1.
Patofisiologi dari Dispnea atau Sesak
Nafas
Merupakan
gejala utama dari penyakit kardiopulmonar. Seseorang yang mengalami dispnea
sering mengeluh nafasnya menjadi pendek atau merasa tercekik. Gejala objektif
sesak nafas termasuk juga penggunaan otot-otot pernafasan tambahan <
sternokleidomastoideus, scalenus, trapezius, pectoralis mayor>, pernafasan
cuping hidung, tachypnea, dan hiperventilasi. Sesak nafas tidak selalu
menunjukkan adanya penyakit; orang normal akan mengalami hal yang sama setelah
melakukan kegiatan fisik dalam tingkat-tingkat yang berbeda.
Membedakan
dispnea dari gejala dan tanda yang memiliki perbedaan klinis
Takipnea
adalah frekuensi pernafasan yang cepat lebih dari normal, yang dapat muncul
dengan atau tanpa dispnea.
Hiperventilasi
adalah ventilasi yang lebih besar dari jumlah yang dibutuhkan untuk
mempertahankan pengeluaran CO2 normal,hal ini dapat diidentifikasi
dengan memantau tekanan parsial CO2 arteri, yaitu lebih rendah dari
angka normal ( 40 mmHg ).
Dispnea
sering dikeluhkan pada sindrom hiperventilasi yang sebenarnya orang yang sehat
dengan stress emosional.
Gejala
lelah yang berlebih harus dibedakan dari dispnea.
Sumber
penyebab dispnea termasuk :
1.
Reseptor-reseptor mekanik pada
otot-otot pernafasan, paru dan dinding dada; dalam teori tegangan-panjang, elemen-elemen sensoris, gelondong otot pada
khususnya, berperan penting dalam membandingkan tegangan dalam otot dengan
derajat elastisitasnya; dispnea terjadi bila tegangan yang ada tidak cukup
besar untuk satu panjang otot ( volume nafas tercapai );
2.
Kemoreseptor untuk tegangan CO2
dan O2 ( teori utang – oksigen );
3.
Peningkatan kerja pernafasan yang
mengakibatkan sangat meningkatnya rasa sesak nafas;
4.
Ketidakseimbangan antara kerja
pernafasan dengan kapasitas ventilasi.
Besarnya
tenaga fisik yang dikeluarkan untuk menimbulkan dispnea bergantung pada usia,
jenis kelamin, ketinggian tempat, jenis latihan fisik, dan terlibatnya emosi
dalam melakukan kegiatan itu.
Pasien
dengan gejala utama dispnea biasanya memiliki satu dari keadaan ini yaitu:
1.
Penyakit kardiovaskuler
2.
Emboli paru
3.
Penyakit paru interstitial atau
alveolar
4.
Gangguan dinding dada atau otot-otot
5.
Penyakit obstruktif paru, atau
6.
Kecemasan
Dispnea
adalah gejala utama edema paru, gagal jantung kongestif, dan penyakit katup
jantung.
Emboli
paru ditandai oleh dispnea mendadak. Dispnea gejala paling nyata pada penyakit
yang menyerang percabangan trakeobronkial, parenkim paru dan rongga pleura.
Dispnea
biasanya dikaitkan dengan penyakit restriktif yaitu terdapat peningkatan kerja
pernafasan akibat meningkatnya resistensi elastik paru ( pneumonia,
atelektasis, kongesti ) atau dinding dada (obesitas, kifoskoliosis ) atau pada
penyakit jalan nafas obstruktif dengan meningkatnya resistensi nonelastik
bronkial ( emfisema, bronkitis, asma ).
Dispnea
juga dapat terjadi jika otot pernafasan lemah (mis: miastenia gravis), lumpuh
(mis: poliomielitis, sindrom Guillain-Barre), letih akibat meningkatnya kerja pernafasan,
atau otot pernafasan kurang mampu melakukan kerja mekanis (mis: emfisema yang
berat atau obesitas).
Dispnea sebagai
Gejala Penyakit Jantung.
Dispnea
nokturnal paroksismal ( PND ) terjadi dimalam hari atau bila pasien
terlentang. Posisi ini meningkatkan
volume darah intratorakal, dan jantung yang lemah mungkin tidak dapat mengatasi
peningkatan beban ini; sebagai akibatnya dapat timbul gagal jantung kongestif.
Gejal
PND sering berkaitan dengan gejala ortopnea. Ortopnea adalah keadaan dimana pasien
memerlukan lebih banyak bantal untuk tidur.
Dispnea
aktivitas fisik ( DOE ) biasanya disebabkan oleh gagal jantung kongestif kronis
atau penyakit paru berat.
Trepopnea
adalah bentuk jarang dispnea posisional dimana pasien dispnea berkurang
sesaknya bila berbaring pada sisi kiri atau kanan. Patofisiologi trepopnea
tidak diketahui dengan baik.
Sebab-sebab
umum dispnea
Sistem Organ atau
Keadaan
|
Penyebab
|
Jantung
|
Gagal ventrikel kiri
Stenosis mitral
|
Paru-paru
|
Penyakit paru obstruktif
Asma
Penyakit paru restriktif
Emboli paru
Hipertensi pulmonal
|
Emosional
|
Ansietas
|
Pemaparan tempat tinggi
|
Berkurangnya tekanan oksigen
|
Anemia
|
Berkurangnya kapasitas pengangkut
oksigen
|
2.
Patofisiologi Edema
Edema
merupakan penumpukan cairan interstitial yang berlebih. Edema dapat
terlokalisir (setempat) atau generalisata (seluruh tubuh).
Edema
dapat disebabkan oleh tekanan hidrostatik kapiler yang meningkat, atau
obstruktif aliran limfatik.
Tiga
jenis penyakit yang paling sering menyebabkan terjadinya edema generalisata
adalah gagal jantung kongestif, sirosis hati, dan sindrom nefrotik. Masing –
masing gangguan ini dicirikan oleh adanya kelainan pada setidaknya salah satu
dari daya kapiler Starling serta retensi natrium dan air oleh ginjal. Retensi
natrium oleh ginjal yang menyebabkan terjadinya edema terjadi melalui satu atau dua mekanisme
dasar: respon terhadap berkurangnya volume sirkulasi efektif atau disfungsi
ginjal primer.
Volume
sirkulasi efektif adalah istilah yang mengacu pada cairan intravaskuler yang
secara efektif berfusi ke jaringan dan pada umumnya besar volume ini berbanding
lurus secara langsung dengan curah jantung.
Oleh
karena itu, jika curah jantung menurun, ginjal akan menahan natrium dan air
sebagai usaha untuk memulihkan volume sirkulasi.
Definis Pitting Edema Dan Perbedaan
Dari Non-Pitting Edema
Pitting edema dapat ditunjukan dengan
menggunakan tekanan pada area yang membengkak dengan menekan kulit dengan jari
tangan. Jika tekanan menyebabkan lekukan ang bertahan untuk beberapa waktu setelah
pelepasan dari tekanan, edema dirujuk sebagai pitting edema. Segala bentuk dari
tekanan, seperti dari karet kaos kaki, dapat menginduksi pitting (lekukan)
dengan tipe edema ini.
Pada non-pitting edema, yang biasanya
mempengaruhi tungkai-tungkai (legs) atau lengan-lengan, tekanan yang digunakan
pada kulit tidak berakibat pada lekukan yang gigih. Non-pitting edema dapat
terjadi pada penyakit-penyakit tertentu dari sistim lymphatic seperti lymphedema,
dimana gangguan dari sirkulasi lymphatic yang mungkin terjadi setelah operasi
mastectomy, lymph node, atau congenitally. Penyebab lain dari non-pitting edema
dari legs disebut pretibial myxedema, yang adalah pembengkakan diatas
tulang kering pada beberapa pasien-pasien dengan hyperthyroidism. Non-pitting edema dari legs adalah
sulit untuk dirawat. Obat-obat diuretic umumnya tidak efektif, meskipun
menaikan legs secara periodik sepanjang hari dan alat-alat penekan mungkin
mengurangi pembengkakan.
Fokus dari sisa artikel ini adalah pada
pitting edema, karena ia betul-betul adalah bentuk yang paling umum dari edema.
Penyebab Pitting Edema
Edema disebabkan oleh penyakit-penyakit
systemic, yaitu, penyakit-penyakit yang mempengaruhi beragam sistim-sistim
organ dari tubuh, atau oleh kondisi-kondisi lokal yang melibatkan hanya
anggota-anggota tubuh yang dipengaruhi. Penyakit-penyakit systemic yang paling
umum yang berhubungan dengan edema melibatkan jantung, hati, dan ginjal-ginjal.
Pada penyakit-penyakit ini, edema terjadi terutama karena penahanan garam tubuh
(sodium chloride) yang terlalu banyak. Garam yang berlebihan menyebabkan tubuh
menahan air. Air ini kemudian bocor kedalam ruang-ruang jaringan interstitial,
dimana ia nampak sebagai edema.
Kondisi-kondisi lokal yang paling umum yang
menyebabkan edema adalah varicose veins dan thrombophlebitis (peradangan dari
vena-vena) dari vena-vena dalam dari kaki-kaki (legs). Kondisi-kondisi ini
dapat menyebabkan pemompaan darah yang tidak cukup oleh vena-vena (venous
insufficiency). Tekanan balik yang meningkat yang diakibatkannya pada
vena-vena memaksa cairan berdiam pada kaki-kaki dan tangan-tangan (terutama
pergelangan-pergelangan kaki dan kaki-kaki). Cairan yang berlebihan kemudian
bocor kedalam ruang-ruang jaringan interstitial, menyebabkan edema.
Pemasukan Garam Mempengaruhi Edema
Keseimbangan garam tubuh biasanya diatur
dengan baik. Orang yang normal dapat mengkonsumsi jumlah-jumlah garam yang
kecil atau besar pada makanan tanpa keprihatinan untuk mengembangkan penipisan
atau penahanan garam. Pemasukan garam ditentukan oleh pola-pola makanan dan
pengeluaran garam dari tubuh dilaksanakn oleh ginjal-ginjal. Ginjal-ginjal
mempunyai kapasitas yang besar untuk mengontrol jumlah garam dalam tubuh dengan
merubah jumlah garam yang dieliminasi (dikeluarkan) dalam urin. Jumlah garam
yang dikeluarkan oleh ginjal-ginjal diatur oleh faktor-faktor hormon dan fisik
yang memberi sinyal apakah penahanan atau pengeluaran dari garam oleh
ginjal-ginjal adalah perlu.
Jika aliran darah ke ginjal-ginjal berkurang
oleh kondisi yang mendasarinya seperti gagal jantung, ginjal-ginjal bereaksi
dengan menahan garam. Penahanan garam ini terjadi karena ginjal-ginjal merasa
bahwa tubuh memerlukan lebih banyak cairan untuk mengkompensasi aliran darah
yang berkurang. Jika pasien mempunyai penyakit ginjal yang mengganggu fungsi
ginjal-ginjal, kemampuan untuk mengeluarkan garam dalam urin adalah terbatas.
Pada kedua kondisi-kondisi, jumlah garam dalam tubuh meningkat, yang
menyebabkan pasien untuk menahan air dan mengembangkan edema.
Pasien-pasien yang mengalami gangguan dalam
kemampuannya untuk secara normal mengeluarkan garam mungkin perlu ditempatkan
pada diet yang dibatasi garamnya dan/atau diberikan obat-obat diuretic (pil-pil
air). Dahulu, pasien-pasien dengan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan
edema ditempatkan pada diet-diet dengan pemasukan garam yang sangat dibatasi.
Dengan perkembangan dari agent-agent diuretic yang baru dan sangat kuat,
pembatasan yang dicatat ini pada pemasukan garam diet umumnya tidak lagi perlu.
Diuretics ini bekerja dengan menghalangi reabsorpsi dan penahanan garam oleh
ginjal-ginjal, dengan demikian meningkatkan jumlah garam dan air yang
dieliminasi dalam urin.
3.
Jenis dan Tingkatan Sesak Nafas
Tingkat
|
Derajat
|
Kriteria
|
0
|
Normal
|
Tidak ada kesulitan bernapas kecuali dengan aktivitas berat.
|
1
|
Ringan
|
Terdapat kesulitan bernapas,
napas pendek-pendek ketika terburu-buru atau ketika berjalan menuju
puncak landai.
|
2
|
Sedang
|
Berjalan lebih lambat daripada kebanyakan orang berusia sama karena
sulit bernapas atau harus berhenti berjalan untuk bernapas.
|
3
|
Berat
|
Berhenti berjalan setelah 90 meter untuk bernapas atau setelah
berjalan beberapa menit.
|
4
|
Sangat berat
|
Terlalu sulit bernapas bila meninggalkan rumah atau sulit bernapas
ketika memakai baju atau membuka baju.
|
4. Perbedaan Oedema karena Penyakit Jantung
dan Ginjal
A.
Oedema karena Penyakit
Jantung
Gagal jantung adalah akibat dari fungsi
jantung yang buruk dan dicerminkan oleh berkurangnya volume darah yang dipompa
keluar oleh jantung, yang disebut cardiac output. Gagal jantung dapat
disebabkan oleh kelemahan dari otot jantung, yang memompa darah keluar melalui
arteri-arteri ke selurh tubuh, atau oleh disfungsi dari klep-klep jantung, yang mengatur aliran darah antara
kamar-kamar (bilik-bilik) jantung. Volume yang berkurang dari darah yang dipompa
keluar oleh jantung (cardiac output yang berkurang) bertanggung jawab untuk
aliran darah yang berkurang ke ginjal-ginjal. Sebagai akibatnya, ginjal-ginjal
merasakan bahwa ada pengurangan dari volume darah dalam tubuh. Untuk melawan
nampaknya kehilangan cairan, ginjal-ginjal menahan garam dan air. Pada kejadian
ini, ginjal-ginjal dibohongi kedalam pemikiran bahwa tubuh perlu untuk menahan
lebih banyak volume cairan ketika, kenyataannya, tubuh telah menahan terlalu
banyak cairan.
Peningkatan cairan ini akhirnya berakibat pada
penumpukan cairan didalam paru-paru, yang menyebabkan sesak napas. Karena
berkurangnya volume darah yang dipompa keluar oleh jantung (cardiac output yang
berkurang), volume darah dalam arteri-arteri juga berkurang, meskipun ada peningkatan
yang nyata dalam total volume cairan tubuh. Peningkatan yang berhubungan dalam
jumlah cairan dalam pembuluh-pembuluh darah dari paru-paru menyebabkan sesak
napas karena cairan yang berlebihan dari pembuluh-pembuluh darah paru-paru
bocor kedalam ruang-ruang udara (alveoli) dan interstitium pada paru-paru.
Akumulasi cairan dalam paru-paru ini disebut pulmonary edema. Pada saat
yang bersamaan, akumulasi cairan pada kaki-kaki (legs) menyebabkan pitting
edema. Edema ini terjadi karena penumpukan dari darah pada vena-vena dari
kaki-kaki (legs) menyebabkan kebocoran cairan dari kapialer-kapiler kaki-kaki
(pembuluh-pembuluh darah kecil) kedalam ruang-ruang interstitial.
Pengertian dari bagaimana jantung dan
paru-paru berinteraksi akan membantu anda memahami lebih baik bagaimana
penahanan cairan bekerja pada gagal jantung. Jantung mempunyai empat
kamar-kamar; auricle dan ventricle pada sisi kiri jantung dan auricle dan
ventricle pada sisi kanan. Auricle kiri menerima darah yang beroksigen dari
paru-paru dan mengirimnya ke ventricle kiri, yang kemudian memompanya melalui
arteri-arteri ke seluruh tubuh. Darah kemudian diangkut balik ke jantung oleh
vena-vena kedalam auricle kanan dan dikirim ke ventricle kanan, yang kemudian
memompanya ke paru-paru untuk diberi oksigen kembali.
Gagal jantung sisi kiri, yang disebabkan
terutama oleh ventricle kiri yang lemah, biasanya disebabkan oleh penyakit jantung koroner, hipertensi, atau penyakit klep-klep jantung. Secara khas, ketika pasien-pasien
ini awalnya datang pada dokter mereka disulitkan oleh sesak napas dengan
pengerahan tenaga dan ketika berbaring pada malam hari (orthopnea).
Gejala-gejala ini disebabkan oleh pulmonary edema yang disebabkan oleh
berkumpulnya darah pada pembuluh-pembuluh dari paru-paru.
Berlawanan dengannya, gagal jantung sisi
kanan, yang seringkali disebabkan oleh penyakit paru yang kronis seperti emphysema,
awalnya menyebakan penahanan garam dan edema. Penahanan garam yang gigih pada
pasien-pasien ini, bagaimanapun, mungkin menjurus pada volume darah yang
membesar dalam pembuluh-pembuluh darah, dengan demikian menyebabkan akumulasi
cairan pada paru-paru (pulmonary congestion) dan sesak napas.
Pada pasien-pasien dengan gagal jantung yang
disebabkan oleh otot jantng yang lemah (cardiomyopathy), keduanya ventricle-ventricle kiri
dan kanan jantung biasanya terpengaruh. Pasien-pasien ini, oleh karenanya,
dapat awalnya menderita dari pembengkakan kedua-duanya pada paru-paru
(pulmonary edema) dan pada legs (kaki-kaki) dan tungkai-tungkai/feet (peripheral
edema). Dokter yang memeriksa pasien yang mempunyai gagal jantung congestif dengan penahanan cairan mencari
tanda-tanda tertentu. Ini termasuk:
- pitting edema dari legs (kaki-kaki) dan feet (tungkai-tungkai),
- rales pada paru-paru (suara-suara gemercik yang lembab dari cairan yang berlebihan yang dapat didengar dengan stethoscope),
- gallop rhythm (suara-suara tiga jantung sebagai gantinya dari dua yang normal yang disebabkan oleh kelemahan otot), dan
- vena-vena leher yang menggelembung. Vena-vena leher yang menggelembung mencerminkan akumulasi dari darah pada vena-vena yang mengembalikan darah ke jantung.
B. Oedema karena Penyakit Ginjal
Edema terbentuk pada pasien-pasien dengan penyakit ginjal untuk
dua sebab-sebab:
- kehilangan protein yang berat dalam urin, atau
- fungsi ginjal (renal) yang terganggu.
Kehilangan protein yang berat dalam urin
Pada situasi ini, pasien mempunyai fungsi ginjal yang normal atau
cukup normal. Kehilangan protein yang berat dalam urin (lebih 3.0 gram per
hari) dengan edema yang menyertainya diistilahkan nephrotic syndrome.
Nephrotic syndrome berakibat pada pengurangan pada konsentrasi dari albumin
dalam darah (hypoalbuminemia). Karena albumin membantu mempertahankan
volume darah pada pembuluh-pembuluh darah, pengurangan cairan pada
pembuluh-pembuluh darah terjadi. Ginjal-ginjal kemudian mencatat bahwa ada
penipisan atau pengurangan volume darah dan, oleh karenanya, mencoba untuk
menahan garam. Dengan konsekwensi, cairan bergerak kedalam ruang-ruang
interstitial, dengan demikian menyebabkan pitting edema.
Perawatan dari penahanan cairan pada pasien-pasien ini adalah
untuk mengurangi kehilangan protein kedalam urin dan membatasi garam dalam
diet. Kehilangan protein dalam urin mungkin dikurangi dengan penggunaan ACE
inhibitors dan angiotensin receptor blockers (ARB's). Kedua
kategori-kategori dari obat-obat, yang biasanya digunakan untuk menurunkan
tekanan darah, mendorong ginjal-ginjal untuk mengurangi kehilangan protein
kedalam urin.
Obat-obat ACE inhibitor termasuk enalapril (Vasotec), quinapril
(Accupril), captopril (Capoten), benazepril (Lotensin),trandolapril
(Mavik),lisinopril (Zestril atau Prinivil), dan ramipril (Altace).
Angiotensin receptor blockers termasuk losartan (Cozaar), valsartan
(Diovan), candesartan (Atacand), dan irbesartan (Avapro).
Penyakit-penyakit ginjal tertentu mungkin berkontribusi pada
kehilangan protein dalam urin dan perkembangan edema. Biopsi dari ginjal
mungkin diperlukan ubntuk membuat diagnosis dari tipe penyakit ginjal, sehingga
perawatan mungkin diberikan.
Fungsi ginjal (renal) yang terganggu
Pada situasi ini, pasien-pasien yang mempunyai penyakit-penyakit
ginjal yang mengganggu fungsi renal mengembangkan edema karena kemampuan ginjal
yang terbatas untuk mengeluarkan sodium kedalam urin. Jadi, pasien-pasien
dengan gagal ginjal dari penyakit apa saja akan mengembangkan edema jika
pemasukan sodium mereka melebihi kemampuan ginjal-ginjal mereka untuk
mengeluarkan sodium. Lebih lanjut gagal ginjalnya, lebih besar persoalan dari
penahanan garam kemungkinan terjadi. Situasi yang paling parah adalah pasien
degann gagal ginjal stadium akhir yang memerlukan terapi dialysis. Keseimbangan
garam pasien ini secara total diatur oleh dialysis, yang dapat mengeluarkan
garam sewaktu perawatan. Dialysis adalah metode pembersihan tubuh dari
kotoran-kotoran yang berakumulasi ketika ginjal gagal. Dialysis dilaksanakan
dengan mensirkulasikan darah pasien melalui membran (selaput) buatan (hemodialysis)
atau dengan menggunakan membran rongga perut pasien sendiri (peritoneal
membrane) sebagai permukaan pembersi. Individu-individu yang fungsi ginjalnya
menurun pada kurang dari 5% sampai 10% dari normal mungkin memerlukan dialysis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar