Senin, 17 Oktober 2011

Tutorial IPD Blok Kardiovaskular


1.    Patofisiologi dari Dispnea atau Sesak Nafas
Merupakan gejala utama dari penyakit kardiopulmonar. Seseorang yang mengalami dispnea sering mengeluh nafasnya menjadi pendek atau merasa tercekik. Gejala objektif sesak nafas termasuk juga penggunaan otot-otot pernafasan tambahan < sternokleidomastoideus, scalenus, trapezius, pectoralis mayor>, pernafasan cuping hidung, tachypnea, dan hiperventilasi. Sesak nafas tidak selalu menunjukkan adanya penyakit; orang normal akan mengalami hal yang sama setelah melakukan kegiatan fisik dalam tingkat-tingkat yang berbeda.
Membedakan dispnea dari gejala dan tanda yang memiliki perbedaan klinis
Takipnea adalah frekuensi pernafasan yang cepat lebih dari normal, yang dapat muncul dengan atau tanpa dispnea.
Hiperventilasi adalah ventilasi yang lebih besar dari jumlah yang dibutuhkan untuk mempertahankan pengeluaran CO2 normal,hal ini dapat diidentifikasi dengan memantau tekanan parsial CO2 arteri, yaitu lebih rendah dari angka normal ( 40 mmHg ).
Dispnea sering dikeluhkan pada sindrom hiperventilasi yang sebenarnya orang yang sehat dengan stress emosional.
Gejala lelah yang berlebih harus dibedakan dari dispnea.

Sumber penyebab dispnea termasuk :
1.      Reseptor-reseptor mekanik pada otot-otot pernafasan, paru dan dinding dada; dalam teori tegangan-panjang, elemen-elemen sensoris, gelondong otot pada khususnya, berperan penting dalam membandingkan tegangan dalam otot dengan derajat elastisitasnya; dispnea terjadi bila tegangan yang ada tidak cukup besar untuk satu panjang otot ( volume nafas tercapai );
2.      Kemoreseptor untuk tegangan CO2 dan O2 ( teori utang – oksigen );
3.      Peningkatan kerja pernafasan yang mengakibatkan sangat meningkatnya rasa sesak nafas;
4.      Ketidakseimbangan antara kerja pernafasan dengan kapasitas ventilasi.
Besarnya tenaga fisik yang dikeluarkan untuk menimbulkan dispnea bergantung pada usia, jenis kelamin, ketinggian tempat, jenis latihan fisik, dan terlibatnya emosi dalam melakukan kegiatan itu.
Pasien dengan gejala utama dispnea biasanya memiliki satu dari keadaan ini yaitu:
1.      Penyakit kardiovaskuler
2.      Emboli paru
3.      Penyakit paru interstitial atau alveolar
4.      Gangguan dinding dada atau otot-otot
5.      Penyakit obstruktif paru, atau
6.      Kecemasan
Dispnea adalah gejala utama edema paru, gagal jantung kongestif, dan penyakit katup jantung.
Emboli paru ditandai oleh dispnea mendadak. Dispnea gejala paling nyata pada penyakit yang menyerang percabangan trakeobronkial, parenkim paru dan rongga pleura.
Dispnea biasanya dikaitkan dengan penyakit restriktif yaitu terdapat peningkatan kerja pernafasan akibat meningkatnya resistensi elastik paru ( pneumonia, atelektasis, kongesti ) atau dinding dada (obesitas, kifoskoliosis ) atau pada penyakit jalan nafas obstruktif dengan meningkatnya resistensi nonelastik bronkial ( emfisema, bronkitis, asma ).
Dispnea juga dapat terjadi jika otot pernafasan lemah (mis: miastenia gravis), lumpuh (mis: poliomielitis, sindrom Guillain-Barre), letih akibat meningkatnya kerja pernafasan, atau otot pernafasan kurang mampu melakukan kerja mekanis (mis: emfisema yang berat atau obesitas).
Dispnea sebagai Gejala Penyakit Jantung.
Dispnea nokturnal paroksismal ( PND ) terjadi dimalam hari atau bila pasien terlentang.  Posisi ini meningkatkan volume darah intratorakal, dan jantung yang lemah mungkin tidak dapat mengatasi peningkatan beban ini; sebagai akibatnya dapat timbul gagal jantung kongestif.
Gejal PND sering berkaitan dengan gejala ortopnea. Ortopnea adalah keadaan dimana pasien memerlukan lebih banyak bantal untuk tidur.
Dispnea aktivitas fisik ( DOE ) biasanya disebabkan oleh gagal jantung kongestif kronis atau penyakit paru berat.
Trepopnea adalah bentuk jarang dispnea posisional dimana pasien dispnea berkurang sesaknya bila berbaring pada sisi kiri atau kanan. Patofisiologi trepopnea tidak diketahui dengan baik.
Sebab-sebab umum dispnea
Sistem Organ atau
Keadaan
Penyebab
Jantung
Gagal ventrikel kiri
Stenosis mitral
Paru-paru
Penyakit paru obstruktif
Asma
Penyakit paru restriktif
Emboli paru
Hipertensi pulmonal
Emosional
Ansietas
Pemaparan tempat tinggi
Berkurangnya tekanan oksigen
Anemia
Berkurangnya kapasitas pengangkut oksigen

2.    Patofisiologi Edema
Edema merupakan penumpukan cairan interstitial yang berlebih. Edema dapat terlokalisir (setempat) atau generalisata (seluruh tubuh).
Edema dapat disebabkan oleh tekanan hidrostatik kapiler yang meningkat, atau obstruktif aliran limfatik.
Tiga jenis penyakit yang paling sering menyebabkan terjadinya edema generalisata adalah gagal jantung kongestif, sirosis hati, dan sindrom nefrotik. Masing – masing gangguan ini dicirikan oleh adanya kelainan pada setidaknya salah satu dari daya kapiler Starling serta retensi natrium dan air oleh ginjal. Retensi natrium oleh ginjal yang menyebabkan terjadinya edema  terjadi melalui satu atau dua mekanisme dasar: respon terhadap berkurangnya volume sirkulasi efektif atau disfungsi ginjal primer.
Volume sirkulasi efektif adalah istilah yang mengacu pada cairan intravaskuler yang secara efektif berfusi ke jaringan dan pada umumnya besar volume ini berbanding lurus secara langsung dengan curah jantung.
Oleh karena itu, jika curah jantung menurun, ginjal akan menahan natrium dan air sebagai usaha untuk memulihkan volume sirkulasi.
Definis Pitting Edema Dan Perbedaan Dari Non-Pitting Edema
Pitting edema dapat ditunjukan dengan menggunakan tekanan pada area yang membengkak dengan menekan kulit dengan jari tangan. Jika tekanan menyebabkan lekukan ang bertahan untuk beberapa waktu setelah pelepasan dari tekanan, edema dirujuk sebagai pitting edema. Segala bentuk dari tekanan, seperti dari karet kaos kaki, dapat menginduksi pitting (lekukan) dengan tipe edema ini.
Pada non-pitting edema, yang biasanya mempengaruhi tungkai-tungkai (legs) atau lengan-lengan, tekanan yang digunakan pada kulit tidak berakibat pada lekukan yang gigih. Non-pitting edema dapat terjadi pada penyakit-penyakit tertentu dari sistim lymphatic seperti lymphedema, dimana gangguan dari sirkulasi lymphatic yang mungkin terjadi setelah operasi mastectomy, lymph node, atau congenitally. Penyebab lain dari non-pitting edema dari legs disebut pretibial myxedema, yang adalah pembengkakan diatas tulang kering pada beberapa pasien-pasien dengan hyperthyroidism. Non-pitting edema dari legs adalah sulit untuk dirawat. Obat-obat diuretic umumnya tidak efektif, meskipun menaikan legs secara periodik sepanjang hari dan alat-alat penekan mungkin mengurangi pembengkakan.
Fokus dari sisa artikel ini adalah pada pitting edema, karena ia betul-betul adalah bentuk yang paling umum dari edema.
Penyebab Pitting Edema
Edema disebabkan oleh penyakit-penyakit systemic, yaitu, penyakit-penyakit yang mempengaruhi beragam sistim-sistim organ dari tubuh, atau oleh kondisi-kondisi lokal yang melibatkan hanya anggota-anggota tubuh yang dipengaruhi. Penyakit-penyakit systemic yang paling umum yang berhubungan dengan edema melibatkan jantung, hati, dan ginjal-ginjal. Pada penyakit-penyakit ini, edema terjadi terutama karena penahanan garam tubuh (sodium chloride) yang terlalu banyak. Garam yang berlebihan menyebabkan tubuh menahan air. Air ini kemudian bocor kedalam ruang-ruang jaringan interstitial, dimana ia nampak sebagai edema.
Kondisi-kondisi lokal yang paling umum yang menyebabkan edema adalah varicose veins dan thrombophlebitis (peradangan dari vena-vena) dari vena-vena dalam dari kaki-kaki (legs). Kondisi-kondisi ini dapat menyebabkan pemompaan darah yang tidak cukup oleh vena-vena (venous insufficiency). Tekanan balik yang meningkat yang diakibatkannya pada vena-vena memaksa cairan berdiam pada kaki-kaki dan tangan-tangan (terutama pergelangan-pergelangan kaki dan kaki-kaki). Cairan yang berlebihan kemudian bocor kedalam ruang-ruang jaringan interstitial, menyebabkan edema.
Pemasukan Garam Mempengaruhi Edema
Keseimbangan garam tubuh biasanya diatur dengan baik. Orang yang normal dapat mengkonsumsi jumlah-jumlah garam yang kecil atau besar pada makanan tanpa keprihatinan untuk mengembangkan penipisan atau penahanan garam. Pemasukan garam ditentukan oleh pola-pola makanan dan pengeluaran garam dari tubuh dilaksanakn oleh ginjal-ginjal. Ginjal-ginjal mempunyai kapasitas yang besar untuk mengontrol jumlah garam dalam tubuh dengan merubah jumlah garam yang dieliminasi (dikeluarkan) dalam urin. Jumlah garam yang dikeluarkan oleh ginjal-ginjal diatur oleh faktor-faktor hormon dan fisik yang memberi sinyal apakah penahanan atau pengeluaran dari garam oleh ginjal-ginjal adalah perlu.
Jika aliran darah ke ginjal-ginjal berkurang oleh kondisi yang mendasarinya seperti gagal jantung, ginjal-ginjal bereaksi dengan menahan garam. Penahanan garam ini terjadi karena ginjal-ginjal merasa bahwa tubuh memerlukan lebih banyak cairan untuk mengkompensasi aliran darah yang berkurang. Jika pasien mempunyai penyakit ginjal yang mengganggu fungsi ginjal-ginjal, kemampuan untuk mengeluarkan garam dalam urin adalah terbatas. Pada kedua kondisi-kondisi, jumlah garam dalam tubuh meningkat, yang menyebabkan pasien untuk menahan air dan mengembangkan edema.
Pasien-pasien yang mengalami gangguan dalam kemampuannya untuk secara normal mengeluarkan garam mungkin perlu ditempatkan pada diet yang dibatasi garamnya dan/atau diberikan obat-obat diuretic (pil-pil air). Dahulu, pasien-pasien dengan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan edema ditempatkan pada diet-diet dengan pemasukan garam yang sangat dibatasi. Dengan perkembangan dari agent-agent diuretic yang baru dan sangat kuat, pembatasan yang dicatat ini pada pemasukan garam diet umumnya tidak lagi perlu. Diuretics ini bekerja dengan menghalangi reabsorpsi dan penahanan garam oleh ginjal-ginjal, dengan demikian meningkatkan jumlah garam dan air yang dieliminasi dalam urin.

3.    Jenis dan Tingkatan Sesak Nafas

Tingkat
Derajat
Kriteria
0
Normal
Tidak ada kesulitan bernapas kecuali dengan aktivitas berat.
1
Ringan
Terdapat kesulitan bernapas,  napas pendek-pendek ketika terburu-buru atau ketika berjalan menuju puncak landai.
2
Sedang
Berjalan lebih lambat daripada kebanyakan orang berusia sama karena sulit bernapas atau harus berhenti berjalan untuk bernapas.
3
Berat
Berhenti berjalan setelah 90 meter untuk bernapas atau setelah berjalan beberapa menit.
4
Sangat berat
Terlalu sulit bernapas bila meninggalkan rumah atau sulit bernapas ketika memakai baju atau membuka baju.

4.    Perbedaan Oedema karena Penyakit Jantung dan Ginjal
A.     Oedema karena Penyakit Jantung
Gagal jantung adalah akibat dari fungsi jantung yang buruk dan dicerminkan oleh berkurangnya volume darah yang dipompa keluar oleh jantung, yang disebut cardiac output. Gagal jantung dapat disebabkan oleh kelemahan dari otot jantung, yang memompa darah keluar melalui arteri-arteri ke selurh tubuh, atau oleh disfungsi dari klep-klep jantung, yang mengatur aliran darah antara kamar-kamar (bilik-bilik) jantung. Volume yang berkurang dari darah yang dipompa keluar oleh jantung (cardiac output yang berkurang) bertanggung jawab untuk aliran darah yang berkurang ke ginjal-ginjal. Sebagai akibatnya, ginjal-ginjal merasakan bahwa ada pengurangan dari volume darah dalam tubuh. Untuk melawan nampaknya kehilangan cairan, ginjal-ginjal menahan garam dan air. Pada kejadian ini, ginjal-ginjal dibohongi kedalam pemikiran bahwa tubuh perlu untuk menahan lebih banyak volume cairan ketika, kenyataannya, tubuh telah menahan terlalu banyak cairan.
Peningkatan cairan ini akhirnya berakibat pada penumpukan cairan didalam paru-paru, yang menyebabkan sesak napas. Karena berkurangnya volume darah yang dipompa keluar oleh jantung (cardiac output yang berkurang), volume darah dalam arteri-arteri juga berkurang, meskipun ada peningkatan yang nyata dalam total volume cairan tubuh. Peningkatan yang berhubungan dalam jumlah cairan dalam pembuluh-pembuluh darah dari paru-paru menyebabkan sesak napas karena cairan yang berlebihan dari pembuluh-pembuluh darah paru-paru bocor kedalam ruang-ruang udara (alveoli) dan interstitium pada paru-paru. Akumulasi cairan dalam paru-paru ini disebut pulmonary edema. Pada saat yang bersamaan, akumulasi cairan pada kaki-kaki (legs) menyebabkan pitting edema. Edema ini terjadi karena penumpukan dari darah pada vena-vena dari kaki-kaki (legs) menyebabkan kebocoran cairan dari kapialer-kapiler kaki-kaki (pembuluh-pembuluh darah kecil) kedalam ruang-ruang interstitial.
Pengertian dari bagaimana jantung dan paru-paru berinteraksi akan membantu anda memahami lebih baik bagaimana penahanan cairan bekerja pada gagal jantung. Jantung mempunyai empat kamar-kamar; auricle dan ventricle pada sisi kiri jantung dan auricle dan ventricle pada sisi kanan. Auricle kiri menerima darah yang beroksigen dari paru-paru dan mengirimnya ke ventricle kiri, yang kemudian memompanya melalui arteri-arteri ke seluruh tubuh. Darah kemudian diangkut balik ke jantung oleh vena-vena kedalam auricle kanan dan dikirim ke ventricle kanan, yang kemudian memompanya ke paru-paru untuk diberi oksigen kembali.
Gagal jantung sisi kiri, yang disebabkan terutama oleh ventricle kiri yang lemah, biasanya disebabkan oleh penyakit jantung koroner, hipertensi, atau penyakit klep-klep jantung. Secara khas, ketika pasien-pasien ini awalnya datang pada dokter mereka disulitkan oleh sesak napas dengan pengerahan tenaga dan ketika berbaring pada malam hari (orthopnea). Gejala-gejala ini disebabkan oleh pulmonary edema yang disebabkan oleh berkumpulnya darah pada pembuluh-pembuluh dari paru-paru.
Berlawanan dengannya, gagal jantung sisi kanan, yang seringkali disebabkan oleh penyakit paru yang kronis seperti emphysema, awalnya menyebakan penahanan garam dan edema. Penahanan garam yang gigih pada pasien-pasien ini, bagaimanapun, mungkin menjurus pada volume darah yang membesar dalam pembuluh-pembuluh darah, dengan demikian menyebabkan akumulasi cairan pada paru-paru (pulmonary congestion) dan sesak napas.
Pada pasien-pasien dengan gagal jantung yang disebabkan oleh otot jantng yang lemah (cardiomyopathy), keduanya ventricle-ventricle kiri dan kanan jantung biasanya terpengaruh. Pasien-pasien ini, oleh karenanya, dapat awalnya menderita dari pembengkakan kedua-duanya pada paru-paru (pulmonary edema) dan pada legs (kaki-kaki) dan tungkai-tungkai/feet (peripheral edema). Dokter yang memeriksa pasien yang mempunyai gagal jantung congestif dengan penahanan cairan mencari tanda-tanda tertentu. Ini termasuk:
  • pitting edema dari legs (kaki-kaki) dan feet (tungkai-tungkai),
  • rales pada paru-paru (suara-suara gemercik yang lembab dari cairan yang berlebihan yang dapat didengar dengan stethoscope),
  • gallop rhythm (suara-suara tiga jantung sebagai gantinya dari dua yang normal yang disebabkan oleh kelemahan otot), dan
  • vena-vena leher yang menggelembung. Vena-vena leher yang menggelembung mencerminkan akumulasi dari darah pada vena-vena yang mengembalikan darah ke jantung.

B.      Oedema karena Penyakit Ginjal

Edema terbentuk pada pasien-pasien dengan penyakit ginjal untuk dua sebab-sebab:
  1. kehilangan protein yang berat dalam urin, atau
  2. fungsi ginjal (renal) yang terganggu.

Kehilangan protein yang berat dalam urin

Pada situasi ini, pasien mempunyai fungsi ginjal yang normal atau cukup normal. Kehilangan protein yang berat dalam urin (lebih 3.0 gram per hari) dengan edema yang menyertainya diistilahkan nephrotic syndrome. Nephrotic syndrome berakibat pada pengurangan pada konsentrasi dari albumin dalam darah (hypoalbuminemia). Karena albumin membantu mempertahankan volume darah pada pembuluh-pembuluh darah, pengurangan cairan pada pembuluh-pembuluh darah terjadi. Ginjal-ginjal kemudian mencatat bahwa ada penipisan atau pengurangan volume darah dan, oleh karenanya, mencoba untuk menahan garam. Dengan konsekwensi, cairan bergerak kedalam ruang-ruang interstitial, dengan demikian menyebabkan pitting edema.
Perawatan dari penahanan cairan pada pasien-pasien ini adalah untuk mengurangi kehilangan protein kedalam urin dan membatasi garam dalam diet. Kehilangan protein dalam urin mungkin dikurangi dengan penggunaan ACE inhibitors dan angiotensin receptor blockers (ARB's). Kedua kategori-kategori dari obat-obat, yang biasanya digunakan untuk menurunkan tekanan darah, mendorong ginjal-ginjal untuk mengurangi kehilangan protein kedalam urin.
Obat-obat ACE inhibitor termasuk enalapril (Vasotec), quinapril (Accupril), captopril (Capoten), benazepril (Lotensin),trandolapril (Mavik),lisinopril (Zestril atau Prinivil), dan ramipril (Altace).
Angiotensin receptor blockers termasuk losartan (Cozaar), valsartan (Diovan), candesartan (Atacand), dan irbesartan (Avapro).
Penyakit-penyakit ginjal tertentu mungkin berkontribusi pada kehilangan protein dalam urin dan perkembangan edema. Biopsi dari ginjal mungkin diperlukan ubntuk membuat diagnosis dari tipe penyakit ginjal, sehingga perawatan mungkin diberikan.

Fungsi ginjal (renal) yang terganggu

Pada situasi ini, pasien-pasien yang mempunyai penyakit-penyakit ginjal yang mengganggu fungsi renal mengembangkan edema karena kemampuan ginjal yang terbatas untuk mengeluarkan sodium kedalam urin. Jadi, pasien-pasien dengan gagal ginjal dari penyakit apa saja akan mengembangkan edema jika pemasukan sodium mereka melebihi kemampuan ginjal-ginjal mereka untuk mengeluarkan sodium. Lebih lanjut gagal ginjalnya, lebih besar persoalan dari penahanan garam kemungkinan terjadi. Situasi yang paling parah adalah pasien degann gagal ginjal stadium akhir yang memerlukan terapi dialysis. Keseimbangan garam pasien ini secara total diatur oleh dialysis, yang dapat mengeluarkan garam sewaktu perawatan. Dialysis adalah metode pembersihan tubuh dari kotoran-kotoran yang berakumulasi ketika ginjal gagal. Dialysis dilaksanakan dengan mensirkulasikan darah pasien melalui membran (selaput) buatan (hemodialysis) atau dengan menggunakan membran rongga perut pasien sendiri (peritoneal membrane) sebagai permukaan pembersi. Individu-individu yang fungsi ginjalnya menurun pada kurang dari 5% sampai 10% dari normal mungkin memerlukan dialysis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar