Selasa, 11 Oktober 2011

Penyakit Paru Obstuksi Klinis


BAB I
PENDAHULUAN

1.1.      Latar Belakang

Penyakit Paru Obstruksi Kronik yang biasa disebut sebagai PPOK merupakan penyakit kronik yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara didalam saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel. Gangguan yang bersifat progresif ini disebabkan karena terjadinya inflamasi kronik akibat pajanan partikel atau gas beracun yang terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama dengan gejala utama sesak nafas, batuk dan produksi sputum.1
Akhir-akhir ini penyakit ini semakin menarik untuk dibicarakan oleh karena prevalensi dan angka mortalitasnya yang terus meningkat.2
Meningkatnya usia hidup manusia dan dapat diatasinya penyakit degeneratif lainnya COPD sangat mengganggu kualitas hidup diusia lanjut. Bidang industri yang tidak dapat dipisahkan dengan polusi udara dan lingkungan serta kebiasaan merokok merupakan penyebab utama.

1.2.      Tujuan

Tujuan pembuatan laporan kasus yang berjudul ” Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) ” ini adalah untuk membahas patofisiologi, gejala-gejala klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan , dan prognosis bagi penderita penyakit ini mengingat kasus COPD semakin meningkat setiap tahunnya. Dengan begitu diharapkan kita mampu menekan angka morbiditas dan mortalitas COPD.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1.      Definisi
           
COPD atau Penyakit Paru Obstruksi Kronis merupakan penyakit yang dapat dicegah dan dirawat dengan beberapa gejala ekstrapulmonari yang signifikan, yang dapat mengakibatkan tingkat keparahan yang berbeda pada tiap individual. Penyakit paru kronik ini ditandai dengan keterbatasan aliran udara di dalam saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel, bersifat progresif, biasanya disebabkan oleh proses inflamasi paru yang disebabkan oleh pajanan gas berbahaya yang dapat memberikan gambaran gangguan sistemik. Gangguan ini dapat dicegah dan dapat diobati. Penyebab utama PPOK adalah rokok, asap polusi dari pembakaran, dan partikel gas berbahaya.3

2.2.      Prevalensi

            Di Amerika, kasus kunjungan pasien PPOK di instalasi gawat darurat mencapai angka 1,5 juta, 726.000 memerlukan perawatan di rumah sakit dan 119.000 meninggal selama tahun 2000. Sebagai penyebab kematian, PPOK menduduki peringkat ke empat setelah penyakit jantung, kanker dan penyakti serebro vascular. Biaya yang dikeluarkan untuk penyakit ini mencapai $24 milyar per tahunnya. WHO memperkirakan bahwa menjelang tahun 2020 prevalensi PPOK akan meningkat. Akibat  sebagai penyebab penyakit tersering peringkatnya akan meningkat dari ke duabelas menjadi ke lima dan sebagai penyebab kematian akan meningkat dari ke enam menjadi ke tiga. Berdasarkan survey kesehatan rumah tangga Dep. Kes. RI tahun 1992, PPOK bersama asma bronchial menduduki peringkat ke enam. Merok merupakan farktor risiko terpenting penyebab PPOK di samping faktor risiko lainnya seperti polusi udara, faktor genetik dan lain-lainnya.2



2.3.      Etiologi
           
            Setiap orang dapat terpapar dengan berbagai macam jenis yang berbeda dari partikel yang terinhalasi selama hidupnya, oleh karena itu lebih bijaksana jika kita mengambil kesimpulan bahwa penyakit ini disebabkan oleh iritasi yang berlebihan dari partikel-partikel yang bersifat mengiritasi saluran pernapasan. Setiap partikel, bergantung pada ukuran dan komposisinya dapat memberikan kontribusi yang berbeda, dan dengan hasil akhirnya tergantung kepada jumlah dari partikel yang terinhalasi oleh individu tersebut.1
Asap rokok merupakan satu-satunya penyebab terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya. Faktor resiko genetik yang paling sering dijumpai adalah defisiensi alfa-1 antitripsin, yang merupakan inhibitor sirkulasi utama dari protease serin.3
Faktor resiko COPD bergantung pada jumlah keseluruhan dari partikel-partikel iritatif yang terinhalasi oleh seseorang selama hidupnya :4
§      Asap rokok
Perokok aktif memiliki prevalensi lebih tinggi untuk mengalami gejala respiratorik, abnormalitas fungsi paru, dan mortalitas yang lebih tinggi dari pada orang yang tidak merokok. Resiko untuk menderita COPD bergantung pada “dosis merokok”nya, seperti umur orang tersebut mulai merokok, jumlah rokok yang dihisap per hari dan berapa lama orang tersebut merokok.
Enviromental tobacco smoke (ETS) atau perokok pasif juga dapat mengalami gejala-gejala respiratorik dan COPD dikarenakan oleh partikel-partikel iritatif tersebut terinhalasi sehingga mengakibatkan paru-paru “terbakar”.
Merokok selama masa kehamilan juga dapat mewariskan faktor resiko kepada janin, mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan paru-paru dan perkembangan janin dalam kandungan, bahkan mungkin juga dapat mengganggu sistem imun dari janin tersebut.
§      Polusi tempat kerja (bahan kimia, zat iritan, gas beracun)
§      Indoor Air Pollution atau polusi di dalam ruangan
Hampir 3 milyar orang di seluruh dunia menggunakan batubara, arang, kayu bakar ataupun bahan bakar biomass lainnya sebagai penghasil energi untuk memasak, pemanas dan untuk kebutuhan rumah tangga lainnya. Sehingga IAP memiliki tanggung jawab besar jika dibandingkan dengan polusi di luar ruangan seperti gas buang kendaraan bermotor. IAP diperkirakan membunuh 2 juta wanita dan anak-anak setiap tahunnya.
§      Polusi di luar ruangan, seperti gas buang kendaraan bermotor dan debu jalanan.
§      Infeksi saluran nafas berulang
§      Jenis kelamin
Dahulu, COPD lebih sering dijumpai pada laki-laki dibanding wanita. Karena dahulu, lebih banyak perokok laki-laki dibanding wanita. Tapi dewasa ini prevalensi pada laki-laki dan wanita seimbang. Hal ini dikarenakan oleh perubahan pola dari merokok itu sendiri. Beberapa penelitian mengatakan bahwa perokok wanita lebih rentan untuk terkena COPD dibandingkan perokok pria.
§      Status sosio ekonomi dan status nutrisi
§      Asma
§      Usia
Onset usia dari COPD ini adalah pertengahan

2.4.      Patogenesis
            Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa faktor resiko utama dari COPD ini adalah merokok. Komponen-komponen asap rokok ini merangsang perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus dan silia. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan sel-sel silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran nafas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema dan pembengkakan jaringan. Ventilasi, terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya peradangan.4
Komponen-komponen asap rokok tersebut juga merangsang terjadinya peradangan kronik pada paru. Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak struktur-struktur penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian, apabila tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara kolaps.4
Ada beberapa karakteristik inflamasi yang terjadi pada pasien COPD, yakni : peningkatan jumlah neutrofil (didalam lumen saluran nafas), makrofag (lumen saluran nafas, dinding saluran nafas, dan parenkim), limfosit CD 8+ (dinding saluran nafas dan parenkim). Yang mana hal ini dapat dibedakan dengan inflamasi yang terjadi pada penderita asma.5

2.5.      Klasifikasi

            Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) 2007, dibagi atas 4 derajat :4
1.      Derajat I: COPD ringan
Dengan atau tanpa gejala klinis (batuk produksi sputum). Keterbatasan aliran udara ringan (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 > 80% Prediksi). Pada derajat ini, orang tersebut mungkin tidak menyadari bahwa fungsi parunya abnormal.
2.      Derajat II: COPD sedang
Semakin memburuknya hambatan aliran udara (VEP1 / KVP < 70%; 50% < VEP1 < 80%), disertai dengan adanya pemendekan dalam bernafas. Dalam tingkat ini pasien biasanya mulai mencari pengobatan oleh karena sesak nafas yang dialaminya.
3.      Derajat III: COPD berat
Ditandai dengan keterbatasan / hambatan aliran udara yang semakin memburuk (VEP1 / KVP < 70%; 30% £ VEP1 < 50% prediksi). Terjadi sesak nafas yang semakin memberat, penurunan kapasitas latihan dan eksaserbasi yang berulang yang berdampak pada kualitas hidup pasien.
4.      Derajat IV: COPD sangat berat
Keterbatasan / hambatan aliran udara yang berat (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 < 30% prediksi) atau VEP1 < 50% prediksi ditambah dengan adanya gagal nafas kronik dan gagal jantung kanan.

2.6.      Diagnosa
Penderita COPD akan datang ke dokter dan mengeluhkan sesak nafas, batuk-batuk kronis, sputum yang produktif, faktor resiko (+). Sedangkan COPD ringan dapat tanpa keluhan atau gejala. Dapat ditegakkan dengan cara :1
1.      Anamnesis
Anamnesis riwayat paparan dengan faktor resiko, riwayat penyakit sebelumnya, riwayat keluarga PPOK, riwayat eksaserbasi dan perawatan di RS sebelumnya, komorbiditas, dampak penyakit terhadap aktivitas, dll.
2.      Pemeriksaan Fisik, dijumpai adanya :
§      Pernafasan pursed lips
§      Takipnea
§      Dada emfisematous atu barrel chest
§      Tampilan fisik pink puffer atau blue bloater
§      Pelebaran sela iga
§      Hipertropi otot bantu nafas
§      Bunyi nafas vesikuler melemah
§      Ekspirasi memanjang
§      Ronki kering atau wheezing
§      Bunyi jantung jauh
3.      Pemeriksaan Foto Toraks, curiga PPOK bila dijumpai kelainan:
§  Hiperinflasi
§  Hiperlusen
§  Diafragma mendatar
§  Corakan bronkovaskuler meningkat
§  Bulla
§  Jantung pendulum
4.      Uji Spirometri, yang merupakan diagnosis pasti, dijumpai :
Ø  VEP1 < KVP < 70%
Ø  Uji bronkodilator (saat diagnosis ditegakkan) : VEP1 paska bronkodilator < 80% prediksi
5.      Uji Coba kortikosteroid
6.      Analisis gas darah
·         Semua pasien dengan VEP1 < 40% prediksi
·         Secara klinis diperkirakan gagal nafas atau payah jantung kanan

2.7.      Diagnosa Banding
                COPD didiagnosa banding dengan :1
1.      Asma Bronkial
2.      Gagal jantung kongestif
3.      Bronkiektasis
4.      Tuberkulosis

2.8.      Penatalaksanaan
Adapun tujuan dari penatalaksanaan COPD ini adalah :1
§      Mencegah progesifitas penyakit
§      Mengurangi gejala
§      Meningkatkan toleransi latihan
§      Mencegah dan mengobati komplikasi
§      Mencegah dan mengobati eksaserbasi berulang
§      Mencegah atau meminimalkan efek samping obat
§      Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru
§      Meningkatkan kualitas hidup penderita
§      Menurunkan angka kematian

Program berhenti merokok sebaiknya dimasukkan sebagai salah satu tujuan selama tatalaksana COPD.5
Tujuan tersebut dapat dicapai melalui 4 komponen program tatalaksana, yaitu :1


1.      Evaluasi dan monitor penyakit
PPOK merupakan penyakit yang progresif, artinya fungsi paru akan menurun seiring berjalannya waktu. Oleh karena itu, monitor merupakan hal yang sangat penting dalam penatalaksanaan penyakit ini. Monitor penting yang harus dilakukan adalah gejala klinis dan fungsi paru.
Riwayat penyakit yang rinci pada pasien yang dicurigai PPOK atau pasien yang telah di diagnosis PPOK digunakan untuk evaluasi dan monitoring penyakit :
·         Pajanan faktor resiko, jenis zat dan lamanya terpajan
·         Riwayat timbulnya gejala atau penyakit
·         Riwayat keluarga PPOK atau penyakit paru lain, misalnya asma, tb paru
·         Riwayat eksaserbasi atau perawatan di rumah sakit akibat penyakit paru kronik lainnya
·         Penyakit komorbid yang ada, misal penyakit jantung, rematik, atau penyakit-penyakit yang menyebabkan keterbattasan aktifitas
·         Rencanakan pengobatan terkini yang sesuai dengan derajat PPOK
·         Pengaruh penyakit terhadap kehidupan pasien seperti keterbatasan aktifitas, kehilangan waktu kerja dan pengaruh ekonomi, perasaan depresi / cemas
·         Kemungkinan untuk mengurangi faktor resiko terutama berhenti merokok
·         Dukungan dari keluarga

2.      Menurunkan faktor resiko
Berhenti merokok merupakan satu-satunya intervensi yang paling efektif dalam mengurangi resiko berkembangnya PPOK dan memperlambat progresifitas penyakit.
Strategi untuk membantu pasien berhenti merokok – 5 A :
1).    Ask (Tanyakan)
Hal ini bertujuan untuk mengidentifikasi semua perokok pada setiap kunjungan
2).    Advise (Nasehati)
Memberikan dorongan kuat untuk semua perokok untuk berhenti merokok
3).    Assess (Nilai)
Memberikan penilaian untuk usaha berhenti merokok
4).    Assist (Bantu)
Membantu pasien dengan rencana berhenti merokok, menyediakan konseling praktis, merekomendasikan penggunaan farmakoterapi
5).    Arrange (Atur)
Jadwal kontak lebih lanjut

3.      Tatalaksana PPOK stabil
·         Terapi Farmakologis
a.       Bronkodilator
§  Secara inhalasi (MDI), kecuali preparat tak tersedia / tak terjangkau
§  Rutin (bila gejala menetap) atau hanya bila diperlukan (gejala intermitten)
§  3 golongan :
o   Agonis b-2: fenopterol, salbutamol, albuterol, terbutalin, formoterol, salmeterol
o   Antikolinergik: ipratropium bromid, oksitroprium bromid
o   Metilxantin: teofilin lepas lambat, bila kombinasi b-2 dan steroid belum memuaskan
§  Dianjurkan bronkodilator kombinasi daripada meningkatkan dosis bronkodilator monoterapi

b.      Steroid
-          PPOK yang menunjukkan respon pada uji steroid
-          PPOK dengan VEP1 < 50% prediksi (derajat III dan IV)
-          Eksaserbasi akut
c.       Obat-obat tambahan lain
Ø  Mukolitik (mukokinetik, mukoregulator) : ambroksol, karbosistein, gliserol iodida
Ø  Antioksidan : N-Asetil-sistein
Ø  Imunoregulator (imunostimulator, imunomodulator): tidak rutin
Ø  Antitusif : tidak rutin
Ø  Vaksinasi : influenza, pneumokokus

·         Terapi Non-Farmakologis
a.       Rehabilitasi : latihan fisik, latihan endurance, latihan pernapasan, rehabilitasi psikososial
b.      Terapi oksigen jangka panjang (>15 jam sehari): pada PPOK derajat IV, AGD=
Ø  PaO2 < 55 mmHg, atau SO2 < 88% dengan atau tanpa hiperkapnia
Ø  PaO2 55-60 mmHg, atau SaO2 < 88% disertai hipertensi pulmonal, edema perifer karena gagal jantung, polisitemia
Pada pasien PPOK, harus di ingat, bahwa pemberian oksigen harus dipantau  secara ketat. Oleh karena, pada pasien PPOK terjadi hiperkapnia kronik yang menyebabkan adaptasi kemoreseptor-kemoreseptor central yang dalam keadaan normal berespons terhadap karbon dioksida. Maka yang menyebabkan pasien terus bernapas adalah rendahnya konsentrasi oksigen di dalam darah arteri yang terus merangsang kemoreseptor-kemoreseptor perifer yang relatif kurang peka. Kemoreseptor perifer ini hanya aktif melepaskan muatan apabila PO2 lebih dari 50 mmHg, maka dorongan untuk bernapas yang tersisa ini akan hilang. Pengidap PPOK biasanya memiliki kadar oksigen yang sangat rendah dan tidak dapat diberi terapi dengan oksigen tinggi. Hal ini sangat mempengaruhi koalitas hidup. Ventimask adalah cara paling efektif untuk memberikan oksigen pada pasien PPOK.

c.       Nutrisi
d.      Pembedahan: pada PPOK berat, (bila dapat memperbaiki fungís paru atau gerakan mekanik paru)

·         Penatalaksanaan menurut derajat PPOK1

DERAJAT
KARAKTERISTIK
REKOMENDASI PENGOBATAN
Semua derajat

·         Hindari faktor pencetus
·         Vaksinasi influenza
Derajat I (PPOK Ringan)
VEP1  / KVP < 70 %
VEP1 ³ 80% Prediksi
a.       Bronkodilator kerja singkat (SABA, antikolinergik kerja pendek) bila perlu
b.      Pemberian antikolinergik kerja lama sebagai terapi pemeliharaan
Derajat II
(PPOK sedang)
VEP1  / KVP < 70 %
50% £ VEP1 £ 80% Prediksi dengan atau tanpa gejala
1.       Pengobatan reguler dengan bronkodilator:
a.       Antikolinergik kerja lama sebagai terapi pemeliharaan
b.       LABA
c.        Simptomatik
2.       Rehabilitasi
Kortikosteroid inhalasi bila uji steroid positif
Derajat III
(PPOK Berat)
VEP1 / KVP < 70%; 30% £ VEP1 £  50% prediksi
Dengan atau tanpa gejala
1.       Pengobatan reguler dengan 1 atau lebih bronkodilator:
a.       Antikolinergik kerja lama sebagai terapi pemeliharaan
b.       LABA
c.        Simptomatik
2.       Rehabilitasi
Kortikosteroid inhalasi bila uji steroid positif atau eksaserbasi berulang
Derajat IV
(PPOK sangat berat)
VEP1 / KVP < 70%; VEP1 < 30% prediksi atau gagal nafas atau gagal jantung kanan
1.       Pengobatan reguler dengan 1 atau lebih bronkodilator:
a.       Antikolinergik kerja lama sebagai terapi pemeliharaan
b.       LABA
c.        Pengobatan komplikasi
d.       Kortikosteroid inhalasi bila memberikan respons klinis atau eksaserbasi berulang
2.       Rehabilitasi
3.       Terapi oksigen jangka panjang bila gagal nafas
pertimbangkan terapi bedah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar