SPONDILOSIS
LUMBALIS
PENDAHULUAN
Spondilo berasal dari bahasa Yunani yang berarti tulang belakang. Spondilosis
lumbalis dapat diartikan perubahan pada sendi tulang belakang dengan ciri khas
bertambahnya degenerasi discus intervertebralis yang diikuti perubahan pada
tulang dan jaringan lunak, atau dapat berarti pertumbuhan berlebihan dari
tulang (osteofit), yang terutama terletak di aspek anterior, lateral, dan
kadang-kadang posterior dari tepi superior dan inferior vertebra centralis
(corpus). 1,2
Spondilosis
lumbalis muncul pada 27-37% dari populasi yang asimtomatis.Di Amerika Serikat,
lebih dari 80% individu yang berusia lebih dari 40 tahun mengalami spondilosis
lumbalis, meningkat dari 3% pada individu berusia 20-29 tahun. Di dunia, spondilosis lumbal dapat mulai
berkembang pada usia 20 tahun. Hal ini meningkat, dan mungkin tidak dapat dihindari, bersamaan dengan
usia. Kira-kira 84% pria dan 74% wanita mempunyai osteofit vertebralis, yang
sering terjadi setinggi T9-10. Kira-kira 30% pria dan 28% wanita berusia 55-64
tahun mempunyai osteofit lumbalis. Kira-kira 20% pria dan 22% wanita berusia
45-64 tahun mengalami osteofit lumbalis.2
Rasio jenis kelamin pada keadaan ini
bervariasi, namun hampir sama secara bermakna. Spondilosis lumbalis ini sendiri
muncul sebagai fenomena penuaan yang tidak spesifik. Kebanyakan penelitian
menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara spondilosis dengan gaya hidup, berat
badan, tinggi badan, massa tubuh, aktivitas fisik, merokok dan konsumsi
alkohol, atau riwayat reproduksi.2
Spondilosis
lumbalis sering bersifat asimtomatis, sehingga kita sebagai dokter sangat perlu untuk mengetahui
patogenesis, gejala klinis yang sering tampak serta pemeriksaan fisik maupun
pemeriksaan penunjang untuk dapat menegakkan diagnosa dan memberikan penanganan
yang tepat.
ANATOMI
Columna vertebralis merupakan poros tulang rangka
tubuh yang memungkinkan untuk bergerak. Terdapat 33 columna vertebralis, meliputi 7
columna vertebra cervical, 12 columna vertebra thoracal, 5 columna vertebra lumbal,
5 columna vertebra sacral dan 4 columna vertebra coccygeal. Vertebra sacral dan
cocygeal menyatu menjadi sacrum-coccyx pada umur 20 sampai 25 tahun. Columna
vertebrales juga membentuk saluran untuk spinal
cord. Spinal cord merupakan struktur yang Sangat sensitif dan penting
karena menghubungkan otak dan sistem saraf perifer.3
Canalis
spinalis dibentuk di bagian anterior oleh discus intervertebralis atau corpus
vertebra, di lateral oleh pediculus, di posterolateral oleh facet joint dan di
posterior oleh lamina atau ligament kuning. Canalis spinalis mempunyai dua
bagian yang terbuka di lateral di tiap segmen, yaitu foramina intervertebralis.2
Recessus lateralis adalah
bagian lateral dari canalis spinalis. Dimulai di pinggir processus articularis
superior dari vertebra inferior, yang merupakan bagian dari facet joint. Di
bagian recessus inilah yang merupakan bagian tersempit. Setelah melengkung
secara lateral mengelilingi pediculus, lalu berakhir di caudal di bagian
terbuka yang lebih lebar dari canalis spinalis di lateral, yaitu foramen
intervertebralis. Dinding anterior dari recessus lateralis dibatasi oleh discus
intervertebralis di bagian superior, dan corpus verterbralis di bagian
inferior. 2
Dinding lateral dibentuk oleh pediculus vertebralis. Dinding
dorsal dibatasi oleh processus articularis superior dari vertebra bagian bawah,
sampai ke bagian kecil dari lamina dan juga oleh ligamen kuning (lamina). Di
bagian sempit recessus lateralis, dinding dorsalnya hanya dibentuk oleh hanya
processus lateralis, dan perubahan degeneratif di daerah inilah mengakibatkan
kebanyakan penekanan akar saraf pada stenosis spinalis lumbalis. 2
Akar saraf yang berhubungan
dengan tiap segmen dipisahkan dari kantong dura setinggi ruang intervertebra
lalu melintasi recessus lateralis dan keluar dari canalis spinalis satu tingkat
dibawahnya melalui foramina intervertebralis. Di tiap-tiap titik ini dapat
terjadi penekanan.
2
Gambar 1. Columna Vertebralis 4
Gambar 2. Struktur Columna Vertebralis Lumbal 3
GAMBARAN KLINIS
Spondilosis lumbalis biasanya tidak menimbulkan
gejala. Ketika terdapat keluhan nyeri punggung atau nyeri skiatika, spondilosis
lumbalis biasanya merupakan temuan yang tidak ada hubungannya. Biasanya tidak
terdapat temuan apa-apa kecuali munculnya suatu penyulit.1
Pasien dengan stenosis
spinalis lumbalis sebagian besar mengalami keluhan saat berdiri atau berjalan.
Gejala atau tanda yang mncul saat berjalan berkembang menjadi claudicatio
neurogenik. Dalam beberapa waktu, jarak saat berjalan akan bertambah pendek,
kadang-kadang secara mendadak pasien mengurangi langkahnya. Gejala yang muncul
biasanya akan sedikit sekali bahkan pada pasien yang dengan kasus lanjut.2
Gejala dan tanda yang menetap
yang tidak berhubungan dengan postur tubuh disebabkan oleh penekanan permanen
pada akar saraf. Nyeri tungkai bawah, defisit sensorik motorik, disfungsi
sistem kemih atau impotensi seringkali dapat ditemukan. 2
Gejala dan tanda yang
intermiten muncul ketika pasien berdiri, termasuk nyeri pinggang bawah, nyeri
alih, atau kelemahan pada punggung. Gejala-gejala ini berhubungan dengan
penyempitan recessus lateralis saat punggung meregang. Oleh karena itu,
gejala-gejala akan dipicu atau diperburuk oleh postur tubuh yang diperburuk
oleh lordosis lumbal, termasuk berdiri, berjalan terutama menuruni tangga atau
jalan menurun, dan termasuk juga memakai sepatu hak tinggi. 2
Nyeri pinggang bawah adalah
keluhan yang paling umum muncul dalam waktu yang lama sebelum munculnya
penekanan radikuler. Kelemahan punggung merupakan keluhan spesifik dari pasien
dimana seolah-olah punggung akan copot, kemungkinan akibat sensasi
proprioseptif dari otot dan sendi tulang belakang. Kedua keluhan, termasuk juga
nyeri alih (nyeri pseudoradikuler) disebabkan oleh instabilitas segmental tulang
belakang dan akan berkurang dengan perubahan postur yang mengurangi posisi
lordosis lumbalis : condong ke depan saat berjalan, berdiri, duduk atau dengan
berbaring. Saat berjalan, gejala permanen dapat meluas ke daerah dermatom yang
sebelumnya tidak terkena atau ke tungkai yang lain, menandakan terlibatnya akar
saraf yang lain. Nyeri tungkai bawah dapat berkurang, yang merupakan fenomena
yang tidak dapat dibedakan. Karena pelebaran foramina secara postural, beberapa
pasien dapat mengendarai sepeda tanpa keluhan, pada saat yang sama mengalami
gejala intermiten hanya setelah berjalan dengan jarak pendek. 2
Claudicatio intermiten
neurogenik dialami oleh 80% pasien, tergantung kepada beratnya penyempitan
canalis spinalis. Tanda dan gejala yang mengarahkan kepada hal tersebut adalah
defisit motorik, defisit sensorik, nyeri tungkai bawah, dan kadang-kadang
terdapat inkontinensia urin. Beristirahat dengan posisi vertebra lumbalis yang
terfleksikan dapat mengurangi gejala, tapi tidak dalam posisi berdiri, berlawanan
dengan claudicatio intermiten vaskuler. Claudicatio intermiten neurogenik
disebabkan oleh insufisiensi suplai vaskuler pada satu atau lebih akar saraf
dari cauda equina yang terjadi selama aktivitas motorik dan peningkatan
kebutuhan oksigen yang berhubungan dengan hal tersebut. Daerah fokal yang
mengalami gangguan sirkulasi tersebt muncul pada titik tempat terjadinya
penekanan mekanik, dengan hipereksitabilitas neuronal yang berkembang menjadi
nyeri atau paresthesia Demielinasi atau hilangnya serat saraf dalam jumlah
besar akan berkembang menjadi kelemahan atau rasa kebal. Efek lain dari
penekanan mekanik adalah perlekatan arachnoid yang akan memfiksasi akar saraf
dan menganggu sirkulasi CSF di sekitarnya dengan akibat negatif pada
metabolismenya. 2
PEMERIKSAAN RADIOLOGIS
-
X-ray,
CT scan, dan MRI digunakan hanya pada keadaan dengan komplikasi.1
-
Pemeriksaan
densitas tulang (misalnya dual-energy absorptiometry scan [DEXA]) memastikan
tidak ada osteofit yang terdapat di daerah yang digunakan untuk pengukuran densitas
untuk pemeriksaan tulang belakang. Osteofit menghasilkan gambaran massa tulang
yang bertambah, sehingga membuat hasil uji densitas tulang tidak valid dan
menutupi adanya osteoporosis.1
Foto X-ray polos dengan arah anteroposterior,
lateral dan oblique berguna untuk menunjukkan lumbalisasi atau sakralisasi,
menentukan bentuk foramina intervertebralis dan facet joint, menunjukkan
spondilosis, spondiloarthrosis, retrolistesis, spondilolisis, dan
spondilolistesis. Stenosis spinalis centralis atau stenosis recessus lateralis
tidak dapat ditentukan dengan metode ini.2
Mielografi (tidak
dilakukan lagi) bermanfaat dalam menentukan derajat dan kemiringan besarnya
stenosis karena lebih dari sati titik penekanan tidak cukup. 2
CT adalah metode terbaik untuk mengevaluasi penekanan
osseus dan pada saat yang sama juga nampak struktur yang lainnya. Dengan
potongan setebal 3 mm, ukuran dan bentuk canalis spinalis, recessus lateralis,
facet joint, lamina, dan juga morfologi discuss intervertebralis, lemak
epidural dan ligamentum clavum juga terlihat. 2
MRI dengan jelas lebih canggih daripada CT dalam
visualisasi struktur non osseus dan saat ini merupakan metode terbaik untuk
mengevaluasi isi canalis spinalis. Disamping itu, di luar dari penampakan
degradasi diskus pada T2 weighted image, biasanya tidak dilengkapi
informasi penting untuk diagnosis stenosis spinalis lumbalis. Bagaimanapun
juga, dengan adanya perkembangan pemakaian MRI yang cepat yang merupakan metode
non invasif, peranan MRI dalam diagnosis penyakit ini akan bertambah. Khususnya
kemungkinan untuk melakukan rangkaian fungsional spinal lumbalis akan sangat
bermanfaat. 2
Sangat penting bahwa semua gambaran
radiologis berhubungan dengan gejala-gejala, karena penyempitan asimptomatik
yang terlihat pada MRI atau CT sering ditemukan baik stenosis dari segmen yang
asimptomatik atau pasien yang sama sekali asimptomatik dan seharusnya tidak
diperhitungkan.
Gambar 3. Spinal canal
stenosis-Sagittal MRI
Gambar 4. Lumbar Spondylosis
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Tidak ada indikasi pemeriksaan
laboratorium.1
PEMERIKSAAN LAINNYA
Elektromiografi (EMG) dan nerve conduction
velocity (NCV) hanya digunakan pada keadaan dengan komplikasi). 1
PENGOBATAN
Pengobatan harus disesuaikan dengan
pasien, usia dan tujuan. Pada kebanyakan pasien dapa dicapai perbaikan yang
nyata atau berkurangnya gejala-gejala. Gejala-gejala radikuler dan claudicatio
intermitten neurogenik lebih mudah berkurang dengan pengobatan daripada nyeri
punggung, yang menetap sampai pada 1/3 pasien.2
Pengobatan konservatif
Pengobatan ini terdiri dari analgesik dan memakai korset
lumbal yang mana dengan mengurangi lordosis lumbalis dapat memperbaiki gejala
dan meningkatkan jarak saat berjalan. Pada beberapa kelompok pasien, perbaikan
yang mereka rasakan cukup memuaskan dan jarak saat berjalan cukup untuk
kegiatan sehari-hari. 2
Percobaan
dalam 3 bulan direkomendasikan sebagai bentuk pengobatan awal kecuali terdapat
defisit motorik atau defisit neurologis yang progresif. Terapi konservatif
untuk stenosis spinalis lumbalis dengan gejala-gejala permanen jarang sekali
berhasil untuk waktu yang lama, berbeda dengan terapi konservatif untuk
herniasi diskus. 2
Terapi
medis dipergunakan untuk mencari penyebab sebenarnya dari gejala nyeri punggung
dan nyeri skiatika.1
-
Jangan
menyimpulkan bahwa gejala pada pasien berhubungan dengan osteofitosis. Carilah
penyebab sebenarnya dari gejala pada pasien.
-
Jika
muncul gejala terkenanya akar saraf, maka diindikasikan untuk bed rest total
selama dua hari. Jika hal tersebut tidak mengatasi keluhan, maka diindikasikan
untuk bedah eksisi.
-
Pengobatan
tidak diindikasikan pada keadaan tanpa komplikasi.
Terapi Pembedahan
Terapi
pembedahan diindikasikan jika
terapi konservatif gagal dan adanya gejala-gejala permanen khususnya defisit
mototrik.2 Pembedahan tidak dianjurkan pada keadaan tanpa
komplikasi.1
Bedah
eksisi dilakukan pada skiatika dengan bukti adanya persinggungan dengan nervus
skiatika yang tidak membaik dengan bed rest total selama 2 hari.1
-
Penekanan
saraf dari bagian posterior osteofit adalah penyulit yang mungkin terjadi hanya
jika sebuah neuroforamen ukurannya berkurang 30% dari normal.
-
Reduksi
tinggi discus posterior samapi kurang dari 4 mm atau tinggi foramen sampai
kurang dari 15 mm sesuai dengan diagnosis kompresi saraf yang diinduksi
osteofit.
-
Jika
spondilosis lumbalis mucul di canalis spinalis, maka stenosis spinalis adalah
komplikasi yang mungkin terjadi.
-
Jika
osteofit menghilang, carilah adanya aneurisma aorta. Aneurisma aorta dapat
menyebabkan erosi tekanan dengan vertebra yang berdekatan. Jika osteofit muncul
kembali, tanda yang pertama muncul seringkali adalah erosi dari osteofit-osteofit
tersebut, sehingga tidak nampak lagi.
-
Terdapat
kasus adanya massa tulang setinggi L4 yang menekan duodenum.
Terapi pembedahan tergantung pada tanda dan
gejala klinis, dan sebagian karena pendekatan yang berbeda terhadap stenosis
spinalis lumbalis, tiga kelompok prosedur operasi yang dapat dilakukan anatara
lain:2
· Operasi dekompresi
· Kombinasi dekompresi dan
stabilisasi dari segmen gerak yang tidak stabil
· Operasi stabilisasi segmen gerak yang
tidak stabil
Prosedur dekompresi adalah:
dekompresi kanalis spinalis, dekompresi kanalis spinalis dengan dekompresi
recessus lateralis dan foramen intervertebralis, dekompresi selektif dari akar
saraf.
Dekompresi kanalis spinalis2
Laminektomi adalah metode standar untuk dekompresi
kanalis spinalis bagian tengah. Keuntungannya adalah biasanya mudah dikerjakan
dan mempunyai angka kesuksesan yang tinggi. Angka kegagalan dengan gejala yang
rekuren adalah ¼ pasien setelah 5 tahun. Terdapat angka komplikasi post
operatif non spesifik dan jaringan parut epidural yang relatif rendah.
Secara tradisional,
laminektomi sendiri diduga tidak menganggu stabilitas spina lumbalis, selama
struktur spina yang lain tetap intak khususnya pada pasien manula. Pada spina
yang degeneratif, bagian penting yang lain seperti diskus intervertebaralis dan
facet joint seringkali terganggu. Hal ini dapat menjelaskan adanya
spodilolistesis post operatif setelah laminektomi yang akan memberikan hasil
yang buruk.
Laminektomi dikerjakan pada
keadaan adanya spondilolistesis degeneratif atau jika terdapat kerusakan
operatif dari diskus atau facet joint. Terdapat insiden yang tinggi dari
instabilitas post operatif. Dengan menjaga diskus bahkan yang sudah mengalami
degenerasi, nampaknya membantu stabilitas segmental (Goel, 1986). Untuk alasan
inilah maka discectomy tidak dianjurkan untuk stenosis spinalis lumbalis dimana
gejalanya ditimbulkan oleh protrusio atau herniasi, kecuali diskus yang
terherniasi menekan akar saraf bahkan setelah dekompresi recessus lateralis.
Jaringan parut epidural muncul
setelah laminektomi dan kadang-kadang berlokasi di segmen yang bersebelahan
dengan segmen yang dioperasi. Jika jaringan parut sangat nyata, hal ini disebut
dengan “membran post laminektomi”. Autotransplantasi lemak dilakukan pada
epidural oleh beberapa ahli bedah untuk mengurangi fibrosis. Walaupun beberapa
telah berhasil, pembengkakan lemak post operatif dapat mengakibatkan penekanan
akar saraf.
Dekompresi harus dilakukan pada pasien dengan
osteoporosis. Sebaiknya dilakukan dengan hati-hati karena instabilitas post
operatif sangat sulit diobati.
Laminektomi dengan
facetectomy parsial adalah
prosedur standar stenosis laminektomi tunggal cukup untuk stenosis kanalis
spinalis, sehingga biasanya digabungkan dengan beberapa bentuk facetectomy
parsial. ”Unroofing” foramen vertebralis dapat dikerjakan hanya dari arah
lateral sebagaimana pada herniasi diskus foramina. Kemungkinan cara yang lain
dikerjakan adalah prosedur laminoplasti dengan memindahkan dan memasukkan
kembali lengkung laminar dan processus spinosus.
Dekompresi selektif akar saraf 2
Kecuali terdapat penyempitan diameter sagital
kanalis spinalis, dekompresi selektif akar saraf sudah cukup, khususnya jika
pasien mempunyai gejala unilateral. Facetectomy medial melalui laminotomi dapat
dikerjakan. Biasanya bagian medial facet joint yang membungkus akar saraf
diangkat.
Komplikasi spesifik prosedur
ini antara lain insufisiensi dekompresi, instabilitas yang disebabkan oleh
pengangkatan 30-40% dari facet joint, atau fraktur fatique dari pars
artikularis yang menipis.
Dekompesi dan stabilisasi2
Laminektomi dapat digabungkan dengan berbagai
metode stabilisasi. Sistem terbaru menggunakan skrup pedikuler, sebagaimana
pada sistem yang lebih lama seperti knodt rods, harrington rods dan Luque frame
dengan kawat sublaminer.
Laminektomi spondilolistesis
degeneratif dan penyatuan prosesus intertranvesus dengan atau tanpa fiksasi
internal adalah prosedur standar. Untuk alternatifnya dapat dilakukan penyatuan
interkorpus lumbalis posterior atau penyatuan interkorpus anterior. Beberapa
ahli mengatakan, laminektomi dengan penyatuan spinal lebih baik daripada
laminektomi tunggal karena laminektomi tunggal berhubungan dengan insiden yang
tinggi dari spondilolistesis progresif.
Komplikasi prosedur
stabilisasi termasuk di dalamnya kerusakan materi osteosintetik, trauma
neurovaskuler, fraktur prosesus spinosus, lamina atau pedikel, pseudoarthrosis,
ileus paralitik, dan nyeri tempat donor graft iliakus. Degenerasi dan stenosis
post fusi dapat muncul pada segmen yang bersebelahan dengan yang mengalami fusi
yang disebabkan oleh hipermotilitas. Walaupun hasil percobaan mendukung teori
ini, efek klinis dari komplikasi ini masih belum dapat diketahui.
Berbeda dari spondilolistesis
degeneratif dimana dekompresi dan stablisasi adalah prosedur yang dianjurkan,
tidak terdapat konsensus bahwa hal ini merupakan pengobatan yang paling
efektif. Stenosis spinalis lumbalis diterapi dengan pembedahan dalam rangkaian
operasi yang banyak dengan hasil jangka pendek yang baik. Namun demikian, setelah
lebih dari 40 tahun, penelitian dna pengalaman dalam terapi, etiologinya masih
belum dapat dimengerti secara jelas dan juga, definisi dan klasifikasi masih
belum jelas karena derajat stenosis tdak selalu berhubungan dengan
gejala-gejalanya.
Protokol pembedahan yang dianjurkan antara lain:
- Pada pasien dengan gejala-gejala permanen yang bertambah saat berdiri atau menyebabkan claudicatio intermitten neurogenikà dekompresi dan stabilisasi
- Pada pasien tanpa gejala-gejala yang permanen tapi dengan gejala intermitten yang jelas berhubungan dengan posturà dilakukan prosedur stabilisasi, terutama jika keluhan membaik dengan korset lumbal
Penurunan berat badan dan latihan untuk
memperbaiki postur tubuh dan menguatkan otot-otot abdominal dan spinal harus
dikerjakan bersama dengan pengobatan baik konservatif maupun pembedahan.
FAKTOR-FAKTOR
ANATOMI YANG MEMPENGARUHI POSTURE ;
1. Bentuk tulang
2. Struktur ligamen yang kendor
3. Ketegangan fasia, otot dan tendon
4. Tonus otot
5. Sudut inklinasi pelvik (normal 30o)
6. Posisi dan mobilitas sendi
7. Neurogenik
Faktot-faktor diatas dapat memperberat ketika muncul masalah berupa patologi atau kondisi kongenital, seperti skoliosis, juvenile kyphosis, penyakit diskus.
1. Bentuk tulang
2. Struktur ligamen yang kendor
3. Ketegangan fasia, otot dan tendon
4. Tonus otot
5. Sudut inklinasi pelvik (normal 30o)
6. Posisi dan mobilitas sendi
7. Neurogenik
Faktot-faktor diatas dapat memperberat ketika muncul masalah berupa patologi atau kondisi kongenital, seperti skoliosis, juvenile kyphosis, penyakit diskus.
PENYEBAB KELEMAHAN ATAU PERUBAHAN POSTUR
Faktor postural
karena kebiasaan posisi duduk dan berdiri yang salah dalam waktu yang lama dan seringnya bermalas-malasan. Pemeliharaan postur dibutuhkan otot-otot yang kuat.
Karena ketidak seimbangan otot dan adanya kontraktur otot. Contoh ; ketegangan otot ilipsoas meningkatkan lordosis lumbal.
Karena nyeri. Posisi kompensasi.
Karena penyakit respirasi seperti empisema, kelemahan general, karena obesitas, kelemahan propiosepsi, spasme otot seperti pada Cerebral Palsy.
Faktor struktural
Adanya deformitas secara struktural. Contoh ; panjang tungkai yang tidak sama menyebabkan struktur vertebra yang berubah.
DEFORMITAS VERTEBRA (SPINAL)
1. LORDOSIS
Normal terjadi pada V.cervicalis, V.lumbalis
Penyebab lordosis yang abnormal (hiperlordosis) ;
Deformitas postural
Kelemahan otot terutama otot abdominal
Overweight (obesitas) dan kehamilan.
Mekanisme kompensasi karena deformitas tulang vertebra yang lain seperti kiposis.
Kontraktur fleksor hip
Spondilolistesis
Masalah kongenital seperti pada dislokasi hip yang kongenital.
Tidak terbentuknya segmen pada sendi faset
Fashion, pemakaian hak tinggi.
Hal-hal yang berhubungan dengan hiperlordosis, sesekali terlihat bahu yang melengkung, endorotasi hip, kepala yang menjulur ke depan.
Dengan hiperlordosis sudut inklinasi > 30o
2. KYPHOSIS
Normal terjadi pada V.thoracalis
Penyebab kyphosis yang abnormal (hyperkypgosis) ;
Fraktur kompresi vertebra.
Scheuermann’s desease (juvenile kyphosis)
Ankylosing spondilitis
Osteoporosis
Tumor
Kompensasi lordosis
Abnormal kongenital
- 4 tipe hyperkyphosis :
a. Round back (punggung yang membulat)
a. penurunan sudut inklinasi pelvic < 30o dengan torakolumbal kiposis.
b. Fleksi trunk ke depan dan kurva lumbal yang menurun
b. Humpback atau gibbus
Sudut belakang V.torak yang lancip
c. Flat back
Terdapat penurunan sudut inklinasi pelvik sampai 20 o dan V.lumbalis yang mobile.
d. Dowager’s hump.
a. wanita bongkok
b. menyertai osteoporosis
3. SCOLIOSIS
- Kurva pada vertebra ke lateral
- Pada servical dinamakan torticolis
Type skoliosis ;
a. Nonstruktural
problem
postural, histeria, iritasi akar saraf, inflamasi, kompensasi karena panjang
tungkai yang tidak sama.
- Tidak ada deformitas tulang
- Tidak progresif
- Skoliosis dan badan fleksi ke depan sering terjadi pada servikal, lumbal, daerah torakolumbal.
- Gerakan side fleksi simetris
b. Struktural ;
- kengenital
- hemivertebra
- kelemahan segmen
- idiopatik (genetik)
- neuromuskuler ; lesi pada upper dan lower motor neuron
- muskuler distrofi
- kontraktur sendi
- side fleksi asimetris
- bersifat progresif
- Tidak ada deformitas tulang
- Tidak progresif
- Skoliosis dan badan fleksi ke depan sering terjadi pada servikal, lumbal, daerah torakolumbal.
- Gerakan side fleksi simetris
b. Struktural ;
- kengenital
- hemivertebra
- kelemahan segmen
- idiopatik (genetik)
- neuromuskuler ; lesi pada upper dan lower motor neuron
- muskuler distrofi
- kontraktur sendi
- side fleksi asimetris
- bersifat progresif
Operasi
Operasi adalah pilihan terakhir dan Dilakukan pada penderita scoliosis lebih dari 40 º /50 º, kurva yang tetap bertambah dengan terapi nonoperatif, secara kosmetik tidak dapat diterima, atau nyeri punggung yang hebat / mengganggu. Sebelum operasi sangat diperlukan terapi yang bertujuan memanjangkan ( elongasi ) spine dan sedapat mungkin mengurangi derajat kurva terutama untuk penderita dengan kurva sama dengan atau lebih dari 60 º.Operasi yang dilakukan berupa spinal fusion dengan atau tanpa Harrington rod instrumentation. Setelah operasi penderita masih harus memakai body cast atau brace selama 6-12 bulan. Selama waktu itu latihan fisik yang dilakukan tidak boleh lebih berat dari berjalan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar