Selasa, 11 Oktober 2011

Tutorial Obgyn


1. PROSES FERTILISASI
FERTILISASI
       Fertilisasi adalah suatu peristiwa penyatuan antara sel mani/sperma dengan sel telur di tuba falopii. Pada saat kopulasi antara pria dan wanita (sanggama/coitus), dengan ejakulasi sperma dari saluran reproduksi pria di dalam vagina wanita, akan dilepaskan cairan mani yang berisi sel–sel sperma ke dalam saluran reproduksi wanita. Jika sanggama terjadi dalam sekitar masa ovulasi (disebut ”masa subur” wanita), maka ada kemungkinan sel sperma dalam saluran reproduksi wanita akan bertemu dengan sel telur wanita yang baru dikeluarkan pada saat ovulasi.

PROSES FERTILISASI
Proses pembuahan ini terjadi di bagian saluran Fallopii yang paling lebar. Sebelum terjadi poses pembuahan, terjadi beberapa proses sebagai berikut.Ovum yang telah masuk akan keluar dari ovarium. Proses tersebut dinamakan ovulasi. Ovum yang telah masak tersebutakan masuk ke saluran Fallopii. Jutaan sperma harus berjalan dari vagina menuju uterus dan masuk ke saluran Fallopii. Dalam perjalanan itu, kebanyakan sperma dihancurkan oleh mukus (lendir) asa di dalam uterus dan saluran Fallopii. Di antara beberapa sel sperma yang bertahan hidup, hanya satu yang masuk menembus membran ovum. Setelah terjadi pembuahan, membran ovum segera mengeras untuk mencegah sel sperma lain masuk.
2. DIAGNOSA KEHAMILAN
TANDA & GEJALA KEHAMILAN diklasifikasi menjadi 3 kelompok yaitu bukti-bukti presumtif, tanda-tanda kemungkinan, dan tanda-tanda positif kehamilan.
Bukti presumtif kehamilan umumnya didasarkan pada gejal-gejala subyektif berupa :
Yang termasuk tanda presumtif adalah :
1.       Terhentinya menstruasi atau amenora
2.       Perubahan pada payudara
3.       Perubahan warna mukosa vagina
4.       Meningkatnya pigmentasi kulit dan timbulnya striae abdomen
Bukti Kemungkinan Kehamilan ,mencakup :
1.       Pembesaran abdomen
2.       Perubahan bentuk, ukuran, dan konsistensi uterus
3.       Perubahan anatomis pada serviks
Tanda positif kehamilan, 3 tanda :
1.       Identifikasi kerja jantung janin yang terpisah dan tersendiri dari kerja jantung wanita hamil.
2.       Persepsi gerakan janin aktif oleh pemeriksa
3.       Pengenalan mudigah dan janin setiap saat selama kehamilan dengan teknik sonografik atau pengenalan janin yang lebih tua secara radiografis pada paruh kedua kehamilan.
3. MENENTUKAN USIA KEHAMILAN
Wanita sering lupa hari pertama haid terakhimya atau terjadi kehamilan yang menumbung (belum dapat haid sudah hamil lagi). Hal ini tentu akan menyulitkan dokter untuk menghitung usia kehamilannya. Untuk itu, ada beberapa cara dalam menentukan usia kehamilan.
  • Detak jantung janin dapat didengar lewat stetoskop khusus atau alat yang disebut dengan instrumen Doppler. Jantung janin dapat dideteksi dengan stetoskop ketika usia kehamilan sekitar 18 - 20 minggu dan dengan instrumen Doppler pada saat usia kehamilan 12 - 14 minggu.
  • Pergerakan janin dapat dirasakan oleh ibu yang tengah mengandung, umumnya ketika usia kehamilan 16 - 20 minggu. Wanita yang pernah hamil sebelumnya dapat merasakan gerakan-gerakan lebih awal dibandingkan dengan yang baru pertama kali hamil.
  • Mendeteksi pembesaran rahim menggunakan ultrasonografi, dapat terlihat ketika usia kehamilan sekitar enam minggu. Detak jantung janin dapat terlihat ketika berusia enam minggu, meski tidak jelas. Detak itu 95% dapat terlihat jelas ketika usia kehamilannya delapan minggu.
 

4. PENYEBAB KELUHAN KEHAMILAN
Mual dengan atau tanpa muntah ditandai oleh gang. Sist. Pencernaan. Biasanya timbul pada pagi hari tetapi hilang dalam beberpa jam disebut morning sickness, walau kadang-kadang keluhan ini menetap dlm wktu yang lebih lama dan timbul pd wktu yang berbeda. Gejala yang mengganggu ini biasanya dimulai sekitar 6 minggu setelah HPHT dan biasanya menghilang pada spontan 6-12 minggu kemudian. Penyebab kelainan ini tidak diketahui ttp tampaknya berkaitan dengan tingginya kadar bentuk – bentuk tertentu hCG dengan C perangsangan tiroid terbesar.
5. RESIKO KEHAMILAN
Resiko kehamilan adalah setiap faktor yang berhubungan dengan meningkatnya kesakitan dan kematian maternal.
Resiko dapat dikelompokan menjadi 3 yaitu :                                                                                            
                                                                                                                                                                                                                                2
1. Resiko rendah sama dengan keadaan normal
2. Resiko sedang
Adanya faktor resiko pada ibu hamil yang tidak langsung menimbulkan kematian ibu. Kriteria sedang termasuk :
o TB < 145 cm
o Pendidikan ibu / keluarga rendah
o Tingkat sosial ekonomi rendah
o Hb rendah < 8 gr %

3. Resiko tinggi
Kehamilan dengan faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya keguguran, kematian janin, persalinan prematur, kelahiran dengan berat badan rendah, penyakit janin atau bayi neonatus, atau keadaan lain yang meninmbulkan rintangan dan hambatan serta erat kaitannya dengan kematian ibu atau bayi dinamakan kehamilan resiko tinggi.
a. Faktor genetik
Terjadinya abnormalitas kromosom, kelainan metabolisme bawaan, retardasi mental, atau setiap penyakit familial pada anggota keluarga, meningkatkan resiko yang sama pada bayi
b. Faktor ibu
Angka kematian neonatal yang paling rendah terjadi pada bayi yang dilahirkan oleh ibu yang berusia antara 20 – 30 tahun. Baik kehamilan remaja, maupun kehamilan yang dialami oleh wanita berusia lebih dari 35 tahun, terutama primipara, mempunyai resiko yang meningkat akan terjadinya retardasi pertumbuhan dalam kandungan , gawat janin dan intra uteri. Penyakit yang diderita ibu, kehamilan kembar, terutama kembar monokrionik dan obat – obatan tertentu meningkatkan resiko pada janin.
c. Faktor obstetrik

6. CARA PEMERIKSAAN UNTUK MENENTUKAN LETAK JANIN
Teknik Pemeriksaan Abdomen adalah untuk menentukan letak, presentasi dan posisi janin dengan melakukan 4 menuver.
Manuver Leopold I, Palpasi fundus. menentukan tinggi fundus dan mengetahui katub janin mana, sungsang atau kepala yang terletak difundus dengan melakukan palpasi daerah fundus dengan perlahan.
Manuver Leopold II, Palpasi lateral. Tangan pemeriksa dengan lembut menggeser kesamping uterus dengan palpasi cepat
Manuver Leopold III, manuver pelvik. Pemeriksa berbalik arah menghadap ke kaki pasien dan menggeser tangan nya dengan lembut pada bagian bawah uterus, dan menekan kedua sisinya
Manuver Leopold IV, manuver pawlik. Manuver ini tidak selalu diperlukan dan harus diperiksa dengan lembut.
7. PERSALINAN NORMAL
Persalinan (partus) adalah peristiwa keluarnya janin dari uterus. Persalinan terdiri dari dua peristiwa utama yaitu proses persalinan-kala I (labor) dan proses kelahiran-kala II (delivery).                                                                                            3
  • Proses persalinan (labor) : proses dilatasi dan pendataran servik yang progresif akibat adanya kontraksi uterus yang berulang serta proses meneran untuk mengawali ekspulsi produk konsepsi.
  • Proses kelahiran (delivery) : ekspulsi janin dan plasenta.
Persalinan dan kelahiran adalah peristiwa kompleks yang melibatkan prostaglandin, cytokine dan hormon seksual steroid.
Jenis persalinan didasarkan pada usia kehamilan sehingga dikenal adanya persalinan preterm yang terjadi pada kehamilan < style="font-weight: bold;">persalinan aterm adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan > 37 minggu.
Menurut Friedman 1967, Persalinan kala I terdiri dari 2 fase :
  • Fase LATEN (dilatasi 0 – 3 cm)
  • Fase AKTIF (dilatasi 3 – 10 cm)                                                                                                                                                     4
Fase aktif :
  • Fase akselerasi
  • Fase dilatasi maksimal
  • Fase deselerasi
Pada fase aktif, kecepatan dilatasi servik pada nulipara ± 1.2 cm dan pada multipara ± 1.5 cm. Lama kala I persalinan pada nulipara 8 jam dan pada multipara 5 jam.
Evaluasi kemajuan persalinan
Persalinan Kala I dinilai melalui kecepatan perubahan pendataran dan dilatasi servik serta desensus bagian terendah janin. Frekuensi dan durasi kontraksi uterus bukan tanda-tanda utuk menilai kemajuan proses persalinan pada kala I. Persalinan kala II dimulai saat pembukaan lengkap. Kemajuan persalinan kala II dinilai dari desensus - fleksi dan putar paksi dalam bagian terendah janin.
PENATALAKSANAAN PERSALINAN NORMAL
Faktor yang perlu dinilai dan dicatat dalam persalinan :
  1. Waktu terjadinya kontraksi uterus pertama kali, frekuensi kontraksi uterus, keadaan selaput ketuban, riwayat perdarahan atau gangguan pada gerakan janin.
  2. Riwayat alergi, medikasi, saat makan terakhir.
  3. Tanda vital ibu, protein urine dan glukosa serta pola kontraksi uterus.
  4. Detik jantung janin, presentasi dan tafsiran berat badan janin.
  5. Keadaan selaput ketuban, dilatasi & pendataran servik dan derajat penurunan bagian terendah janin melalui pemeriksaan dalam (vaginal toucher) kecuali bila terdapat kontraindikasi melakukan VT (perdarahan antepartum).
Pada saat masuk kamar bersalin perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium :
  • Hematokrit dan hemoglobin.
  • Faal pembekuan darah (waktu pembekuan dan waktu perdarahan).
  • Golongan darah.
PERSALINAN KALA I
  • Pasien diperkenankan untuk berjalan-jalan sesuai keinginannya.
  • Tidak perlu puasa, dapat diberikan makan dalam bentuk cair.
  • Bila perlu dapat diberikan cairan intravena untuk memenuhi kebutuhan cairan dan kalori.
  • Nadi dan tekanan darah diperiksa setiap 2 – 4 jam.
  • Dilakukan pencatatan keseimbangan cairan (produksi urine dan cairan intravena atau peroral).
  • Dapat dipertimbangkan pemberian analgesia bila pasien memerlukan oleh karena merasa sangat nyeri dan tidak bisa hilangk dengan pemberian informasi mengenai jalannya persalinan.
  • Pemeriksaan kesehatan janin melalui pemantauan janin dengan kardiotokografi.
  • Pada kasus resiko rendah dengarkan DJJ tiap 30 menit (pada kasus resiko tinggi setiap 15 menit) segera setelah kontraksi uterus.
  • Pemantauan kontraksi uterus melalui palpasi dilakukan tiap 30 menit untUk menentukan frekuensi, durasi dan intensitas his. Pada fase aktif penilaian dilatasi dan desensus dengan VT dilakukan tiap 2 jam.
Tindakan amniotomi rutin tidak boleh dilakukan sebelum dilatasi servik lengkap.
PERSALINAN KALA II
  • Pada awal kala II (dilatasi servik lengkap), terdapat reflek meneran dari ibu pada tiap kontraksi uterus.
  • Tekanan abdomen disertai dengan kontraksi uterus akan mendorong janin keluar dari jalan lahir.
  • Pada kala II, kemajuan persalinan ditentukan berdasarkan derajat desensus (gambar 12.2). Pada saat bagian terendah janin berada setinggi spina ischiadica maka dikatakan penurunan pada stasion 0.
  • Pada primigravida, umumnya kala II berlangsung selama ± 50 menit dan pada multigravida ± 20 menit.
PERSALINAN KALA III
Persalinan kala III adalah periode persalinan antara lahirnya janin sampai lahirnya plasenta dan selaput ketuban.
Akibat masih adanya kontraksi uterus, ukuran plasenta dan “plasental site” mengecil sampai tersisa 25% → hematoma retroplasenta → terjadi separasi plasenta.
Separasi plasenta umumnya terjadi 5 menit setelah anak lahir.
Penatalaksanaan kala III :
  1. Penatalaksanaan klasik atau tradisional
  2. Penatalaksanaan aktif
Penatalaksanan fisiologik (ekspektatif)
Separasi plasenta dan selaput ketuban dibiarkan terjadi secara spontan.
Tanda separasi plasenta :
  1. Darah segar keluar dari vagina.
  2. Talipusat didepan vulva menjadi bertambah panjang.
  3. Fundus uteri naik.
  4. Bentuk uterus menjadi bulat dan mengeras
Penatalaksanaan aktif
Cara ini diyakini dapat menurunkan angka kejadian perdarahan pasca persalinan dari 4% menjadi 2%.
  1. Setelah janin lahir, disuntikkan methergin 0.5 ml i.m (atau oksitosin bila terdapat kontra-indikasi pemberian methergin)
  2. Untuk menghindari inversio uteri traksi talipusat hanya dilakukan saat ada kontraksi uterus dan dengan meletakkan tangan suprasimfisis
  3. Klem talipusat dipegang dengan tangan kanan dan talipusat diregangkan.
  4. Tangan kiri melakukan masase fundus uteri, bila sudah timbul kontraksi uterus, tangan kiri dipindahkan supra-simfisis dan kemudian dilakukan tarikan talipusat secara terkendali untuk melahirkan plasenta.
  5. Jangan melakukan tarikan pada talipusat untuk melahirkan plasenta pada saat tidak ada kontraksi uterus untuk mencegah terjadinya inversio uteri.












Inspeksi Plasenta dan selaput ketuban
  • Plasenta dan selaput ketuban diperiksa dengan jalan memegang talipusat untuk membuat plasenta dalam keadaan tergantung dan memeriksa “fetal surface” untuk melihat adanya pembuluh darah yang melewati tepi selaput ketuban.
  • Selaput ketuban diperiksa untuk memastikan tidak adanya selaput yang tertinggal dalam uterus.
  • “Maternal surface” plasenta diperiksa untuk menyingkirkan kemungkinan adanya kotiledon yang tertinggal dalam uterus.
Retensio Plasenta
  • Batasan umum yang digunakan untuk retensio plasenta adalah bila plasenta tetap berada dalam uterus selama 1 jam.     6
  • Keadaan ini sering disertai dengan perdarahan pasca persalinan.
Etiologi:
  1. Inkarserasi dari plasenta yang sudah lepas seluruhnya dengan ostium servik yang sudah menutup.
  2. Atonia uteri.
  3. Plasenta akreta ( melekat pada desidua dan miometrium) atau plasenta perkreta ( menembus sampai peritoneum viseralis/serosa).
Penatalaksanaan :
  • Bila perdarahan sangat banyak maka plasenta harus segera dilahirkan dengan cara-cara yang sudah dijelaskan atau dilakukan plasenta manual.
  • Plasenta akreta atau plasenta perkreta memerlukan tindakan histerektomi.
Inspeksi Jalan Lahir
  • Setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, perdarahan biasanya berhenti.
  • Bila terdapat robekan perineum atau terdapat luka akibat tindakan episiotomi maka hal tersebut memerlukan perbaikan.
  • Pada persalinan dengan ekstraksi cunam, inspeksi jalan lahir harus meliputi servik.
PERBAIKAN LUKA JALAN LAHIR
Episiotomi
Episiotomi adalah insisi pada perineum dan vagina yang sudah sangat teregang untuk mencegah agar tidak terjadi perluasan dan robekan jalan lahir tak beraturan yang akan dapat menyebabkan terjadinya prolapsus uteri kelak.
Pandangan saat ini adalah bahwa tindakan episiotomi tidak boleh dilakukan secara rutin oleh karena dapat menyebabkan nyeri perineum yang berkepanjangan dan gangguan hubungan seksual sampai 6 bulan pasca episiotomi.
Bila luka episiotomi meluas menjadi ruptura perinei derajat III dan IV, sfingter ani harus diperbaiki dengan baik agar tidak terjadi inkontinensia urine dan atau inkontinensia ani.
Episiotomi Mediana :
- Perdarahan sedikit.
- Mudah meluas menjadi ruptura perinei totalis.
- Tehnik perbaikan lebih mudah.
- Keluhan dispareunia atau nyeri pasca persalinan minimal .
Episiotomi Medio-lateral:
- Perdarahan lebih banyak.
- Jarang meluas menjadi ruptura perinei totalis.
- Tehnik perbaikan lebih sulit.
- Keluhan dispareunia dan nyeri pasca persalinan lebih sering terjadi.                                                                                                    7













Ruptura perinei
Dikenal 4 derajat ruptura perinei :
  1. Derajat I : cedera pada commisura posterior, mukosa vagina dan otot dibelakangnya menjadi terbuka.
  2. Derajat II : cedera dinding vagina bagian posterior dan otot perineum, sfingter ani utuh.
  3. Derajat III : robekan pada sfingter ani namun mukosa rektum utuh.
  4. Derajat IV : kanalis ani terbuka dan robekan dapat meluas ke rectum.

PENATALAKSANAAN PASCA PERSALINAN
Sebelum dirawat di ruang perawatan nifas, pasien pasca persalinan harus
  1. Keadaan umum baik .
  2. Kontraksi uterus baik dan tidak terdapat perdarahan pervaginam.
  3. Cedera perineum sudah diperbaiki.
  4. Kandung kemih kosong.
8.  OEDEMA
A.    DEFINISI
Edema menurut Arthur C. Guyton adalah gelembung cairan dari beberapa organ atau jaringan yang merupakan terkumpulnya kelebihan cairan limfe, tanpa peningkatan jumlah sel dalam mempengaruhi jaringan. Edema bisa terkumpul pada beberapa lokasi pada tubuh, tetapi biasanya terdapat pada kaki dan pergelangan kaki.
Edema menurut Ida Bagus Gede Manuaba adalah peningkatan cairan interstisil dalam beberapa organ. Umumnya jumlah cairan interstisil, yaitu keseimbangan homeostatis. Peningkatan sekresi cairan ke dalam interstisium atau kerusakan pembersihan cairan ini juga dapat menyebabkan edema.
B.     GAMBARAN KLINIS
Edema menurut Arthur C.Guyton menunjukkan adanya cairan berlebihan pada jaringan tubuh. Pada banyak keadaan, edema terutama terjadi pda kompartemen cairan estraselular, tapi juga dapat melibatkan cairan intracelular. (Mnrut buku ajar fisiologi kedokteran).    8
1)      Edema Intraseluler
Terjadinya pembengkakan intraseluler, karena dua kondisi, yaitu :
1.      Depresi sistem metabolik jaringan
2.      Tidak adanya nutrisi sel yang adekuat
Bila aliran darah ke jaringan menurun, pengiriman oksigen dan nutrisi berkurang. Jika aliran darah menjadi sangat rendah untuk mempertahankan metabolisme jaringan normal, maka pompa ion membran sel menjadi tertekan. Bila ini terjadi, ion natrium yang biasanya masuk ke dalam sel tidak dapat lagi di pompa keluar dari sel, dan kelebihan natrium dalam sel menimbulkan osmosis air dalam sel, sehingga edema dapat terjadi pada jaringan yang meradang.
2)      Edema Ekstraseluler
Edema ini terjadi bila ada akumulasi cairan yang berlebihan dalam ekstraseluler. Terjadinya pembengkakan ekstraseluler, karena dua kondisi yaitu :
1.      Kebocoran abnormal cairan dari plasma ke ruang interstisial dengan melintasi kapiler.
2.      Kegagalan limpatik untuk mengembalikan cairan dari interstisiuim ke dalam darah.
Penyebab klinis akumulasi cairan interstisial yang paling sering adalah filtrasi cairan kapiler yang berlebihan.

Ketika terjadinya edema pada jaringan subkutan yang berdekatan dengan rongga potensial, cairan edema biasanya juga akan terkumpul di rongga potensial, yang disebut efusi. Rongga abdominal merupakan tempat paling mudah untuk terjadinya penggumpalan cairan efusi, dan pada keadaan ini, efusi disebut ASITES. Rongga potensial lainnya, seperti rongga pleura, rongga perikardial, dan rongga sendi, dapat sangat membengkok bila ada edema bersifat negatif sama seperti yang dijumpai pada jaringan subkutan jarang yang juga bersifat negatif (subatmosferik).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar