian kanan jantung ke anterior, di bawah
sternum, dan bagian kiri jantung relatif ke posterior. Apeks jantung dapat
dipalpasi di garis midklavikula pada ruang interkostal keempat atau kelima.
Fisiologi Jantung :
Setiap siklus jantung terdiri
dari urutan peristiwa listrik dan mekanik yang saling terkait. Gelombang
rangsangan listrik yang tersebar dari nodus SA melalui sistem konduksi menuju
miokardium untuk merangsang kontraksi otot. Rangsangan listrik ini disebut depolarisasi,
dan diikuti pemulihan kembali disebut repolarisasi. Respon mekaniknya
adalah sistolik dan diastolik. Sistolik merupakan sepertiga dari
siklus jantung. Aktivitas listrik sel yang dicatat melalui elektrode intrasel
memperlihatkan bentuk khas yang disebut potensial aksi. [11]
Kontraksi miokardium yang berirama dan sinkron menyebabkan darah dipompa
masuk ke dalam sirkulasi paru dan sistemik. Volume darah yang dipompa oleh tiap
ventrikel per menit disebut curah jantung. Curah jantung rata-rata
adalah 5 L/menit. Tetapi, curah jantung bervariasi untuk memenuhi kebutuhan
oksigen dan nutrisi bagi jaringan perifer sesuai ukuran tubuh, yang
diindikatori oleh index jantung (diperoleh dengan membagi curah jantung
dengan luas permukaan tubuh, yaitu sekitar 3 L/menit/m2 permukaan
tubuh. [12]
Secara mikroskopis, dinding
jantung terdiri atas 3 lapisan, yaitu endocardium, miokardium dan lapisan
terakhir epicardium.
Endokardium : Terdapat perbedaan ketebalan antara lapisan
endokardium atrium dan ventrikel, pada atrium endokardiumnya tipis sedang pada
ventrikel tipis. Dari dalam ke luar, lapisan ini terdiri atas lapisan endotel,
subendotel, elastikomuskuler dan subendokardial.
Lapisan endotel
berhubungan dengan endotel pembuluh darah yang masuk keluar jantung, sel
endotel ini adalah sel squamosa berbentuk agak bulat, dapat juga poligonal.
Lapisan subendotel
merupakan lapisan tipis anyaman penyambung jarang yang mengandung serat
kolagen, elastis dan fibroblas.
Lapisan
elastikomuskular terdiri dari anyaman penyambung elastis yang lebih padat dan
otot polos.
Lapisan endokardial
berhubungan dengan miokardium yang terdiri dari anyaman penyambung jarang yang
mengandung vena, saraf dan sel purkinye yang merupakan bagian dari sistem
impuls konduksi jantung. Serat purkinye ini merupakan modifikasi dari serat
otot jantung, memiliki diskus interkalaris, diameternya lebih besar dari otot
jantung, memiliki sedikit miofibril yang letaknya di perifer, sitoplasma
memiliki butir glikogen.
Mikroskopik Endokardium Ventrikel [14]
Endokardium ini meliputi juga permukaan bagian lain
selain atrium dan ventrikel, yaitu :
- Katup
atrioventrikuler
-
M. papillaris, yang meliputi tonjolan dari apeks otot jantung
-
Korda tendinae, terdiri dari serat-serat kolagen yang menghubungkan m.
papillaris dengan katup jantung sehingga katup-katup ini tidak terdorong ke
atrium pada saat ventrikel berkontraksi, hal ini untuk mencegah darah mengalir
kembali ke atrium.
Miokardium
:
Miokardium merupakan bagian paling tebal dari dinding jantung yang terdiri dari
lapisan otot jantung. Atrium tipis dan ventrikel tebal. Ventrikel kanan
<< ventrikel kiri. Terdapat diskus interkalaris (glanz streinfen) :
Fascia adheren dan Gap junction.
Epikardium
: Merupakan lapisan luar jantung yang terdiri dari
jaringan ikat fibroelastis dan mesotel. Epikardium terdiri dari perikardium,
kavum perikard, perikardium viseralis, dan perikardium parietalis.
5. Jelaskan patofisiologi demam
rematik, gejala klinis, dan cara mendiagnosis demam rematik akut menurut Jhones
!
A. Patofisiologi demam rematik
Patogenesis
Meskipun
pengetahuan serta penelitian sudah berkembang pesat, namun mekanisme terjadinya
demam reumatik yang pasti belum diketahui. Pada umumnya para ahli sependapat
bahwa demam reumatik termasuk dalam penyakit autoimun3,4,5.
Streptococcus diketahui dapat menghasilkan tidak kurang dari 20 produk
ekstrasel; yang terpenting diantaranya ialah streptolisin O, streptolisin S, hialuronidase, streptokinase, disfosforidin nukleotidase, deoksiribonuklease
serta streptococcal
erythrogenic toxin. Produk-produk tersebut merangsang timbulnya
antibodi3.
Demam
reumatik diduga merupakan akibat kepekaan tubuh yang berlebihan terhadap
beberapa produk ini. Kaplan mengemukakan hipotesis tentang adanya reaksi silang
antibodi terhadap Streptococcus dengan otot jantung yang mempunyai susunan
antigen mirip antigen streptococcus, hal inilah yang menyebabkan reaksi
autoimun1,3.
ASTO (anti
streptolisin O) merupakan antibodi yang paling dikenal dan paling
sering digunakan untuk indikator terdapatnya infeksi streptococcus. Lebih
kurang 80% penderita demam reumatik/penyakit jantung reumatik akut menunjukkan
kenaikan titer ASTO ini; bila dilakukan pemeriksaan atas 3 antibodi terhadap
Streptococcus, maka pada 95% kasus demam reumatik/penyakit jantung reumatik
didapatkan peninggian atau lebih antibodi terhadap Streptococcus3.
Penelitian menunjukkan bahwa komponen streptokokus yang lain memiliki
reaktivitas bersama dengan jaringan lain. Ini meliputi reaksi silang imunologik
di antara karbohidrat streptokokus dan glikoprotein katup, di antara membran
protoplasma streptokokus dan jaringan saraf subtalamus serta nuklei kaudatus
dan antara hialuronat kapsul dan kartilago artikular. Reaktivitas silang
imunologik multiple tersebut dapat menjelaskan keterlibatan organ multiple pada
demam reumatik1.
Peran antibodi sebagai
mediator cedera jaringan belum sepenuhnya diterima. Adanya antibodi bereaksi
silang yang serupa pada serum pasien tanpa demam reumatik mendorong penelitian
mediator imun lain. Data muthakir menunjukkan pada sitotoksitas yang ditengahi
oleh sel sebagai mekanisme alternatife untuk cedera jaringan. Penelitian
menunjukkan bahwa limfosit darah perifer pasien dengan karditis reumatik akut
adalah sitotoksik terhadap sel miokardium yang dibiak in vitro, dan bahwa serum
penderita demam reumatik menghapuskan pengaruh sitotoksik tersebut. Ini memberi
kesan bahwa antibodi yang bereaksi silang dapat mempunyai pengaruh protektif
dalam pejamu tersebut. Sekarang hipotesis yang paling banyak dipercaya adalah
bahwa mekanisme imunologik, humoral atau selular, menyebabkan cedera jaringan
pada demam reumatik1.
Patologi
Dasar kelainan patologi
demam reumatik ialah reaksi inflamasi eksudatif dan proliferatif jaringan
mesenkim. Kelainan yang menetap hanya terjadi pada jantung; organ lain seperti
sendi, kulit, pembuluh darah, jaringan otak dan lain-lain dapat terkena tetapi
selalu reversibel3. Proses patologis pada demam reumatik melibatkan
jaringan ikat atau jaringan kolagen. Meskipun proses penyakit adalah difus dan
dapat mempengaruhi kebanyakan jaringan tubuh, manifestasi klinis penyakit
terutama terkait dengan keterlibatan jantung, sendi, dan otak.1.
Jantung
Keterlibatan jantung pada demam reumatik dapat mengenai setiap komponen
jaringannya. Proses radang selama karditis akut paling sering terbatas pada
endokardium dan miokardium, namun pada pasien dengan miokarditis berat,
perikardium dapat juga terlibat. Beberapa dengan pada penyakit kolagen lain
seperti lupus eritematosus sistematik atau artristis reumatoid juvenil (pada
kedua penyakit ini serositas biasanya ditunjukkan oleh perikarditis), pada
demam reumatik jarang ditemukan perikaditis tanpa endokarditis atau miokarditis.
Perikaditis pada
pasien reumatik bisanya menyatakan adanya pankarditis atau perluasan proses
radang1.
Penemuan histologis pada karditis reumatik akut tidak selalu spesifik.
Tingkat perubahan histologis tidak perlu berkolerasi dengan derajat klinis.
Pada stadium awal, bila ada dilatasi jantung, perubahan histologis dapat
minimal, walaupun gangguan fungsi jantung mungkin mencolok1.
Dengan
berlanjutnya radang, perubahan eksudatif dan proliferatif menjadi lebih jelas.
Stadium ini ditandai dengan perubahan edematosa jaringan, disertai oleh
infiltrasi selular yang terdiri dari limfosit dan sel plasma dengan beberapa
granulosit. Fibrinoid, bahan granular eusinofil ditemukan tersebar di seluruh
jaringan dasar. Bahan ini meliputi serabut kolagen ditambah bahan granular yang
berasal dari kolagen yang sedang berdegenerasi dalam campuran fibrin, globulin,
dan bahan-bahan lain. Jaringan lain yang terkena oleh proses penyakit, seperti
jaringan sendi, dapat menunjukkan fibrinoid; hal ini dapat juga terjadi dalam
jaringan yang sembuh pada pasien penyakit kolagen lain1.
Pembentukan sel Aschoff atau benda Aschoff diuraikan oleh Aschoff pada tahun
1940, menyertai stadium di atas. Lesi patognomonis ini terdiri dari infiltrat
perivaskular sel besar dengan inti polimorf dan sitoplasma basofil tersusun
dalam roset sekeliling pusat fibrinoid yang avaskular. Beberapa sel mempunyai
inti banyak, atau mempunyai ’inti mata burung hantu’ dengan titik-titik dan
fibril eksentrik yang menyebar ke membran inti, atau mempunyai susunan kromatin
batang dengan tepi gigi gergaji dan nukleus kisi-kisi atau lingkaran yang
melilit. Sel-sel yang khas ini disebut monosit Anitschkow1.
Benda
Aschoff dapat ditemukan pada setiap daerah miokardium tetapi paling sering
ditemukan dalam jaringan aurikular kiri. Benda Aschoff ditemukan paling sering
dalam jaringan miokardium pasien yang sembuh dari miokarditis reumatik subakut
atau kronik. Sel Aschoff dapat tampak dalam fase akut; mungkin pasien ini
menderita karditis kronik dengan kumat demam reumatik. Jarang sel Aschoff
ditemukan dalam jaringan jantung pasien tanpa riwayat demam reumatik1.
Reaksi
radang juga mengenai lapisan endokardium yang mengakibatkan endokarditis.
Proses endokarditis tersebut mengenai jaringan katup serta dinding endokardium.
Radang jaringan katup menyebabkan manifestasi klinis yang mirip karditis
reumatik. Yang paling sering terlibat adalah katup mitral, disusul katup aorta.
Katup trikuspid jarang terlibat, dan katup pulmonal jarang sekali terlibat1.
Tinjauan
etiologi penyakit katup oleh Roberts menunjukkan bahwa etiologi reumatik 70%
dari kasus dapat berasal dari penyakit katup mitral murni (isolated)
dan hanya 13% dari kasus yang berasal dari penyakit katup aorta murni. Pada
pasien yang kedua katupnya (mitral dan aorta) terlibat, kemungkinan etiologi
reumatik adalah 97%1.
Radang
awal pada endokarditis dapat menyebabkan terjadinya insufisiensi katup.
Penemuan histologis dalam endokarditis terdiri dari edema dan linfiltrasi
selular jaringan katup dan korda tendine. Lesi yang khas endokarditis reumatik
adalah ’tambalan (patch) MacCallum’, daerah jaringan menebal yang
ditemukan dalam atrium kiri, yakni di atas dasar daun katup mitral posterior.
Degenerasi hialin pada katup yang terkena akan menyebabkan pembentukan veruka
pada tepinya, yang akan menghalangi pendekatan daun-daun katup secara total dan
menghalangi penutupan ostium katup. Dengan radang yang menetap, terjadilah
fibrosis dan klasifikasi katup. Klasifikasi mikroskopik dapat terjadi pada pasien muda
dengan penyakit katup reumatik. Jikalau tidak ada pembalikan proses dan penyembuhan,
proses ini akhirnya akan menyebabkan stenosis dan perubahan pengapuran yang
kasar, yang terjadi beberapa tahun pascaserangan1.
Pasien
dengan pankarditis, di samping menderita miokarditis juga menderita
perikarditis. Eksudat fibrin menutupi permukaan viseral maupun sisi permukaan
serosa (serositis), dan cairan serohemoragis yang bervariasi volumenya berada
dalam rongga perikardium1.
Organ-organ lain
Ruam kulit mencerminkan terdapatnya vaskulitis yang mendasari, yang mungkin
ada pada setiap bagian tubuh dan yang paling sering mengenai pembuluh darah
yang lebih kecil. Pembuluh darah ini menunjukkan proliferasi sel endotel. Nodul
subkutan jarang ditemukan pada pasien demam reumatik akut; kalaupun ada, nodul
ini cenderung ditemukan pada pasien dengan penyakit katup kronik, terutama
stenosis mitral. Histologi nodul subkutan terdiri dari nekrosis fibrinoid
sentral yang dikelilingi oleh sel-sel epitel dan mononuklear. Lesi histologis
tersebut serupa dengan lesi pada benda Ascoff, suatu tanda patologis karditis
reumatik1.
Seperti pada perikarditis, patologi artritis pada dasarnya sama, yaitu
serositis. Pada artritis reumatik jaringan tulang rawan (kartilago) tidak
terlibat, akan tetapi lapisan sinovia menunjukkan terjadinya degenerasi
fibrinoid. Patologi nodulus subkutan, yang membentuk penonjolan di atas
tonjolan tulang dan permukaan tendo ekstensor, telah diuraikan di atas1.
Vaskulitis, yang merupakan dasar proses patologis eritema marginatum, juga
menyebabkan lesi ekstrakardial lain seperti keterlibatan paru dan ginjal yang
kadang ditemukan pada demam reumatik akut. Demikian pula, vaskulitis dapat
merupakan proses patologis yang berhubungan dengan korea Sydenham (St. Vitus
dance). Ganglia basalis dan serebellum adalah tempat perubahan
patologis yang sering ditemukan pada pasien dengan gejala korea Sydenham.
Perubahan ini terdiri dari perubahan selular dengan infiltrasi perivaskular
oleh sel limfosit1. Pada literatur lain menyebutkan
kelainan-kelainan pada susunan saraf pusat ini (korteks, ganglia basalis,
serebellum) tidak dapat menerangkan terjadinya korea, kelainan tersebut dapat
ditemukan pada penderita demam reumatik yang meninggal dan diautopsi tetapi
sebelumnya tidak pernah menunjukkan gejala korea3.
B. Gejala
Klinis
Demam reumatik
merupakan kumpulan sejumlah gejala dan tanda klinik. Demam reumatik merupakan
penyakit pada banyak sistem, mengenai terutama jantung, sendi, otak dan
jaringan kulit. Tanda dan gejala akut demam reumatik bervariasi tergantung
organ yang terlibat dan derajat keterlibatannya. Biasanya gejala-gejala ini
berlangsung satu sampai enam minggu setelah infeksi oleh Streptococcus.
Gejala klinis pada penyakit jantung reumatik bisa berupa gejala kardiak
(jantung) dan non kardiak. Gejalanya antara lain:
- Manifestasi kardiak dari demam reumatik
- (infeksi dan peradangan jantung) adalah
komplikasi paling serius dan kedua paling umum dari demam reumatik (sekitar
50 %). Pada kasus-kasus yang lebih lanjut, pasien dapat mengeluh sesak
nafas, dada terasa tidak nyaman, nyeri dada, edema (bengkak), batuk atau
ortopneu (sesak saat berbaring)
- Pada pemeriksaan fisik, karditis (peradangan
pada jantung) umumnya dideteksi dengan ditemukannya bising jantung
(gangguan bunyi jantung) atau takikardia (jantung berdetak >
100x/menit) diluar terjadinya demam
- Manifestasi kardiak lain adalah gagal jantung
kongestif dan perikarditis (radang selaput jantung)
- Pasien dengan diagnosis demam reumatik akut
harus dikontrol sesering mungkin karena progresifitas penyakitnya
- Murmur (bising jantung) baru atau perubahan bunyi murmur. Murmur yang
didengar pada demam reumatik akut biasanya disebabkan oleh insufisiensi
katup (gangguan katup).
- Gagal jantung kongestif
- Gagal jantung dapat terjadi sekunder akibat
insufisiensi katup yang berat atau miokarditis (radang pada sel otot
jantung)
- Perikarditis
- Gejala umum non kardiak dan manifestasi lain dari demam rematik akut
antara lain:
- Poliartritis (peradangan
pada banyak sendi) adalah gejala umum dan merupakan manifestasi awal dari
demam reumatik (70 – 75 %). Umumnya artritis (radang sendi) dimulai pada
sendi-sendi besar di ekstremitas bawah (lutut dan engkel) lalu bermigrasi
ke sendi-sendi besar lain di ekstremitas atas atau bawah (siku dan
pergelangan tangan). Sendi yang terkena akan terasa sakit, bengkak,
terasa hangat, eritem dan pergerakan terbatas. Gejala artritis mencapai
puncaknya pada waktu 12 – 24 jam dan bertahan dalam waktu 2 – 6 hari (jarang
terjadi lebih dari 3 minggu) dan berespon sangat baik dengan pemberian
aspirin. Poliartritis lebih umum dijumpai pada remaja dan orang dewasa
muda dibandingkan pada anak-anak.
- Khorea Sydenham, khorea minor atau St. Vance, dance mengenai hampir 15% penderita
demam reumatik. Manifestasi ini mencerminkan keterlibatan sistem syaraf
sentral pada proses radang. Penderita dengan khorea ini datang dengan
gerakan-gerakan yang tidak terkoordinasi dan tidak bertujuan dan emosi
labil. Manifestasi ini lebih nyata bila penderita bangun dan dalam
keadaan stres. Penderita tampak selalu gugup dan seringkali menyeringai.
Bicaranya tertahan-tahan dan meledak-ledak. Koordinasi otot-otot halus
sukar. Tulisan tangannya jelek dan ditandai oleh coretan ke atas yang
tidak mantap dengan garis yang ragu-ragu. Pada saat puncak gejalanya
tulisannya tidak dapat dibaca sama sekali.
- Erithema marginatum merupakan ruam yang khas untuk demam reumatik dan jarang ditemukan
pada penyakit lain. Karena kekhasannya tanda ini dimasukkan dalam manifestasi
minor. Kelainan ini berupa ruam tidak gatal, makuler dengan tepi erithema
(kemerahan) yang menjalar dari bagian satu ke bagian lain mengelilingi
kulit yang tampak normal, terjadi pada 5% penderita. Gangguan ini
berdiameter 2,5 cm dan paling sering ditemukan pada batang tubuh dan
tungkai bagian atas, tidak melibatkan muka. Erithema ini timbul
sewaktu-waktu selama sakit, meskipun yang tersering adalah pada stadium
awal, dan biasanya terjadi hanya pada penderita demam reumatik dengan
karditis.
- Nodul subkutan. Frekuensi manifestasi ini menurun sejak beberapa dekade terakhir,
dan kini hanya ditemukan pada penderita penyakit jantung reumatik
khronik. Frekuensinya kurang dari 5%, namun pada penjangkitan di Utah
nodulus subkutan ditemukan pada sampai 10% penderita. Nodulus (benjolan)
ini biasanya terletak pada permukaan sendi, terutama ruas jari, lutut,
dan persendian kaki. Kadang-kadangg nodulus ini ditemukan pada kulit
kepala dan di atas tulang belakang. Ukurannya bervariasi dari 0,5 sampai
dengan 2 cm serta tidak nyeri dan dapat digerakkan secara bebas; biasanya
kecil dan menghilang lebih cepat. Kulit yang menutupi tidak pucat atau
meradang. Nodulus ini muncul hanya sesudah beberapa minggu sakit dan
kebanyakan hanya ditemukan pada penderita dengan karditis.
- Manifestasi lain dari demam reumatik antara lain
nyeri perut, epistaksis (mimisan), demam dengan suhu di atas 39 °C dengan
pola yang tidak karakteristik, pneumonia reumatik yang gejalanya mirip
dengan pneumonia karena infeksi.
- Tromboemboli (sumbatan di pembuluh darah) bisa terjadi sebagai
komplikasi dari stenosis mitral (gangguan katup).
- Anemia hemolitik kardiak bisa terjadi akibat pecahnya sel darah merah
karena bergesekan dengan katup yang terinfeksi. Peningkatan penghancuran
trombosit bisa juga terjadi.
- Aritmia atrium (gangguan irama jantung) biasanya terjadi karena
pembesaran atrium kiri karena gangguan pada katup mitral.
C. Cara mendiagnosis demam rematik akut menurut Jhones
Diagnosis
Didahului dengan faringitis akut sekitar 20 hari sebelumnya, yang merupakan
periode laten (asimtomatik), rata-rata onset sekitar 3 minggu sebelum
timbul gejala.
Diagnosis berdasarkan Kriteria Jones (Revisi 1992).
Ditegakkan bila ditemukan 2 kriteria mayor, atau 1 kriteria mayor + 2 kriteria
minor, ditambah dengan bukti infeksi streptokokus Grup A tenggorok positif +
peningkatan titer antibodi streptokokus.
Kriteria Jones (1965)
digunakan untuk membuat diagnosis demam reumatik.
Kriteria Mayor*
|
Kriteria Minor
|
Karditis
Poliartritis migrans
Eritema marginatum
Khorea
Nodulus Subkutan
|
Demam
Artralgia
Kenaikan reaktan fase akut (LED, PCR)
Interval P-R memanjang pada EKG
|
Plus
Bukti adanya infeksi streptococcus grup A
sebelumnya
|
* Dua kriteria mayor atau satu
criteria mayor dan dua kriteria minor plus bukti adanya infeksi streptococcus
sebelumnya, dan sangat mungkin menunjukkan demam reumatik.
Klasifikasi
derajat penyakit (berhubungan dengan tatalaksana)
1.
Artritis tanpa karditis
2.
Artritis + karditis, tanpa kardiomegali
3.
Artritis + kardiomegali
4. Artritis +
kardiomegali + gagal jantung
a. Kriteria Mayor
1. Karditis
Karditis adalah satu-satunya
sisa demam reumatik akut yang mengakibatkan perubahan kronik. Karditis berupa
peradangan aktif endokardium, miokardium, dan perikardium. Bila mengenai
ketiga-tiganya disebut pankarditis. Gejala dini karditis adalah pucat, lesu,
dan cepat lelah. Karditis merupakan gejala mayor terpenting karena karditis
akan meninggalkan gejala sisa berupa kerusakan katup jantung (dapat sembuh
sempurna tetapi meninggalkan kelainan katup yang menetap). Karditis demam
reumatik mungkin ringan atau amat berat, menyebabkan gagal jantung yang
berlarut-larut. Penderita ini biasanya mengalami keterlibatan miokardium dan
insufisiensi katup yang berarti. Karditis terjadi pada 40-80% penderita demam
reumatik.
Gejala Karditis :
a) Bunyi jantung pertama yang melemah dan terdengar irama derap
b) Terdengarnya bising sistolik apikal, bising mid-diastolik (keduanya
disebut bising Carey Coombs).
c) Kardiomegali yang diketahui dari pemeriksaan fisik maupun foto polos
dada.
d) Perikarditis dengan keluhan nyeri dada, didapatkannya friction rub.
Ada efusi perikardium dapat diketahui dari EKG, foto dada dan ekokardiogram.
e) Adanya gagal jantung kongestif tanpa sebab lain.
f) Gambaran EKG pada DR/PJR dapat menunjukkan berbagai kelainan sesuai
dengan kelainan jantungnya. Tetapi tidak jarang mula-mula EKG normal, baru
terlihat kelainan setelah diulang, Pemeriksaan foto rontgen dada membantu dalam
menegakkan diagnosis.
2. Poliartritis migrans
Berupa peradangan sendi lebih
dari satu, bersama-sama atau berganti-gantian dan berpindah-pindah. Terutama
menyerang sendi besar; siku, lutut, pergelangan kaki, dan pergelangan tangan
dengan tanda-tanda radang (bengkak, merah, panas sekitar sendi, nyeri dan
terjadi gangguan fungsi). Rasa nyeri begitu hebat sampai jika tersentuh
sedikit, pasien tidak tahan. Poliartritis tidak menyebabkan penyakit sendi
kronis. Sesudah diberikan antiradang, artritis mungkin hilang dalam 12-24 jam.
Jika tidak diobati, artritis dapat menetap selama seminggu atau lebih. Derajat
artritis tidak ada hubungan dengan beratnya karditis.
3. Khorea Sydenham
Khorea sydenham atau korea
minor atau St Vitus` dance suatu bagian unik sindrom demam reumatik,
terjadi jauh lebih lambat daripada manifestasi lain. Periode laten pasca-faringitis
streptococcus dapat selama beberapa bulan, dan gerakan sering amat sukar utnuk
dideteksi pada permulaannya. Khorea merupakan gerakan cepat, bilateral, tidak
terkendali, dan tanpa tujuan. Sering disertai kelemahan otot. Hal ini sering
dijumpai pada anak wanita sebelum masa pubertas. Korea dapat terjadi pada
stadium aktif maupun stadium inaktif dan 5% kasus DR merupakan gejala tunggal.
Dapat ditemukan berkali-kali pada satu anak tanpa manifestasi lainnya.
Gambaran klinis khorea :
a) Gerakan-gerakan tidak terkendali pada ekstrimitas, muka dan kerangka
tubuh. Gerakan hanya dapat diatasi sementara, dapat dibangkitkan atau
diperhebat oleh emosi dan menghilang pada waktu tidur. Indikasi pertama anak
sering menjatuhkan barang atau tulisan mendadak menjadi buruk. Gerakan terasa
khas jika berjabatan tangan. Dapat terjadi gangguan bicara atau gerakan-gerakan
otot muka yang disebut society smile. Jika lidah dijulurkan akan
terlihat tremor. Terdapat kelainan refleks patela, jika diketuk dan terjadi
pada saat bersamaan dengan gerakan khorea, tungkai perlahan-lahan kembali ke
posisi semula.
b) Hipotonia akibat kelemahan otot
Terlihat khas dengan tangan
yang lurus sedangkan pergelangan tangan sedikit fleksi dan sendi
metakarpofalangeal dalam hiperekstensi. Jika hipotonia hebat anak tidak dapat
berdiri.
c) Inkoordinasi gerakan dapat terlihat jelas atau samar-samar, dapat
dilihat jika anak disuruh mengambil uang logam yang dijatuhkan, maka akan
mengalami kesulitan.
d) Gangguan emosi hampir selalu ada bahkan merupakan gejala dini. Anak
menjadi murung,mudah tersinggung, kelihatan bingung.
4. Eritema Marginatum
Ruam unik yang ditemukan pada
penderita demam reumatik merupakan manifestasi mayor lain yang sukar
didiagnosis. Eritema ini sangat jarang terjadi. Walaupun pada awal penyakit
eritema ini mungkin nampak sebagai makula merah muda non-spesifik yang biasanya
ditemukan pada badan, berbentuk cincin pucat di tengahnya, pinggirnya berbatas
tegas, tidak gatal tanpa indurasi, berpindah-pindah terutama di dada dan
ekstrimitas (tidak pernah dimuka). Sering terjadi pada wanita dengan karditis
kronis.
5. Nodulus Subkutan
Berupa benjolan kecil yang
terletak di bawah kulit, tidak keras dan tidak terasa sakit, mudah digerakkan,
berukuran 3-10 mm. Umumnya terdapat pada daerah ekstensor persendian terutam di
siku, lutut, pergelangan tangan dan kaki, daerah oksipital dan di atas prosesus
spinosus vertebra torakilis dan lumbalis. Nodul ini timbul beberapa minggu
setelah serangan akut demam reumatik. Dengan steroid nodul subkutan cepat menghilangkan.
Nodul subkutan sering dianggap sebagai tanda prognosis yang buruk karena sering
disertai karditis berat.
b. Kriteria Minor
Manifestasi minor jauh kurang
spesifik tetapi diperlukan untuk memperkuat diagnosis demam reumatik. Kriteria
minor ini meliputi :
1. Demam
Demam mungkin ada, biasanya
tidak lebih tinggi dari 101° F atau 102°F. Demam yang tinggi memerlukan
evaluasi ulang yang teliti dan pertimbangan lain.
2. Artralgia
Artralgia muncul jika
penderita merasa tidak enak pada sendi ketika tidak ada tanda-tanda objektif
(misalnya nyeri, merah, hangat) pada pemeriksaan fisik.
3. Reaktan fase akut seperti LED atau protein C-Reaktif
LED dan Protein C-Reaktif
mungkin naik. Uji ini mungkin naik untuk masa waktu yang lama (berbulan-bulan)
dan digunakan sebagai pedoman untuk mengubah dosis obat-obat antiinflamasi.
4. Pemajangan interval P-R pada EKG
Ini juga termasuk pada
kriteria minor, dan merupakan tanda non spesifik
6.
Apa akibat dari demam rematik jantung
Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada Penyakit
Jantung Reumatik (PJR) diantaranya adalah gagal jantung, pankarditis (infeksi
dan peradangan di seluruh bagian jantung), pneumonitis reumatik (infeksi paru),
emboli atau sumbatan pada paru, kelainan katup jantung, dan infark (kematian
sel jantung).
Gagal jantung
-
miokard kehilangan fungsinya sehingga terjadi
penurunan cardiac output.
-
pada keadaan
mitral stenosis, darah sedikit dapat melewati katup yang sempit dari atrium
kiri ke ventrikel kiri(restriksi&obstruksi pengisisan ventrikel)àdarah banyak terkumpul di atrium menyebabkan atrium
dilatasi dan hipertrofi. Tekanan di atrium meningkat sehingga ia bergerak pasif
menyebabkan tekanan di pulmo meningkatàedema pulmonalàdispnea,orthopnea dan
PND
-
apabila
terjadi regurgitasi mitral, darah yang mengalir ke ventrikel kiri balik lagi ke
atrium kiri. Pada masa yang sama, atrium kiri turut menerima darah dari
v.pulmonalisà banyak darah dari atrium akan masuk ke ventrikel kiriàkerja ventrikel bertambahàhipertrofi ventrikel kiri.
-
oleh karena
ventrikel gagal berfungsi dengan baik untuk memompa darah ke aorta, darah
kurang melewati aorta untuk ke seluruh tubuhàperfusi ke jaringan berkurangà darah ke organ berkurang, fungsi organ berkurang
(otakàilang keseimbangan, ginjalàanemia)
-
EKG: QRS melebar dan meninggi (hipertrofi
ventrikel kiri)
-
foto toraks:
CTR meningkat(normal < 50%), jantung bergeser ke lateral kaudal(gagal
jantung kiri), aorta mengecil (darah <lewat), cornus pulmo
melebar(A.pulmonalis dilatasi)
7.
Perbedaan bising jantung yaitu desah sistol dan diastol
Bising
Jantung (cardiac murmur)
Disebabkan :
- aliran darah bertambah cepat
- penyempitan di daerah katup atau pembuluh darah
- getaran dalam aliran darah oleh pembuluh yang tidak rata
- aliran darah dari ruangan yang sempit ke ruangan yang besar
- aliran darah dari ruangan yang besar ke ruangan yang sempit.
Hal-hal yang
harus diperhatikan bila terdengar bising ;
1. Lokalisasi Bising
Tiap-tiap bising mempunyai lokalisasi tertentu, dimana bising itu terdengar
paling keras (punctum maximum). Dengan menetukan punctum maximum dan penyebaran
bising, maka dapat diduga asal bising itu :
- punctum maximum di apeks cordis, berasal dari katup mitral
- punctum maximum di sela iga 2 kiri, berasal dari katup pulmonal
- punctum maximum di sela iga 2 kanan, berasal dari katup aorta
- punctum maximum pada batas sternum kiri, berasal dari ASD atau VSD.
2. Penjalaran
Bising
Bising jantung masih terdengar di daerah yang berdekatan dengan lokasi dimana
bising itu terdengar maksimal, ke suatu arah tertentu, misalnya :
- Bising dari stenosa aorta menjalar ke daerah carotis
- Bising insufiensi aorta menjalar ke daerah batas sternum kiri.
- Bising dari insufisiensi mitral menjalar ke aksilia, punggung dan ke seluruh
precordium.
- Bising dari stenosis mitral tidak menjalar atau hanya terbatas kesekitarnya.
3. Intensitas
Bising
Levine membagi intensitas bising jantung dalam 6 tingkatan :
Tingkat I : bising yang sangat lemah, hanya terdengar dengan
konsentrasi.
Tingkat II : bising lemah, namun dapat terdengar segera waktu
auskultasi.
Tingkat III : sedang, intensitasnya antara tingkat II dan tingkat IV.
Tingkat IV : bising sangat keras, sehingga terdengar meskipun stetoskp
belum menempel di dinding dada.
4. Jenis dari
Bising
Jenis bising tergantung pada dase bising timbul :
Bising Sistole, terdengar dalam fase sistole (antara bunyi jantung 1 dan bunyi
jantung 2)
Dikenal 2 macam bising sistole :
- Bising sistole tipe ejection, timbul akibat aliran darah yang dipompakan
melalui bagian yang menyempit dan mengisi sebagian fase sistole. Didapatkanpada
stenosis aorta, punctum maximum di daerah aorta.
- Bising sistole tipe pansistole, timbul sebagai akibat aliran balik yang
melalui bagian jantung yang masih terbuka dan mengisi seluruh fase systole.
Misalnya pada insufisiensi mitral.
Bising Diastole,
terdengar dalam fase diastole (antara bunyi jantung 2 dan bunyi jantung 1),
dikenal antara lain :
- Mid-diastole, terdengar pada pertengahan fase diastole misalnya pada stenosis
mitral.
- Early diastole, terdengar segara setelah bunyi jantung ke 2. misalnya pada
insufisiensi sorta.
- Pre-sistole, yang terdengar pada akhir fase diastole, tepat sebelum bunyi
jantung 1, misalnya pada stenosis mitral. Bising sistole dan diastole,
terdengar secara kontinyu baik waktu sistole maupun diastole. Misalnya pda PDA
5. Apakah
Bising Fisiologis atau Patologis
Bising fisiologis (fungsionil), perlu dibedakan dengan bising patalogis.
Beberapa sifat bising fungsionil :
- Jenis bising selalu sistole
- Intensitas bising lemah, tingkat I-II dan pendek,
- Pada umumnya terdengar paling keras pada daerah pulmonal, terutama pada psisi
telungkup dan ekspirasi penuh.
- Dipengaruhi oleh perubahan posisi.
Dengan demikian bising diastole, selalu merupakan bising patalogis, sedang
bising sistole, dapat merupakan merupakan bising patalogis atau hanya
fungsionil.
Bising
fungsionil dijumpai pada beberapa keadaan :
- demam
- anemia
- kehamilan
- kecemasan
- hipertiroidi
- beri-beri
- atherosclerosis.
6. Kualitas
dari BIsing
Apakah bising yang terdengar itu bertambahkeras (crescendo) atau bertambah
lemah (descrescendo). Apakah bersifat meniup (blowing) atau menggenderang
(rumbling).
Gerakan
Pericard
Gesekan pericard merupakan gesekan yang timbul akibat gesekan antara pericard
visceral dan parietal yang keduanya menebal atau permukaannya kasar akibat
proses peradangan (pericarditis fibrinosa). Gesekan ini terdengar pada waktu
sistole dan diastole dari jantung, namun kadang-kadang hanya terdengar waktu
sistole saja. Gesekan pericard kadang-kadang hanya terdengar pada satu saat
saja (beberapa jam) dan kemudian menghllang.
Gesekan pericard sering terdengar pada sela iga 4-5 kiri, di tepi daerah
sternum. Sering dikacaukan dengan bising jantung.
8.
Kapan pasien dirujuk
Pelayanan Rujukan :
Untuk pasien yang
tidak mampu ditangani di Puskasmas diberikan surat rujukan ke RSU dengan
menggunakan blangko surat rujukan yang tersedia sesuai jenis pasien ( pasien
umum, ASKES, JPK-MM ).
Petugas / dokter melakukan rujukan pasien (
bila ada indikasi ) ke :
1.
Laboratorium
2.
Ruang Pelayanan Gilut
3.
KIA
4.
KB
5.
RSU.
9.
Apa tindakan Profilaksis pada pasien yang pernah menderita demam rematik
Pencegahan DR berulang, memerlukan antibiotik
profilaksis secara terus ± menerus. Antibiotik profilaksis direkomendasikan
untuk diberikan pada pasien dengan riwayat DR (termasuk yang memiliki manifestasi
chorea Sydenhaim) maupun yang terbukti menderita penyakit jantung rematik. Antibiotik profilaksis harus
dimulai segera setelah pasien terdiagnosa demam rematik akut maupun penyakit
jantung rematik .
Durasi profilaksis
tergantung pada apakah sisa kerusakan jantung (penyakit katup) hadir atau tidak
ada.
Pasien yang telah karditis rematik, dengan atau tanpa penyakit katup, berada
pada risiko yang relatif tinggi untuk kambuh dari karditis dan kemungkinan
untuk mempertahankan keterlibatan jantung semakin parah dengan kekambuhan
masing-masing. Oleh karena itu, pasien yang memiliki karditis
rematik harus menerima profilaksis jangka panjang antibiotik juga menjadi
dewasa dan mungkin untuk kehidupan (Kelas I, LOE C). Untuk
pasien dengan penyakit katup persisten, komite merekomendasikan profilaksis
selama 10 tahun setelah episode terakhir dari demam rematik akut atau sampai 40
tahun (mana yang lebih lama). Setelah itu, tingkat keparahan
penyakit katup dan potensi pemaparan terhadap GAS harus didiskusikan, dan
profilaksis terus (berpotensi seumur hidup) harus dipertimbangkan untuk pasien
berisiko tinggi. Profilaksis
harus dilanjutkan bahkan setelah operasi katup, termasuk penggantian katup
prostetik. Untuk pasien tanpa penyakit katup persisten,
profilaksis harus dilanjutkan selama 10 tahun atau sampai pasien adalah 21
tahun, mana yang lebih panjang (Kelas I, LOE C).
10.
Klarifikasi Istilah
1. Compos Mentis
Tingkat kesadaran
adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang terhadap rangsangan dari
lingkungan, tingkat kesadaran dibedakan menjadi :
- Compos Mentis (conscious),
yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan
tentang keadaan sekelilingnya..
- Apatis, yaitu keadaan
kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh
tak acuh.
- Delirium, yaitu gelisah,
disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriak-teriak,
berhalusinasi, kadang berhayal.
- Somnolen (Obtundasi,
Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat,
mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan)
tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.
- Stupor (soporo koma), yaitu keadaan
seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri.
- Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon
terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah,
mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya).
Perubahan tingkat
kesadaran dapat diakibatkan dari berbagai faktor, termasuk perubahan dalam
lingkungan kimia otak seperti keracunan, kekurangan oksigen karena berkurangnya
aliran darah ke otak, dan tekanan berlebihan di dalam rongga tulang kepala.
Adanya defisit tingkat
kesadaran memberi kesan adanya hemiparese serebral atau sistem aktivitas
reticular mengalami injuri. Penurunan tingkat kesadaran berhubungan dengan
peningkatan angka morbiditas (kecacatan) dan mortalitas
(kematian).
Jadi sangat penting
dalam mengukur status neurologikal dan medis pasien. Tingkat kesadaran ini bisa
dijadikan salah satu bagian dari vital sign.
Penyebab
Penurunan Kesadaran
Penurunan tingkat
kesadaran mengindikasikan difisit fungsi otak. Tingkat kesadaran dapat menurun
ketika otak mengalami kekurangan oksigen (hipoksia); kekurangan aliran darah
(seperti pada keadaan syok); penyakit metabolic seperti diabetes mellitus (koma
ketoasidosis) ; pada keadaan hipo atau hipernatremia ; dehidrasi; asidosis,
alkalosis; pengaruh obat-obatan, alkohol, keracunan: hipertermia, hipotermia;
peningkatan tekanan intrakranial (karena perdarahan, stroke, tomor otak);
infeksi (encephalitis); epilepsi.
Mengukur
Tingkat Kesadaran
Salah satu cara untuk
mengukur tingkat kesadaran dengan hasil seobjektif mungkin adalah menggunakan
GCS (Glasgow Coma Scale). GCS dipakai untuk menentukan derajat cidera
kepala. Reflek membuka mata, respon verbal, dan motorik diukur dan hasil
pengukuran dijumlahkan jika kurang dari 13, makan dikatakan seseorang mengalami
cidera kepala, yang menunjukan adanya penurunan kesadaran.
Metoda lain adalah
menggunakan sistem AVPU, dimana pasien diperiksa apakah sadar baik (alert),
berespon dengan kata-kata (verbal), hanya berespon jika dirangsang nyeri
(pain), atau pasien tidak sadar sehingga tidak berespon baik verbal
maupun diberi rangsang nyeri (unresponsive).
Ada metoda lain yang
lebih sederhana dan lebih mudah dari GCS dengan hasil yang kurang lebih sama
akuratnya, yaitu skala ACDU, pasien diperiksa kesadarannya apakah baik (alertness),
bingung / kacau (confusion), mudah tertidur (drowsiness), dan
tidak ada respon (unresponsiveness).
2. Hyperemis
Hiperemis
: agak kemerahan
3. Tonsil T II / TII Hiperemis
Tonsil
T II / T II hiperemis yaitu tonsil kiri dan kanan agak membesar dan merah.
T
I : ukuran tonsil normal
TIII
: besar
TIV
: sangat besar mencapai uvula ( anak
lidah )
4. Visiculer
Suara
napas adalah suara yang dihasilkan aliran udara yang masuk dan keluar paru pada
waktu bernapas. Pada proses pernapasan terjadi pusaran/ eddies dan benturan/
turbulensi pada bronkus dan percabangannya. Getaran dihantarkan melalui lumen
dan dinding bronkus. Pusaran dan benturan lebih banyak pada waktu inspirasi/
menarik napas dibanding ekspirasi/ mengeluarkan napas, hal inilah yang
menyebabkan perbedaan suara antara inspirasi dan ekspirasi. Suara napas ada 3
macam yaitu suara napas normal/ vesikuler, suara napas campuran/
bronkovesikuler dan suara napas bronkial. Suara napas vesikuler bernada
rendah, terdengar lebih panjang pada fase inspirasi daripada ekspirasi dan
kedua fase bersambung/ tidak ada silent gaps. Suara napas bronkial bernada
tinggi dengan fase ekspirasi lebih lama daripada inspirasi dan terputus/ silent
gaps. Sedangkan kombinasi suara nada tinggi dengan inspirasi dan ekspirasi yang
jelas dan tidak ada silent gaps disebut bronkovesikuler/ vesikobronkial.Suara
napas vesikuler pada kedua paru normal dapat meningkat pada anak, orang kurus
dan latihan jasmani,. Bila salah satu meningkat berarti ada kelainan pada salah
satu paru. Suara vesikuler melemah kemungkinan adanya cairan, udara, jaringan
padat pada rongga pleura dan keadaan patologi paru. Suara napas bronkial
tidak terdengar pada paru normal, baru terdengar bila paru menjadi padat,
misalkan konsolidasi.
5.
Interphalanx
Falang ( phalanx ) adalah setiap
tulang jari tangan atau jari kaki.
Interphalanx : antar ruas dari falang.
6. Desah sistolik grade 3 Mitral
Desah yang terdengar
dalam fase sistole (antara bunyi jantung 1 dan bunyi jantung 2) pada ICS %
midclavikular kiri ( letak v. Mitral ) dengan intensitas sedang tanpa thrill.
I : Intensitas terendah, sering tidak
terdengar oleh pemeriksa yang belum berpengalaman
II : Intensitas rendah, biasanya
dapat didengar oleh pemeriksa yang belum berpengalaman
III : Intensitas sedang tanpa thrill
IV :
Intensitas sedang dengan thrill
V :
Bising terkuat yang dapat didengar bila
stetoskop diletakkan didada. Berkaitan dengan thrill.
VI : Intensitas terkuat : dapat
didengar sewaktu stetoskop diangkat dari dada. Berkaitan dengan thrill.